Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Pengamat politik dari FISIP Universitas Lampung Dr Syarief Makhya MP menyatakan, pemenang Pemilihan Umum Presiden 2014 akan ditentukan oleh massa mengambang, selain beberapa faktor pendukung lainnya.
"Kendati elektabilitas Joko Widodo dari hasil survei lebih unggul sekitar 10 persen dibandingkan elektabilitas Prabowo Subianto, tapi penentuan pemenang pemilihan presiden akan ditentukan oleh massa mengambang yang jumlahnya sekitar 40 persen," ujar Syarief, di Bandarlampung, Senin (19/5), menanggapi deklarasi dua pasangan capres-cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Syarief menyebutkan, faktor pendukung kemenangan capres-cawapres lainnya adalah juga intensitas dan kekuatan kampanye, serta kemampuan mempengaruhi segmen pemilih potensial khususnya kelompok pemilih perempuan (ibu-ibu).
Jumlah pemilih massa mengambang sebesar 40 persen, menurut dia, sangat menentukan dalam pemenangan pilpres yang akan menjadi rebutan kedua pasangan capres itu.
"Intensitas dan kekuatan kampanye terutama penguasaan media massa dan kampanye dengan cara-cara pragmatis di masyarakat lapisan bawah bisa mengubah perilaku pemilih, demikian juga kelompok pemilih perempuan atau ibu-ibu menjadi sasaran kampanye yang strategis karena kelompok ini perilaku politiknya mudah dipengaruhi dan relatif tidak mandiri," ujarnya lagi.
Namun Syarief menyayangkan, fenomena pilpres masih belum berubah, yaitu citranya masih menonjolkan figur bukan pada pertarungan gagasan.
"Yang menempel di kepala masyarakat masih sebatas figur, misalnya Prabowo dipersepsikan sosok yang tegas, berwibawa, dan memiliki karakter kepemimpinan yang kuat. Sementara, Jokowi adalah capres yang dikenal dengan sikapnya yang bersahaja, tampil apa adanya dan jujur," kata dia pula.
Di samping itu, ujar Syarief lagi, isu-isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan kampanye hitam masih sangat dominan dalam persaingan pilpres kali ini.
"Artinya, proses pendewasaan politik pada pilpres masih belum mengalami kemajuan yang berarti," ujarnya.
Syarief menyebutkan, isu korupsi, masalah kemiskinan, buruknya pembangunan infrastruktur, ketimpangan pembangunan antara Pulau Jawa dan luar Jawa, dan masalah kemandirian ekonomi akan tetap menjadi agenda presiden lima tahun ke depan.
Harapannya, kata Syarief lagi, masalah tersebut seharusnya bisa diatasi secara efektif.
Namun, kedua capres baik Prabowo maupun Jokowi tidak akan mudah menyelesaiakan masalah tersebut, karena ada problem ekonomi-politik dan persoalan reformasi birokrasi yang belum berjalan secara efektif, demikian Syarief Makhya pula.
"Kendati elektabilitas Joko Widodo dari hasil survei lebih unggul sekitar 10 persen dibandingkan elektabilitas Prabowo Subianto, tapi penentuan pemenang pemilihan presiden akan ditentukan oleh massa mengambang yang jumlahnya sekitar 40 persen," ujar Syarief, di Bandarlampung, Senin (19/5), menanggapi deklarasi dua pasangan capres-cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Syarief menyebutkan, faktor pendukung kemenangan capres-cawapres lainnya adalah juga intensitas dan kekuatan kampanye, serta kemampuan mempengaruhi segmen pemilih potensial khususnya kelompok pemilih perempuan (ibu-ibu).
Jumlah pemilih massa mengambang sebesar 40 persen, menurut dia, sangat menentukan dalam pemenangan pilpres yang akan menjadi rebutan kedua pasangan capres itu.
"Intensitas dan kekuatan kampanye terutama penguasaan media massa dan kampanye dengan cara-cara pragmatis di masyarakat lapisan bawah bisa mengubah perilaku pemilih, demikian juga kelompok pemilih perempuan atau ibu-ibu menjadi sasaran kampanye yang strategis karena kelompok ini perilaku politiknya mudah dipengaruhi dan relatif tidak mandiri," ujarnya lagi.
Namun Syarief menyayangkan, fenomena pilpres masih belum berubah, yaitu citranya masih menonjolkan figur bukan pada pertarungan gagasan.
"Yang menempel di kepala masyarakat masih sebatas figur, misalnya Prabowo dipersepsikan sosok yang tegas, berwibawa, dan memiliki karakter kepemimpinan yang kuat. Sementara, Jokowi adalah capres yang dikenal dengan sikapnya yang bersahaja, tampil apa adanya dan jujur," kata dia pula.
Di samping itu, ujar Syarief lagi, isu-isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan kampanye hitam masih sangat dominan dalam persaingan pilpres kali ini.
"Artinya, proses pendewasaan politik pada pilpres masih belum mengalami kemajuan yang berarti," ujarnya.
Syarief menyebutkan, isu korupsi, masalah kemiskinan, buruknya pembangunan infrastruktur, ketimpangan pembangunan antara Pulau Jawa dan luar Jawa, dan masalah kemandirian ekonomi akan tetap menjadi agenda presiden lima tahun ke depan.
Harapannya, kata Syarief lagi, masalah tersebut seharusnya bisa diatasi secara efektif.
Namun, kedua capres baik Prabowo maupun Jokowi tidak akan mudah menyelesaiakan masalah tersebut, karena ada problem ekonomi-politik dan persoalan reformasi birokrasi yang belum berjalan secara efektif, demikian Syarief Makhya pula.