Jakarta (ANTARA Lampung) - Komunitas wartawan film dan kebudayaan serta kritikus film mempertanyakan kinerja panitia Festival Film Indonesia (FFI) tahun 2017 karena dinilai menunjukkan sejumlah ketidakprofesionalan dan kurangnya transparansi.
"Penyelenggaraan FFI 2017 dibiayai uang negara baik APBN maupun APBD. Karena itu, penyelenggaraan FFI 2017 harus dapat dipantau dan diawasi secara terbuka oleh publik, termasuk kami para wartawan film dan kebudayaan serta kritikus film," kata juru bicara komunitas, Wina Armada, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, keberadaan dan pelaksanaan FFI yang digelar sejak 1955 tidak dapat dilepaskan dari peranan dan kedudukan wartawan film dan kebudayaan serta kritikus film Indonesia.
Begitu pula tatkala FFI sempat berhenti dan akan dihidupkan kembali, lanjutnya, wartawan film dan kebudayaan merelakan pemilihan aktris dan aktor terbaik yang diselenggarakan wartawan dileburkan ke dalam FFI.
"Dengan demikian, FFI bukanlah milik segelintir orang. Karena itu, kami senantiasa memiliki kepedulian terhadap penyelenggaraan FFI, termasuk terhadap penyelenggaraan FFI 2017," ucapnya.
Ia memaparkan, dalam syarat film peserta FFI 2017 disebutkan bahwa film peserta FFI 2017 harus sudah diputar di tempat umum berbayar dan menurut UU Perfilman, setiap film yang diputar umum untuk publik harus lebih dahulu lulus sensor dan mempunyai Surat Tanda Lolos Sensor.
Namun, lanjutnya, film Posesif yang diumumkan menjadi salah satu nominasi film terbaik ternyata baru disensor sehari setelah diumumkan sebagai peraih nominasi FFI 2017.
"Kami sudah berkali-kali secara terbuka meminta mekanisme sistem ini dijelaskan kepada publik dan apabila ada kekurangan untuk segera diperbaiki, tetapi tidak mendapat tanggapan yang memadai dari Panitia FFI 2017," katanya.
Ia mengemukakan, sepanjang film Posesif masih diikutsertakan dalam FFI 2017 maka panitia dapat dinilai bekerja tidak profesional dan tidak demokratis karena tidak bersedia membuka pintu dialog untuk memperbaiki kekurangan yang ada.
Untuk itu, komunitas juga meminta aparat hukum terkait menyelidiki dan menyidik kemungkinan adanya perbuatan pelanggaran dalam pemakaian dana dari APBN atau APBD serta mekanisme sistem yang dipakai panitia, kata Wina. (ANTARA)
"Penyelenggaraan FFI 2017 dibiayai uang negara baik APBN maupun APBD. Karena itu, penyelenggaraan FFI 2017 harus dapat dipantau dan diawasi secara terbuka oleh publik, termasuk kami para wartawan film dan kebudayaan serta kritikus film," kata juru bicara komunitas, Wina Armada, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, keberadaan dan pelaksanaan FFI yang digelar sejak 1955 tidak dapat dilepaskan dari peranan dan kedudukan wartawan film dan kebudayaan serta kritikus film Indonesia.
Begitu pula tatkala FFI sempat berhenti dan akan dihidupkan kembali, lanjutnya, wartawan film dan kebudayaan merelakan pemilihan aktris dan aktor terbaik yang diselenggarakan wartawan dileburkan ke dalam FFI.
"Dengan demikian, FFI bukanlah milik segelintir orang. Karena itu, kami senantiasa memiliki kepedulian terhadap penyelenggaraan FFI, termasuk terhadap penyelenggaraan FFI 2017," ucapnya.
Ia memaparkan, dalam syarat film peserta FFI 2017 disebutkan bahwa film peserta FFI 2017 harus sudah diputar di tempat umum berbayar dan menurut UU Perfilman, setiap film yang diputar umum untuk publik harus lebih dahulu lulus sensor dan mempunyai Surat Tanda Lolos Sensor.
Namun, lanjutnya, film Posesif yang diumumkan menjadi salah satu nominasi film terbaik ternyata baru disensor sehari setelah diumumkan sebagai peraih nominasi FFI 2017.
"Kami sudah berkali-kali secara terbuka meminta mekanisme sistem ini dijelaskan kepada publik dan apabila ada kekurangan untuk segera diperbaiki, tetapi tidak mendapat tanggapan yang memadai dari Panitia FFI 2017," katanya.
Ia mengemukakan, sepanjang film Posesif masih diikutsertakan dalam FFI 2017 maka panitia dapat dinilai bekerja tidak profesional dan tidak demokratis karena tidak bersedia membuka pintu dialog untuk memperbaiki kekurangan yang ada.
Untuk itu, komunitas juga meminta aparat hukum terkait menyelidiki dan menyidik kemungkinan adanya perbuatan pelanggaran dalam pemakaian dana dari APBN atau APBD serta mekanisme sistem yang dipakai panitia, kata Wina. (ANTARA)