Di sebuah ladang sebesar 1,5 hektare, seorang pria terlihat duduk membawa pisau kecil tepat di antara dua batang pohon dalam satu rumpun salak.
Sambil sesekali menyeka keringat, ia tampak serius mengamati dompol-dompol salak yang dipenuhi duri kecil-kecil.
"Ini lho, hanya melihat dan membersihkan sedikit dompol salak saja," ujarnya singkat ketika disapa sembari menyunggingkan senyum dan selalu semangat bercerita tentang pengalamannya sebagai petani.
Namanya Tarimin (55), salah satu warga Desa Sumberurip, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Sejak remaja, rutinitasnya bertani. Pekerjaan itu dilakuinya sepeninggal orang tua dan menjadi pekerjaan turun-temurun.
Bapak dua anak itu lantas mengajak melihat-lihat beberapa rumpun salaknya yang sejenis. Ia mengaku belum lama mengembangkan budidaya salak karena sebelumnya bertani cengkeh dan kopi.
"Semua yang ada di ladang ini sejenis, yakni salak pondoh super. Meski kualitasnya masih kalah dengan pondoh madu, tapi jenis pondoh super sangat diminati dan laku di pasaran," kata dia.
Ia mengaku bangga bisa menjadi petani salak. Apalagi, gara-gara bertanam buah rasa manis-manis asam ini, ia bisa menjabat tangan seorang Presiden.
Ya, pada akhir Juli 2013, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkunjung dan melihat keberhasilan petani salak di desanya.
Tidak itu saja, SBY yang datang ditemani Ibu Negara, Ani Yudhoyono, serta sejumlah menteri pun memborong salak-salak yang dihasilkan dari desa yang berada sekitar 700 meter di atas permukaan air laut tersebut.
"Ternyata menjabat tangannya presiden seperti itu dan mantab kalau bersalaman. Pundak saya juga sempat ditepuk-tepuk, meski tidak lama. Rasanya seperti mimpi bisa ditemui dan bersalaman dengan orang besar di negeri ini," ucapnya sembari menunjukkan telapak tangannya yang sudah bersalaman dengan SBY.
Tamirin mengaku baru sekali ini desanya dikunjungi pejabat, apalagi sekelas orang nomor satu di Indonesia. Ia mengaku terharu karena kerja kerasnya selama ini bersama warga desa setempat mampu membuat bangga sekaligus "memaksa" presiden turun gunung meninjau pertanian salak.
Di Lumajang tercatat ada 14 kecamatan sebagai daerah penghasil salak. Yakni, Kecamatan Pronojiwo produktivitasnya 167,70 persen, Tempursari 634,43 persen, Candipuro 698,59 persen, Yosowilangun 392 persen, dan Randuagung 375,18 persen.
Selain, Senduro 225,13 persen, Kedungjajang 291, 25 persen, Kecamatan Tekung 200 persen, Tempeh 160,26 persen, Kunir 122,67 persen, Klakah 256,25 persen, Pasrujambe 40 persen, Rowokangkung 197,42 persen, serta Kecamatan Sukodono 206,90 persen.
Pasar Khusus Salak
Suami Tumini (48) tersebut bercerita bahwa presiden mendoakan petani salak di Pronojiwo pada khususnya dan Lumajang pada umumnya, mampu mengembangkan pertanian lebih maju dan berkembang tidak hanya di dalam negeri, namun sampai mancanegara.
"Saya mengapresiasi khusus bagi para petani di Pronojiwo telah mengembangkan dan memiliki kualitas dan mutu yang lebih baik sehingga peminat semakin tinggi secara terus menerus. Nanti, Menteri Perdagangan dan Gubernur Jatim yang akan dibuatkan pasar khusus salak untuk meningkatkan kesejahteraan petani," kata Tarimin menirukan pesan Presiden SBY.
Tidak itu saja, yang membuat Tarimin serta petani lainnya bangga karena SBY memborong sekitar 4 kuintal salak dan dijadikan sebagai menu buka puasa. Kebetulan saat itu, 30 Juli 2013, memasuki Bulan Ramadhan 1434 Hijriah.
Sebelum berbudidaya salak, dia adalah petani cengkeh dan kopi. Akibat minimnya untung dan perawatan yang tidak mudah, ia dan petani lainnya membuat terobosan menanam tanaman jenis lain.
"Kalau dulu susah tanamnya hingga pemasarannya. Belum lagi anggaran yang harus dikeluarkan tidak kecil, padahal keuntungan tidak besar. Karena itu semua beralih dan menemukan salak sebagai alternatif bertani hingga seperti sekarang ini," katanya.
Melalui salak, penghasilannya mampu mencapai Rp50 juta per tahun per hektare. Penghasilan ini hampir lima kali lipat dari bertanam kopi dengan waktu dan besaran ladang yang sama.
Sebelum beralih bertanam Salak, awalnya Tarimin dan sejumlah petani lainnya berkeliling Jawa, dari satu daerah ke daerah lain, dengan tujuan mencari tahu jenis pertanian yang cocok untuk kawasannya. Hingga akhirnya sampai ke Kabupaten Sleman di Jawa Tengah dan mendapat bibit salak.
Melalui beberapa kali uji coba, tak disangka hasil panen salak manis dan disukai. Sejak itu, dari berbagai penjuru Pulau Jawa, Bali dan sejumlah provinsi dari Indonesia berdatangan, pemesanan pun terus mengalir.
