Bandarlampung (ANTARA) - Kawasan Danau Toba (KDT) yang terdiri atas tujuh kabupaten yang berbatasan langsung secara geografis diharapkan akan memperoleh manfaat langsung berupa peningkatan pertumbuhan ekonomi.
"Keberadaan sektor pariwisata dan pertumbuhan ekonomi dimaksud diharapkan akan mendongkrak tingkat kesejahteraan masyarakat melalui penyerapan tenaga kerja yang meningkat dan reduksi tingkat kemiskinan," kata Dr Mangasa Augustinus Sipahutar, Ekonom IPB dan STIE Kesatuan Bogor, saat dihubungi dari Bandarlampung, Kamis.
Ia menyebutkan, Danau Toba yang telah ditetapkan menjadi salah satu destinasi wisata nasional, patut disyukuri.
Menurut dia, dalam perspektif ekonomi pembangunan, ketujuh kabupaten di KDT harus melakukan sinergi yang kuat dalam proses perencanaan pembangunannya untuk menghindari tumpang tindih sektor ekonomi.
Membangun sektor pariwisata KDT, lanjutnya, tak boleh dimaknai dengan cara membangun sektor pariwisata di setiap kabupaten, namun yang utama adalah menjadikan sektor pariwisata sebagai "economic key driver" menuju keterkaitan yang erat dengan sektor ekonomi lainnya.
"Masing-masing kabupaten harus fokus pada pembangunan sektor ekonomi yang memiliki keunggulan absolut dan keunggulan komparatif terhadap kabupaten lainnya, dimana sektor pariwisata dijadikan sebagai 'economic key driver' ", katanya.
Karena itu, pembangunan pariwisata KDT tidakk boleh dilakukan secara parsial.
"Seluruh kabupaten di KDT harus secara bersama-sama melakukan perencanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga pembangunan akan yang dihasilkan akan menuju kepada konvergensi ekonomi KDT," tambahnya.
Hal senada juga dikatakan pengamat ekonomi lainnya, Dr Ir Evo S Harianja MM.
Menurut dia, potensi wisata Danau Toba yang sangat unik dengan budaya khas dapat menjadi faktor daya tarik bagi wisatawan mancanegara dan lokal.
"Pengembangan Kawasan Danau Toba (KDT) menjadi destinasi wisata terintegrasi memiliki proses layanan yang saling berkaitan dari seluruh pemangku kepentingan," kata Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pelita Harapan Dr. Ir. Evo S. Hariandja, MM.
Ia menyebutkan, untuk menjadikan kawasan terintegrasi tersebut dibutuhkan peran pemerintah yang menyediakan infrastruktur jalan, pelabuhan, kapal, dan komponen pendukungnya termasuk desa wisata.
Kemudian, masyarakat sekitar dalam hal ini penduduk di sekitar Kawasan Danau Toba. Pelaku wisata yang menyediakan akomodasi berupa hotel dan tempat-tempat wisata yang menarik serta kegiatan-kegiatan yang dapat menarik wisatawan yang dilakukan secara konsisten untuk semakin menaikkan brand Danau Toba tersebut.
Ia menjelaskan persoalan dalam pengembangan KDT ini tidak hanya sekedar menjual tempat dan mempromosikan saja. Tetapi ada faktor membangun kebiasaan seluruh pemangku kepentingan yang sadar akan esensi sebuah layanan kepada para wisatawan dengan tingkatan yang unggul.
"Unggul dalam proses, layanan, kawasan, dan keramahtamahan menjadi faktor kunci menjadikan Danau Toba kawasan yang menarik," jelasnya.
Selain itu, inovasi layanan yang menawarkan sesuatu yang berbeda dan unik yang harus dilakukan secara konsisten serta kontinu menjadi penggerak untuk Danau Toba yang menarik, ramah, dan memberikan sensasi yang berbeda bagi wisatawan yang datang.
Ia menjelaskan unggul dalam hal tempat dan kawasan yang menarik tidak cukup untuk membangun dan menjadikan Danau Toba sebuah destinasi wisata. Faktor kebiasaan yang harus berubah total dan masif dalam hal memberikan layanan unggul harus juga menjadi perhatian kunci bagi seluruh pemangku kepentingan.
Evo S. Hariandja, mengatakan bahwa sebuah layanan dapat dianggap unggul tidak hanya dari prosesnya, tetapi juga mampu membaca perubahan karakter pasar, dan mengolahnya untuk melakukan perbaikan yang kontinyu bagi para konsumennya dalam hal ini wisatawan.
Harapan tersebut, lanjutnya, harus mampu dilakukan oleh semua pemangku kepentingan di KDT untuk menjadikan Danau Toba yang ramah, unggul, unik, dan menarik serta gesit.
"Semoga komitmen Presiden Joko Widodo ini mampu kita laksanakan dan didukung dengan usaha-usaha yang luar biasa dan pada akhirnya tercipta Danau Toba yang ramah, luar biasa, dan khas," tambahnya.
"Keberadaan sektor pariwisata dan pertumbuhan ekonomi dimaksud diharapkan akan mendongkrak tingkat kesejahteraan masyarakat melalui penyerapan tenaga kerja yang meningkat dan reduksi tingkat kemiskinan," kata Dr Mangasa Augustinus Sipahutar, Ekonom IPB dan STIE Kesatuan Bogor, saat dihubungi dari Bandarlampung, Kamis.
Ia menyebutkan, Danau Toba yang telah ditetapkan menjadi salah satu destinasi wisata nasional, patut disyukuri.
Menurut dia, dalam perspektif ekonomi pembangunan, ketujuh kabupaten di KDT harus melakukan sinergi yang kuat dalam proses perencanaan pembangunannya untuk menghindari tumpang tindih sektor ekonomi.
Membangun sektor pariwisata KDT, lanjutnya, tak boleh dimaknai dengan cara membangun sektor pariwisata di setiap kabupaten, namun yang utama adalah menjadikan sektor pariwisata sebagai "economic key driver" menuju keterkaitan yang erat dengan sektor ekonomi lainnya.
"Masing-masing kabupaten harus fokus pada pembangunan sektor ekonomi yang memiliki keunggulan absolut dan keunggulan komparatif terhadap kabupaten lainnya, dimana sektor pariwisata dijadikan sebagai 'economic key driver' ", katanya.
Karena itu, pembangunan pariwisata KDT tidakk boleh dilakukan secara parsial.
"Seluruh kabupaten di KDT harus secara bersama-sama melakukan perencanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga pembangunan akan yang dihasilkan akan menuju kepada konvergensi ekonomi KDT," tambahnya.
Hal senada juga dikatakan pengamat ekonomi lainnya, Dr Ir Evo S Harianja MM.
Menurut dia, potensi wisata Danau Toba yang sangat unik dengan budaya khas dapat menjadi faktor daya tarik bagi wisatawan mancanegara dan lokal.
"Pengembangan Kawasan Danau Toba (KDT) menjadi destinasi wisata terintegrasi memiliki proses layanan yang saling berkaitan dari seluruh pemangku kepentingan," kata Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pelita Harapan Dr. Ir. Evo S. Hariandja, MM.
Ia menyebutkan, untuk menjadikan kawasan terintegrasi tersebut dibutuhkan peran pemerintah yang menyediakan infrastruktur jalan, pelabuhan, kapal, dan komponen pendukungnya termasuk desa wisata.
Kemudian, masyarakat sekitar dalam hal ini penduduk di sekitar Kawasan Danau Toba. Pelaku wisata yang menyediakan akomodasi berupa hotel dan tempat-tempat wisata yang menarik serta kegiatan-kegiatan yang dapat menarik wisatawan yang dilakukan secara konsisten untuk semakin menaikkan brand Danau Toba tersebut.
Ia menjelaskan persoalan dalam pengembangan KDT ini tidak hanya sekedar menjual tempat dan mempromosikan saja. Tetapi ada faktor membangun kebiasaan seluruh pemangku kepentingan yang sadar akan esensi sebuah layanan kepada para wisatawan dengan tingkatan yang unggul.
"Unggul dalam proses, layanan, kawasan, dan keramahtamahan menjadi faktor kunci menjadikan Danau Toba kawasan yang menarik," jelasnya.
Selain itu, inovasi layanan yang menawarkan sesuatu yang berbeda dan unik yang harus dilakukan secara konsisten serta kontinu menjadi penggerak untuk Danau Toba yang menarik, ramah, dan memberikan sensasi yang berbeda bagi wisatawan yang datang.
Ia menjelaskan unggul dalam hal tempat dan kawasan yang menarik tidak cukup untuk membangun dan menjadikan Danau Toba sebuah destinasi wisata. Faktor kebiasaan yang harus berubah total dan masif dalam hal memberikan layanan unggul harus juga menjadi perhatian kunci bagi seluruh pemangku kepentingan.
Evo S. Hariandja, mengatakan bahwa sebuah layanan dapat dianggap unggul tidak hanya dari prosesnya, tetapi juga mampu membaca perubahan karakter pasar, dan mengolahnya untuk melakukan perbaikan yang kontinyu bagi para konsumennya dalam hal ini wisatawan.
Harapan tersebut, lanjutnya, harus mampu dilakukan oleh semua pemangku kepentingan di KDT untuk menjadikan Danau Toba yang ramah, unggul, unik, dan menarik serta gesit.
"Semoga komitmen Presiden Joko Widodo ini mampu kita laksanakan dan didukung dengan usaha-usaha yang luar biasa dan pada akhirnya tercipta Danau Toba yang ramah, luar biasa, dan khas," tambahnya.