Riyadh, Arab Saudi (Antara/Reuters) - Putra Mahkota Kerjaaan Arab Saudi Pangeran Muhammad bin Salman mengatakan, wanita di negaranya tidak perlu memakai penutup kepala atau abaya hitam --jubah longgar dan panjang yang merupakan simbol kesalehan Islam-- selama pakaian mereka "layak dan sopan,".
Dengan naiknya kekuasaan Pangeran Mohammad bin Salman, kerajaan tersebut telah menampilkan perluasan pada hak perempuan, termasuk keputusan untuk mengizinkan wanita menghadiri acara olahraga umum dan hak untuk mengendarai mobil mulai musim panas ini.
Perubahan tersebut telah dipuji sebagai bukti kecenderungan progresif baru terhadap modernisasi di kerajaan Muslim yang sangat konservatif, walaupun negara yang membedakan gender tersebut terus dikritik karena kendala yang terus berlanjut pada perempuan.
"Hukum tersebut sangat jelas dan diatur dalam hukum syariah (hukum Islam): bahwa wanita mengenakan pakaian yang layak dan sopan, seperti pria," kata Pangeran Mohammad dalam sebuah wawancara dengan televisi CBS yang disiarkan pada Ahad.
"Bagaimanapun, hal ini tidak secara khusus menentukan abaya hitam atau penutup kepala hitam. Keputusan sepenuhnya diserahkan kepada wanita untuk memutuskan jenis pakaian apa yang layak dan sopan yang dia pilih untuk dipakai," tambahnya.
Seorang ulama senior mengatakan pada bulan lalu bahwa wanita harus berpakaian sopan, tapi ini tidak mengharuskan mengenakan abaya.
Masih belum jelas apakah pernyataan tersebut menandakan adanya perubahan dalam penegakan kode berpakaian perempuan di kerajaan tersebut. Arab Saudi tidak memiliki kode hukum tertulis yang membentuk hukum syariah, dan polisi serta pengadilan telah lama menerapkan sebuah peraturan ketat tentang berpakaian yang mengharuskan wanita Saudi memakai abaya, dan dalam banyak kasus menutupi rambut dan wajah mereka.
Namun kerajaan tersebut telah menyaksikan iklim baru kebebasan sosial dengan kebangkitan putra mahkota berusia 32 tahun itu untuk berkuasa setelah puluhan tahun dipimpin penguasa tua.
Wanita Saudi telah mulai memakai abaya yang lebih berwarna dalam beberapa tahun terakhir, warna biru dan merah muda cerah yang sangat kontras dengan warna hitam tradisional. Abaya terbuka dengan rok panjang atau celana jin juga menjadi lebih umum di beberapa bagian negara tersebut.
Pada 8 Maret, sekelompok wanita di salah satu kota di Saudi, Jeddah menandai Hari Perempuan Internasional dengan menjalankan salah satu kebebasan mereka yang baru diperoleh: hak untuk pergi joging, tanpa memperhatikan orang yang memandangnya.
Namun, para pegiat telah mengecam sistem perwalian negara yang mewajibkan anggota keluarga laki-laki memberikan izin kepada seorang wanita untuk belajar di luar negeri, melakukan perjalanan dan kegiatan lainnya.
Pekan lalu, pengawas hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta Arab Saudi untuk mengakhiri praktik diskriminatif terhadap perempuan termasuk perwalian laki-laki, dan memberi mereka akses penuh terhadap keadilan.
Penerjemah: Devi/M. Anthoni
Dengan naiknya kekuasaan Pangeran Mohammad bin Salman, kerajaan tersebut telah menampilkan perluasan pada hak perempuan, termasuk keputusan untuk mengizinkan wanita menghadiri acara olahraga umum dan hak untuk mengendarai mobil mulai musim panas ini.
Perubahan tersebut telah dipuji sebagai bukti kecenderungan progresif baru terhadap modernisasi di kerajaan Muslim yang sangat konservatif, walaupun negara yang membedakan gender tersebut terus dikritik karena kendala yang terus berlanjut pada perempuan.
"Hukum tersebut sangat jelas dan diatur dalam hukum syariah (hukum Islam): bahwa wanita mengenakan pakaian yang layak dan sopan, seperti pria," kata Pangeran Mohammad dalam sebuah wawancara dengan televisi CBS yang disiarkan pada Ahad.
"Bagaimanapun, hal ini tidak secara khusus menentukan abaya hitam atau penutup kepala hitam. Keputusan sepenuhnya diserahkan kepada wanita untuk memutuskan jenis pakaian apa yang layak dan sopan yang dia pilih untuk dipakai," tambahnya.
Seorang ulama senior mengatakan pada bulan lalu bahwa wanita harus berpakaian sopan, tapi ini tidak mengharuskan mengenakan abaya.
Masih belum jelas apakah pernyataan tersebut menandakan adanya perubahan dalam penegakan kode berpakaian perempuan di kerajaan tersebut. Arab Saudi tidak memiliki kode hukum tertulis yang membentuk hukum syariah, dan polisi serta pengadilan telah lama menerapkan sebuah peraturan ketat tentang berpakaian yang mengharuskan wanita Saudi memakai abaya, dan dalam banyak kasus menutupi rambut dan wajah mereka.
Namun kerajaan tersebut telah menyaksikan iklim baru kebebasan sosial dengan kebangkitan putra mahkota berusia 32 tahun itu untuk berkuasa setelah puluhan tahun dipimpin penguasa tua.
Wanita Saudi telah mulai memakai abaya yang lebih berwarna dalam beberapa tahun terakhir, warna biru dan merah muda cerah yang sangat kontras dengan warna hitam tradisional. Abaya terbuka dengan rok panjang atau celana jin juga menjadi lebih umum di beberapa bagian negara tersebut.
Pada 8 Maret, sekelompok wanita di salah satu kota di Saudi, Jeddah menandai Hari Perempuan Internasional dengan menjalankan salah satu kebebasan mereka yang baru diperoleh: hak untuk pergi joging, tanpa memperhatikan orang yang memandangnya.
Namun, para pegiat telah mengecam sistem perwalian negara yang mewajibkan anggota keluarga laki-laki memberikan izin kepada seorang wanita untuk belajar di luar negeri, melakukan perjalanan dan kegiatan lainnya.
Pekan lalu, pengawas hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta Arab Saudi untuk mengakhiri praktik diskriminatif terhadap perempuan termasuk perwalian laki-laki, dan memberi mereka akses penuh terhadap keadilan.
Penerjemah: Devi/M. Anthoni