Jakarta (ANTARA Lampung) - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum divonis 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS.
Ketua majelis hakim Haswandi di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (24/9), mengatakan Anas divonis selama itu karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.
"Menyatakan terdakwa Anas Urbaningrum terbukti secara sah meyakinkan bersalah menyatakan bahwa terdakwa Anas Urbaningrum terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan berlanjut dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan secara berulang kali sebagaimana dakwaan kesatu subsider dan dakwaan kedua dan menjatuhkan pidana terhadap Anas Urbaningrum tersebut dengan pidana penjara selama 8 tahun ditambah denda sebanyak Rp300 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 bulan" katanya .
Putusan itu diputuskan oleh majelis hakim yang terdiri dari Haswandi, Prim Haryadi, Sutio Jumadi, Joko Subagyo dan Slamet Subagyo.
"Hal yang memberatkan adalah sebagai anggota DPR, ketua fraksi, dan ketua umum partai seharusnya memberikan teladan baik kepada masyarakat tentang pejabat negara yang bersih bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme; terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas korupsi di segala bidang; terdakwa tidak mendukung spirit masyarakat, bangsa dan negara untuk memberantas korupsi; dan terdakwa tidak mendukung semangat membangun sistem politk bebas korupsi, kolusi, nepotisme," kata Haswandi.
Sedangkan hal yang meringankan adalah pernah mendapat penghargaan bintang jasa utama 1999, belum pernah dihukum berlaku dan sopan di persidangan.
Vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yaitu 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan dan ditambah hukuman tambahan yaitu membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp94,18 miliar dan 5,26 juta dolar AS, pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik, serta pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama PT Arina Kotajaya seluas kurang lebih lima hingga 10 ribu hektare di Kecamatan Bengalon dan Kongbeng, Kabupaten Kutai Timur.
Dakwaan yang tidak diloloskan oleh hakim adalah dakwaan pertama primer yaitu pasal 12 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 pasal 64 ayat 1 KUHP dan pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang tentang perbuatan menyamarkan harta kekayaan yang diperoleh dari perbuatan tindak pidana.
Selain itu Anas juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti.
Uang itu digunakan untuk pembayaran penyewaan apartemen Senayan City dan Ritz Carlton, biaya menghadirkan ratusan Dewan Pimpinan Cabang di Hotel Sultan, biaya makan di restoran Peacook, memperian uang saku untuk setiap DPC, koordinator DPC dan biaya entertainment. biaya melalukan roadshow ke seluruh wilayah Indonesia, biaya dekralarsi pencalonan sebagai ketua umum di Hotel Sultan, pembayaran "event organizer".
Hakim juga menilai bahwa Anas terbukti menerima hadiah berupa mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta.
"Terdakwa mengatakan mobil Harrier pembelian sendiri dengan mengangsur, majelis tidak sependapat karena tidak didukung alat bukti surat, sebaliknya saksi Neneng Sri Mulyani mengatakan membayar Rp150 juta dan sisanya dibayar PC Pacific sebesar Rp520 juta," tambah hakim.
Anas juga terbukti menerima hadiah berupa survei dari Lingkaran Survei Indonesia senilai Rp478 juta dengan harapan dari Direktur LSI, Denny JA dapat memperoleh pekerjaan survei bupati dan wali kota dari Partai Demokrat.
Hadiah lain yang terbukti adalah mobil Toyota Vellfire senilai Rp735 juta.
Sedangkan mengenai pencucian uang, Anas hanya terbukti pada dakwaan kedua yaitu membeli sejumlah tanah dan bangunan di beberapa tempat di Yogyakarta.
"Terdakwa terbukti menyembunyikan atau menyamarkan asal usul kekayaan telah terpenuhi dalam perbuatan terdakwa," kata hakim Prim Haryadi.
Anas mendapatkan bantuan dana dari M Nazaruddin melalui Permai Grup sebesar Rp30 miliar dan 5,225 juta dolar AS untuk pemenangan sebagai Ketum Partai Demokrat dalam kongres di Bandung 2010. Namun dari uang itu masih tersisa 1,3 juta dolar AS dan Rp700 juta kemudian disimpan oleh manajer keuangan Permai Grup Yulianis untuk dijadikan satu dengan dana yang diperoleh dari fee proyek lain.
Hakim menilai Anas terbukti menggunakan sisa dana tersebut untuk membeli tanah dan bangunan di Duren Sawit (Rp3,5 miliar), tanah di Duren Sawit (Rp690 juta) dan tanah dan bangunan atas nama mertuanya Atabik Ali di Mantrijeron (Rp15,74 miliar).
Sedangkan tanah di Sewon seluas 280 meter persegi senilai Rp600 juta dan seluas 350 meter persegi juga ada di Sewon atas nama Dina Zad (ipar Anas) sebesar Rp350 juta tidak dinilai sebagai tindak pidana pencucian uang.
Hakim juga tidak setuju pada dakwaan ketiga yaitu Anas melakukan pencucian uang berupa berupa pencucian uang pada PT Arina Kota Jaya di Kutai Timur.
Atas putusan itu, baik Anas maupun jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir.
Ketua majelis hakim Haswandi di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (24/9), mengatakan Anas divonis selama itu karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.
