Kotabumi, Lampung (ANTARA Lampung) - Pengadilan Negeri Kotabumi Lampung Utara menggelar sidang praperadilan Ketua DPRD Lampung Utara Rachmat Hartono terhadap Kejaksaan Negeri Kotabumi atas penangkapannya dalam dugaan kasus korupsi pada proyek pembangunan Jalan Jenderal Sudirman Kotabumi.

Sidang praperadilan yang digelar di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri Kotabumi, Kamis (4/6), dipimpin hakim Masridawati, dihadiri penasihat hukum Rachmat Hartono, Ahmad Handoko, dan dari Kejaksaan Negeri Kotabumi Jaksa Ardi Wibowo dan Fajar.

Agenda sidang adalah pembacaan permohonan sidang praperadilan dari pemohon, kuasa hukum Rachmat Hartono, Ahmad Handoko, tanpa dihadiri oleh Rachmat Hartono.

Menurut Ahmad Handoko, selaku penasihat hukum Ketua DPRD Lampung Utara itu, sidang praperadilan dilakukan dengan alasan, kliennya mengajukan praperadilan karena dirinya merasa tidak mengetahui adanya kasus tersebut.

Dalam perkara tersebut, penetapan tersangka atas Rachmat Hartono disinyalir tanpa didukung oleh dua alat bukti.

Dia menyatakan, ada salah satu pihak yang sudah mengakui perbuatan yang menyeret kliennya tersebut.

Ia menegaskan bahwa dari pengakuan itu, Rachmat Hartono dinyatakan tidak terlibat dalam pekerjaan Jalan Jenderal Sudirman Kotabumi. Hanya ada nama, tetapi tanda tangannya dipalsukan dan komisarisnya sudah mengakui, ujar Handoko pula.

"Adapun ada nama itu, sehingga seharusnya yang dikenakan pidana yakni Oganda Najaya, bukan kliennya," kata dia.

Oganda Najaya juga sudah divonis oleh Pengadilan Tipikor Lampung selama setahun. Karena itu, penetapan tersangka, pidananya dianggap salah yang ditujukan kepada Rachmat Hartono.

Handoko juga menyatakan, kasus penahanan terhadap kliennya diduga terkesan dipaksakan. "Salah satunya sudah ada pengakuan dari seorang tersangka, yakni Oganda Najaya yang mengaku telah melakukan tindak pemalsuan tanda tangan Rachmat Hartono, yang menyebabkan adanya tidak pidana korupsi Jalan Jenderal Sudirman Kotabumi," kata Ahmad Handoko.

Selanjutnya, dia mensinyalir surat perintah penyidikan juga dianggap tidak sah. Padahal sprindik itu adalah muara dari penetapan tersangka, sehingga harus ada bukti yang menunjukkan keterlibatan Rachmat Hartono dalam proyek pekerjaan tersebut.

Menurut dia, Kejaksaan tidak punya bukti klinenya terlibat. Ia menganggap, kejaksaan dalam menetapkan tersangka karena dia sebagai Direktur PT Way Sabuk.

Tetapi, pihaknya akan menunjukkan beberapa fakta bahwa kliennya tidak mengetahui pekerjaan tersebut.

Kemudian, hal ini juga sesuai dengan pengakuan dari PPK, PPTK, konsultan pengawas dan pelaksana pengawas, Oganda Najaya.

"Dia (Oganda Najaya, Red) inilah yang mencantumkan nama Rachmat Hartono dengan cara melakukan pemalsuan tanda tangannya," kata Handoko.

Atas dasar itulah, pihaknya dapat memulihkan nama baik Rachmat Hartono, di media massa dengan cara meminta maaf secara terbuka. "Kami juga minta Rachmat Hartono dibebaskan," ujar dia.

Sidang ini berjalan sekitar satu jam, dan akan dilanjutkan kembali pada Jumat (5/6), dengan agenda mendengarkan jawaban dari termohon (jaksa). Mereka akan menjawabnya secara tertulis kepada majelis hakim.

Agenda sidang praperadilan tersebut semula dijadwalkan akan dimulai pada pukul 10.00 WIB, namun baru digelar pukul 11.30 WIB.
 

Pewarta : Sarnubi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024