Damaskus (Antara/Xinhua-OANA) - Tiga juta warga Suriah di Aleppo, Suriah Baratlaut, tak memperoleh air minuma selama sembilan hari berturut-turut, sebab gerilyawan telah menghentikan pasokan air ke kota yang dilanda konflik tersebut.
"Kota Aleppo telah menjadi sasaran penghukuman kolektif dan pengepungan tak bermoral oleh pelaku teror bersenjata yang telah menghentikan pasokan air, termasuk air bersih dan air minum, buat tiga juta orang di kota tersebut. Sebabnya ialah mereka menolak kehadiran kelompok pelaku teror bersenjata dan kejahatan mereka terhadap warga sipil," kata Kementerian Luar Negeri Suriah, Senin (12/5).
Kelompok garis keras, yang menguasai dua stasiun pompa air utama di Aleppo, telah berhasil menghentikan pasokan air minum buag bagian barat kota itu, yang dikuasai pemerintah. Tindakan tersebut juga telah mempengaruhi bagian Aleppo yang dikuasai gerilyawan, sehingga menciptakan kekurangan air di kubu utama gerilyawan.
"Pelaku teror telah menghalangi pemompaan air melalui Stasiun Suleiman Al-Halabi, yang menjadi sumber utama air minum di Aleppo. Akibat ialah terjadi kekurangan air di seluruh kota itu selama sembilan hari berturut-turut. Mereka malah mengirim air ke Sungai Quiq dan menyia-nyiakannya untuk mencegah warga memperoleh air bersih," kata kementerian tersebut, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa siang.
Meskipun menekankan aksi gerilyawan itu telah menciptakan "dilema besar" bagi rakyat Aleppo, pernyataan tersebut menegaskan Pemerintah Suriah dan lembaga terkait akan melancarkan upaya sangat besar guna memenuhi tuntutan rakyat akan air dengan segala cara dan melalui "penyelesaian mendesak".
Rakyat Aleppo, katanya, dipaksa memperoleh kebutuhan mereka akan air dari sungai dan sumber lain air yang bisa diminum "yang menimbulkan ancaman bagi nyawa warga dan memperingatkan mengenai penyebaran wabah di kalangan warga".
Aleppo, kota terbesar dan pusat ekonomi Suriah, telah muncul sebagai ajang tempur utama dalam krisis di negeri tersebut sejak gerilyawan berikrar akan "membebaskan" Aleppo dari pasukan pemerintah pada Juni 2012.
Penerjemah: Chaidar.
"Kota Aleppo telah menjadi sasaran penghukuman kolektif dan pengepungan tak bermoral oleh pelaku teror bersenjata yang telah menghentikan pasokan air, termasuk air bersih dan air minum, buat tiga juta orang di kota tersebut. Sebabnya ialah mereka menolak kehadiran kelompok pelaku teror bersenjata dan kejahatan mereka terhadap warga sipil," kata Kementerian Luar Negeri Suriah, Senin (12/5).
Kelompok garis keras, yang menguasai dua stasiun pompa air utama di Aleppo, telah berhasil menghentikan pasokan air minum buag bagian barat kota itu, yang dikuasai pemerintah. Tindakan tersebut juga telah mempengaruhi bagian Aleppo yang dikuasai gerilyawan, sehingga menciptakan kekurangan air di kubu utama gerilyawan.
"Pelaku teror telah menghalangi pemompaan air melalui Stasiun Suleiman Al-Halabi, yang menjadi sumber utama air minum di Aleppo. Akibat ialah terjadi kekurangan air di seluruh kota itu selama sembilan hari berturut-turut. Mereka malah mengirim air ke Sungai Quiq dan menyia-nyiakannya untuk mencegah warga memperoleh air bersih," kata kementerian tersebut, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa siang.
Meskipun menekankan aksi gerilyawan itu telah menciptakan "dilema besar" bagi rakyat Aleppo, pernyataan tersebut menegaskan Pemerintah Suriah dan lembaga terkait akan melancarkan upaya sangat besar guna memenuhi tuntutan rakyat akan air dengan segala cara dan melalui "penyelesaian mendesak".
Rakyat Aleppo, katanya, dipaksa memperoleh kebutuhan mereka akan air dari sungai dan sumber lain air yang bisa diminum "yang menimbulkan ancaman bagi nyawa warga dan memperingatkan mengenai penyebaran wabah di kalangan warga".
Aleppo, kota terbesar dan pusat ekonomi Suriah, telah muncul sebagai ajang tempur utama dalam krisis di negeri tersebut sejak gerilyawan berikrar akan "membebaskan" Aleppo dari pasukan pemerintah pada Juni 2012.
Penerjemah: Chaidar.