Islamabad (Antara/Reuters) - Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif memuji film dokumenter tentang "pembunuhan demi kehormatan" yang meraih Piala Oscar, Minggu (28/2), sebagaimana desakan para aktivis agar merevisi undang-undang untuk menghukum mereka yang membunuh perempuan yang dianggap mempermalukan keluarganya.
Film Sharmeen Obaid Chinoy yang berjudul "A Girl in the River: The Price of Forgiveness" bersumber dari cerita seorang perempuan muda yang selamat dari pukulan, tembakan, dan diceburkan ke sungai oleh ayah dan pamannya setelah menikah dengan seorang pria tanpa mendapat persetujuan dari mereka.
Sharif, Senin, mengulangi pernyataannya bahwa pemerintahannya sedang memproses hukum para pelaku untuk menghentikan pembunuhan tersebut.
"Perempuan seperti Nona Sharmeen Obaid Chinoy tidak hanya membanggakan rakyat Pakistan, melainkan juga sumber penting atas kontribusinya terhadap barisan peradaban di dunia," kata Sharif dalam pernyataan pujian atas kemenangan Oscar untuk kategori Cerita Pendek Dokumenter Terbaik.
Piala Oscar tersebut merupakan yang kedua diraih oleh sutradara Obaid-Chinoy yang pada 2012 menjadi orang pertama Pakistan yang meraih Piala Oscar atas film dokumenter tentang kengerian yang dialami oleh perempuan atas serangan kejam.
Kekerasan dalam rumah tangga, diskiriminasi ekonomi, pembunuhan demi kehormatan, dan serangan keji membuat Pakistan dikategorikan sebagai negara ketiga paling berbahaya bagi perempuan, sebagaimana hasil jejak pendapat para ahli Thomson Reuters Foundation pada 2011.
Lebih dari 500 pria dan wanita tewas dalam pembunuhan demi kehormatan pada 2015, sebagaimana data Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan (HRCP).
Sebagian besar dari mereka tidak pernah dibawa ke penuntutan.
Namun, Senin, setelah enam tahun sidang berlangsung, Pengadilan Kota Lahore, menjatuhkan vonis hukuman mati dua bersaudara atas pembunuhan saudara perempuan mereka pada 2009 karena menikah dengan pria pilihannya.
Film "A Girl in the River: The Price of Forgiveness" menceritakan kisah Saba yang berusia 19 tahun dari Provinsi Punjab yang selamat dari upaya pembunuhan, namun dipaksa untuk memaafkan para pelakunya.
Penerjemah : MI Ilmie/Chaidar
Film Sharmeen Obaid Chinoy yang berjudul "A Girl in the River: The Price of Forgiveness" bersumber dari cerita seorang perempuan muda yang selamat dari pukulan, tembakan, dan diceburkan ke sungai oleh ayah dan pamannya setelah menikah dengan seorang pria tanpa mendapat persetujuan dari mereka.
Sharif, Senin, mengulangi pernyataannya bahwa pemerintahannya sedang memproses hukum para pelaku untuk menghentikan pembunuhan tersebut.
"Perempuan seperti Nona Sharmeen Obaid Chinoy tidak hanya membanggakan rakyat Pakistan, melainkan juga sumber penting atas kontribusinya terhadap barisan peradaban di dunia," kata Sharif dalam pernyataan pujian atas kemenangan Oscar untuk kategori Cerita Pendek Dokumenter Terbaik.
Piala Oscar tersebut merupakan yang kedua diraih oleh sutradara Obaid-Chinoy yang pada 2012 menjadi orang pertama Pakistan yang meraih Piala Oscar atas film dokumenter tentang kengerian yang dialami oleh perempuan atas serangan kejam.
Kekerasan dalam rumah tangga, diskiriminasi ekonomi, pembunuhan demi kehormatan, dan serangan keji membuat Pakistan dikategorikan sebagai negara ketiga paling berbahaya bagi perempuan, sebagaimana hasil jejak pendapat para ahli Thomson Reuters Foundation pada 2011.
Lebih dari 500 pria dan wanita tewas dalam pembunuhan demi kehormatan pada 2015, sebagaimana data Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan (HRCP).
Sebagian besar dari mereka tidak pernah dibawa ke penuntutan.
Namun, Senin, setelah enam tahun sidang berlangsung, Pengadilan Kota Lahore, menjatuhkan vonis hukuman mati dua bersaudara atas pembunuhan saudara perempuan mereka pada 2009 karena menikah dengan pria pilihannya.
Film "A Girl in the River: The Price of Forgiveness" menceritakan kisah Saba yang berusia 19 tahun dari Provinsi Punjab yang selamat dari upaya pembunuhan, namun dipaksa untuk memaafkan para pelakunya.
Penerjemah : MI Ilmie/Chaidar