Jakarta (Antaranews Lampung) - Isu potensi terjadinya tsunami di Jawa bagian barat adalah sebuah kajian pemodelan secara ilmiah, tegas Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto.

"Datangnya bisa saja masih lama, bisa saja juga tidak terjadi. Masyarakat tidak perlu galau dengan pemberitaan yang tidak lengkap atau sensasional," katanya di Jakarta, Rabu (4/4).

Potensi tsunami di Jawa bagian barat yang dimaksud adalah hasil kajian akademis awal dari simulasi model komputer, menggunakan sumber tsunami dari gempa bumi di tiga titik potensi gempa bumi "megathrust", yakni Enggano, Selat Sunda dan Jawa Barat bagian selatan.

Skenario terburuknya itu (total ada enam skenario), jika gempa terjadi secara bersamaan di tiga titik potensi gempa, dan dengan skala tertinggi, 9 Skala Richter (SR). Skenario ini apabila dibuat simulasi permodelan maka akan menimbulkan tsunami yang dahsyat.

"Tapi perlu ditekankan bahwa ini adalah pemodelan yang ditujukan guna mencari solusi langkah mitigasi andai bencana terjadi," kata Unggul.

Hasil simulasi model komputer dari skenario terburuk ini mengindikasikan ketinggian tsunami di wilayah pantai utara Jawa bagian barat maksimum mencapai 25 meter (m), dan di wilayah pantai barat-selatan maksimum hingga 50 m.

Namun, ia menegaskan bahwa ini baru sebuah pembicaraan atau permodelan, dan menggunakan data batimetri sekunder, bukan data primer. Hal tersebut masih harus didalami lebih lanjut, jadi belum bisa dijustifikasi pasti akan terjadi seperti itu.

Hal ini pun disampaikan dalam pertemuan ilmiah untuk mencari langkah mitigasi terbaik dalam menghadapi bencana tsunami, jelas Kepala BPPT.

Terkait dengan hasil kajian awal potensi tsunami di Jawa bagian barat yang telah disampaikan di atas maka perlu dilakukan tindak lanjut berupa kajian dengan menggunakan data yang lebih akurat. Meskipun ini adalah hasil kajian awal, tapi telah mengindikasikan adanya potensi ancaman tsunami yang besar di sepanjang pantai Jawa bagian barat.

"Bagi masyarakat sendiri, yang terpenting jangan cepat panik karena seperti yang disampaikan sebelumnya ini masih potensi, belum tentu kapan terjadinya kita tidak mengetahuinya, bisa saja terjadi bertahun-tahun lagi, bahkan mungkin juga seribu tahun, tidak ada yang tahu pasti masalah gempa, termasuk juga skalanya, bisa besar sekali, bisa juga tidak terjadi seperti itu," lanjut dia.

Ia lalu membandingkan bencana yang pernah dialami Jepang, yang diklaim sebagai negara yang paling siap menghadapi gempa. "Berkaca pada tsunami yang terjadi di Jepang, mereka juga kecolongan," katanya.

Jepang menunggu gempa terjadi di sekitar Tokyo, lalu setelah itu gempa di Sendai. Tapi apa yang terjadi, gempa Tokyo yang ditunggu tidak datang, gempa justru terjadi di Sendai, ujar dia.

"Jepang itu paling siap dengan gempa, mereka bikin dinding hingga lebih 8 meter, namun tsunami yang terjadi sampai bisa 15 meter, dengan demikian terlampaui dinding yang berada di sepanjang pantai Sendai. Ini merupakan salah satu contoh bahwa gempa paling sulit sekali diprediksi kapan terjadinya dan berapa besar skalanya," lanjutnya.

Sebagai informasi, isu potensi tsunami di Jawa bagian Barat ini awalnya bersumber dari kegiatan Seminar Ilmiah oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam rangka memperingati Hari Meteorologi Dunia ke-68 yang dilaksanakan Selasa (3/4), di Gedung Auditorium BMKG Jakarta dengan topik "Sumber-sumber Gempa Bumi dan Potensi Tsunami di Jawa Bagian Barat".

Pewarta : Vira P Setyorini
Editor : Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2024