"Menyatakan terdakwa Anas Urbaningrum terbukti secara sah meyakinkan bersalah menyatakan bahwa terdakwa Anas Urbaningrum terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan berlanjut dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan secara berulang kali sebagaimana dakwaan kesatu subsider dan dakwaan kedua dan menjatuhkan pidana terhadap Anas Urbaningrum tersebut dengan pidana penjara selama 8 tahun ditambah denda sebanyak Rp300 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 bulan" katanya .
Putusan itu diputuskan oleh majelis hakim yang terdiri dari Haswandi, Prim Haryadi, Sutio Jumadi, Joko Subagyo dan Slamet Subagyo.
"Hal yang memberatkan adalah sebagai anggota DPR, ketua fraksi, dan ketua umum partai seharusnya memberikan teladan baik kepada masyarakat tentang pejabat negara yang bersih bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme; terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas korupsi di segala bidang; terdakwa tidak mendukung spirit masyarakat, bangsa dan negara untuk memberantas korupsi; dan terdakwa tidak mendukung semangat membangun sistem politk bebas korupsi, kolusi, nepotisme," kata Haswandi.
Sedangkan hal yang meringankan adalah pernah mendapat penghargaan bintang jasa utama 1999, belum pernah dihukum berlaku dan sopan di persidangan.
Vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yaitu 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan dan ditambah hukuman tambahan yaitu membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp94,18 miliar dan 5,26 juta dolar AS, pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik, serta pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama PT Arina Kotajaya seluas kurang lebih lima hingga 10 ribu hektare di Kecamatan Bengalon dan Kongbeng, Kabupaten Kutai Timur.
Dakwaan yang tidak diloloskan oleh hakim adalah dakwaan pertama primer yaitu pasal 12 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 pasal 64 ayat 1 KUHP dan pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang tentang perbuatan menyamarkan harta kekayaan yang diperoleh dari perbuatan tindak pidana.
Selain itu Anas juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti.
"Membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS bila tidak dibayar dalam sebulan sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta terdakwa akan disita negara, dan kalau tidak ada harta benda untuk mengganti uang pengganti akan dipidana penjara selama 2 tahun pernjara," kata hakim Haswandi.
Anas dalam dakwaan pertama dinilai terbukti menerima hadiah sebesar Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS yaitu berasal dari PT Adhi Karya sebesar Rp2,2 miliar yang digunakan untuk pencalonan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat melalui Teuku Bagus Mukhammad Noor.
Uang itu digunakan untuk pembayaran penyewaan apartemen Senayan City dan Ritz Carlton, biaya menghadirkan ratusan Dewan Pimpinan Cabang di Hotel Sultan, biaya makan di restoran Peacook, memperian uang saku untuk setiap DPC, koordinator DPC dan biaya entertainment. biaya melalukan roadshow ke seluruh wilayah Indonesia, biaya dekralarsi pencalonan sebagai ketua umum di Hotel Sultan, pembayaran "event organizer".
Hakim juga menilai bahwa Anas terbukti menerima hadiah berupa mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta.
"Terdakwa mengatakan mobil Harrier pembelian sendiri dengan mengangsur, majelis tidak sependapat karena tidak didukung alat bukti surat, sebaliknya saksi Neneng Sri Mulyani mengatakan membayar Rp150 juta dan sisanya dibayar PC Pacific sebesar Rp520 juta," tambah hakim.
Anas juga terbukti menerima hadiah berupa survei dari Lingkaran Survei Indonesia senilai Rp478 juta dengan harapan dari Direktur LSI, Denny JA dapat memperoleh pekerjaan survei bupati dan wali kota dari Partai Demokrat.
Hadiah lain yang terbukti adalah mobil Toyota Vellfire senilai Rp735 juta.
Sedangkan mengenai pencucian uang, Anas hanya terbukti pada dakwaan kedua yaitu membeli sejumlah tanah dan bangunan di beberapa tempat di Yogyakarta.
"Terdakwa terbukti menyembunyikan atau menyamarkan asal usul kekayaan telah terpenuhi dalam perbuatan terdakwa," kata hakim Prim Haryadi.
Anas mendapatkan bantuan dana dari M Nazaruddin melalui Permai Grup sebesar Rp30 miliar dan 5,225 juta dolar AS untuk pemenangan sebagai Ketum Partai Demokrat dalam kongres di Bandung 2010. Namun dari uang itu masih tersisa 1,3 juta dolar AS dan Rp700 juta kemudian disimpan oleh manajer keuangan Permai Grup Yulianis untuk dijadikan satu dengan dana yang diperoleh dari fee proyek lain.
Hakim menilai Anas terbukti menggunakan sisa dana tersebut untuk membeli tanah dan bangunan di Duren Sawit (Rp3,5 miliar), tanah di Duren Sawit (Rp690 juta) dan tanah dan bangunan atas nama mertuanya Atabik Ali di Mantrijeron (Rp15,74 miliar).
Sedangkan tanah di Sewon seluas 280 meter persegi senilai Rp600 juta dan seluas 350 meter persegi juga ada di Sewon atas nama Dina Zad (ipar Anas) sebesar Rp350 juta tidak dinilai sebagai tindak pidana pencucian uang.
Hakim juga tidak setuju pada dakwaan ketiga yaitu Anas melakukan pencucian uang berupa berupa pencucian uang pada PT Arina Kota Jaya di Kutai Timur.
Atas putusan itu, baik Anas maupun jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir.