Bandarlampung (ANTARA) - Harga biji kopi asalan di Lampung saat ini mengalami penurunan hingga dikeluhkan sejumlah petani.
"Memasuki panen raya, harga kopi terutama biji kopi asalan di tingkat petani terus mengalami penurunan," kata Apriyanto petani kopi asal Liwa Lampung Barat, saat dihubungi di Bandarlampung, Selasa.
Ia menyebutkan saat ini harga biji kopi asalan di tingkat petani antara Rp18.000 hingga Rp19.000 per kilogram.
Padahal, lanjut dia, beberapa waktu lalu harganya sempat di atas Rp22.000 hingga Rp23.000/kg.
Menurut dia, turunnya harga biji kopi itu kemungkinan produksi kopi cukup banyak.
"Namun juga ada permainan pengepul atau eksportir yang mempermainkan harga sehingga harga biji kopi lebih murah," jelasnya.
Apalagi, lanjut dia, saat memasuki tahun ajaran baru sekarang ini, dimana petani membutuhkan uang untuk biaya anak sekolah.
Sehingga pengepul atau eksportir memanfaatkan momen tersebut untuk membeli biji kopi petani dengan harga murah.
Sunyoto (65) petani asal Waytenong Lampung Barat mengatakan bahwa harga biji kopi asalan saat ini turun dari Rp23.000/kg menjadi Rp19.000/kg.
"Harga kopi sebetulnya tergantung kualitas. Jika kualitasnya bagus harga juga mengikuti," jelasnya.
Penurunan harga kopi, lanjut dia, tergantung beberapa faktor, diantaranya produksi yang banyak, serta kualitas komoditas tersebut yang rendah.
Sebelumnya, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi berkomitmen meningkatkan produksi kopi daerah itu yang saat ini dinilai masih rendah.
"Saya sangat berkomitmen dalam menyejahterakan petani Lampung. Tahun depan saya akan mengembangkan kopi di Lampung, yang mana biasanya produksi kopi hanya kisaran 0,78 ton per hektare ke depannya akan menjadi 4 ton per hektare," katanya.
Ia menyebutkan produksi kopi Indonesia, khususnya di Lampung dapat mengalahkan produksi kopi Vietnam.
Menurut dia, sekitar 10-15 tahun lalu Vietnam belajar tentang kopi di Lampung, namun mereka sekarang bisa menghasilkan kopi 7 ton per hektare.
Karena itu, lanjut dia, tata cara pengelolaan tanaman kopi yang dilakukan secara tradisional akan diubah dengan cara yang lebih modern.
Selain itu, pihaknya juga akan menyediakan bibit kopi unggul yang cocok dibudidayakan di Lampung.
"Kami akan bekerja sama dengan Puslitkoka di Jawa Timur untuk penyediaan bibit unggul kopi," kata dia.
Arinal menjelaskan bibit kopi tersebut nantinya akan disebar di sentra perkebunan kopi Lampung seperti Lampung Barat, Tanggamus dan Way Kanan.
Arinal menjelaskan penanaman kopi itu nantinya tidak harus di kawasan hutan, tetapi dapat ditanam dengan memanfaatkan lahan sendiri.
"Insya Allah kopi kita nanti bisa berada di kawasan hutan rakyat, sehingga bisa diterapkan penggunaan teknologinya. Dan nanti bukan hanya kopi saja, tetapi coklat juga akan diterapkan yang produksinya mencapai 4 ton per hektare," tambahnya.
Provinsi Lampung merupakan penghasil kopi robusta terbesar di Tanah Air dengan produksi antara 90.000 hingga 100.000 ton per tahun.
"Memasuki panen raya, harga kopi terutama biji kopi asalan di tingkat petani terus mengalami penurunan," kata Apriyanto petani kopi asal Liwa Lampung Barat, saat dihubungi di Bandarlampung, Selasa.
Ia menyebutkan saat ini harga biji kopi asalan di tingkat petani antara Rp18.000 hingga Rp19.000 per kilogram.
Padahal, lanjut dia, beberapa waktu lalu harganya sempat di atas Rp22.000 hingga Rp23.000/kg.
Menurut dia, turunnya harga biji kopi itu kemungkinan produksi kopi cukup banyak.
"Namun juga ada permainan pengepul atau eksportir yang mempermainkan harga sehingga harga biji kopi lebih murah," jelasnya.
Apalagi, lanjut dia, saat memasuki tahun ajaran baru sekarang ini, dimana petani membutuhkan uang untuk biaya anak sekolah.
Sehingga pengepul atau eksportir memanfaatkan momen tersebut untuk membeli biji kopi petani dengan harga murah.
Sunyoto (65) petani asal Waytenong Lampung Barat mengatakan bahwa harga biji kopi asalan saat ini turun dari Rp23.000/kg menjadi Rp19.000/kg.
"Harga kopi sebetulnya tergantung kualitas. Jika kualitasnya bagus harga juga mengikuti," jelasnya.
Penurunan harga kopi, lanjut dia, tergantung beberapa faktor, diantaranya produksi yang banyak, serta kualitas komoditas tersebut yang rendah.
Sebelumnya, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi berkomitmen meningkatkan produksi kopi daerah itu yang saat ini dinilai masih rendah.
"Saya sangat berkomitmen dalam menyejahterakan petani Lampung. Tahun depan saya akan mengembangkan kopi di Lampung, yang mana biasanya produksi kopi hanya kisaran 0,78 ton per hektare ke depannya akan menjadi 4 ton per hektare," katanya.
Ia menyebutkan produksi kopi Indonesia, khususnya di Lampung dapat mengalahkan produksi kopi Vietnam.
Menurut dia, sekitar 10-15 tahun lalu Vietnam belajar tentang kopi di Lampung, namun mereka sekarang bisa menghasilkan kopi 7 ton per hektare.
Karena itu, lanjut dia, tata cara pengelolaan tanaman kopi yang dilakukan secara tradisional akan diubah dengan cara yang lebih modern.
Selain itu, pihaknya juga akan menyediakan bibit kopi unggul yang cocok dibudidayakan di Lampung.
"Kami akan bekerja sama dengan Puslitkoka di Jawa Timur untuk penyediaan bibit unggul kopi," kata dia.
Arinal menjelaskan bibit kopi tersebut nantinya akan disebar di sentra perkebunan kopi Lampung seperti Lampung Barat, Tanggamus dan Way Kanan.
Arinal menjelaskan penanaman kopi itu nantinya tidak harus di kawasan hutan, tetapi dapat ditanam dengan memanfaatkan lahan sendiri.
"Insya Allah kopi kita nanti bisa berada di kawasan hutan rakyat, sehingga bisa diterapkan penggunaan teknologinya. Dan nanti bukan hanya kopi saja, tetapi coklat juga akan diterapkan yang produksinya mencapai 4 ton per hektare," tambahnya.
Provinsi Lampung merupakan penghasil kopi robusta terbesar di Tanah Air dengan produksi antara 90.000 hingga 100.000 ton per tahun.