"Tapi kami masih belum bisa memasarkannya ke luar negeri. Ini yang menjadi harapan kami, semoga mampu dipasarkan di mancanegara dan menjadi buah khas Indonesia," katanya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Kecamatan setempat, Sutoto, mengaku nama Salak Pronojiwo merupakan sebutan spontan dan nama dipakai saat menjajakan hasil panen perdana.
Ada tiga jenis salak yang berhasil dibudidayakan dan menjadi produk unggulan masyarakat petani di Kabupaten Lumajang, yakni Pondoh Madu, Pondoh Super dan Gula Pasir.
Jenis Pondoh Madu bibitnya berasal dari Sleman. Harga jual antara Rp20-30 ribu. Untuk jenis Pondoh Super, bibitnya juga berasal dari Sleman dengan harga jualnya Rp2.500 sampai Rp7.500. Berikutnya, jenis Gula Pasir yang bibitnya dari Bali.
Perawatannya tidak rumit, setelah pohon salak berbunga, dilakukan pembungkusan, terbaru dilakukan dengan menggunakan botol plastik air mineral yang dipotong separuh dan sejajar. Tujuannya, agar bunga bakal buah salak tidak tertetes atau teraliri air secara langsung.
Cara itu dilakukan agar proses penyerbukan bisa berlangsung sempurna dan buah yang dihasilkan bisa maksimal, besar dan rasanya enak. Setelah lebih dari 30 hari, botol plastik pembungkus buah bisa dibuka, tujuannya agar cepat besar. Akhirnya, panen buahnya pun bisa dilakukan setiap seminggu sekali.
Perawatannya pun tergolong tidak sulit. Setelah ditanam, langsung diberi pupuk kompos sekali saja tanpa ramuan lain seperti pupuk pabrik yang mengandung pestisida.
Di umur di atas tiga bulan, tanaman ini sudah mendatangkan hasil, yakni tunas baru anak-anakan yang bisa dicabut dan bisa dijual untuk bibit. Selebihnya, pelepahnya juga bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak.
Jembatan Petani-Supermarket
Tentang potensi salak di Lumajang itu, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB) Malang Prof Sumeru Ashari MAgrSc PhD mengaku optimistis budidaya salak pronojiwo khas Lumajang bisa mewakili Jawa Timur atau bahkan Bangsa Indonesia di dunia internasional sebagai buah yang layak dikonsumsi.
"Salak pronojiwo dan sejumlah buah lainnya di Jatim sangat potensial diekspor ke luar negeri. Khas buah-buah di sana sudah tidak diragukan," katanya kepada Antara per telepon.
Hanya saja, pihaknya berharap pemerintah daerah berperan dalam hal pemasaran. Pemerintah, kata dia, wajib menjembatani antara petani dengan pihak supermarket, yakni pihak penjualan.
Sumeru Ashari menilai pemerintah selama ini hanya berbicara teknis tentang proses budidaya pertaniannya saja, namun belum menyentuh perihal marketing/pemasarannya.
"Akan lebih baik jika pemerintah langsung yang meminta pihak supermarket untuk titip produk. Semisal, Bupati setempat selaku raja kecil di daerah untuk mengintervensi supermarket agar mau menjualkan produk khas daerah," katanya.
Menurut dia, pasar yang cocok sudah tentu akan menguntungkan petani. Buah yang dibeli dari petani harus sesuai dengan harga yang dijual pengusaha kecil atau pedagang, sebab fakta yang terjadi buah yang sudah dibeli pedagang atau pengusaha dari petani, dijual dengan harga yang jauh lebih mahal.
Apalagi, keberhasilan mengembangkan budidaya salak Pronojiwo membuat kagum kalangan pertanian tingkat nasional. Tahun ini, masyarakat yang berada di Lereng Semeru itu boleh bangga karena prestasi yang diraihnya.
Setelah mendapat pujian SBY, tim penilai dari Kementerian RI turun langsung memotret pelayanan publik yang diberikan Pemkab Lumajang melalui Dinas Pertanian, khususnya pada Klinik Konsultasi Agrobisnis di Kecamatan Pronojiwo yang menjadi nominasi unggulan peraih peghargaan.
Bupati Lumajang, Sjahrazad Masdar, mengungkapkan daerahnya saat ini merupakan salah-satu daerah potensial di Jawa Timur yang mayoritas masyarakatnya hidup dari sektor pertanian.
"Tidak salah Presiden sangat terkesan hingga menyempatkan diri berkunjung selama dua hari penuh. Ini harus dipertahankan, bahkan lebih dimajukan hingga berkembang ke luar negeri," katanya.
Sementara, penilaian Tim UKPP Kementerian Pertanian RI ini dilakukan sebagai upaya memacu kualitas pelayanan publik di Kabupaten Lumajang seiring dengan semangat reformasi birokrasi. Penilaian yang akan dilakukan berdasarkan standar pelayanan sebagaimana amanat UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik.
"Untuk itu, bukan menang atau penghargaannya yang menjadi tujuan utama, namun pelayanan kepada masyarakat yang terbaik yang menjadi perhatian kami. Ini juga sebagai pengungkit jajaran Dinas Pertanian untuk semakin menggiatkan kegiatan Konsultasi Agrobisnis di UPT Pertanian Kecamatan yang lainnya," kata Masdar.
Selain nominator Adi Bhakti Tani 2013 dari pemerintah tingkat nasional, produk pertanian Lumajang, terutama Salak Pronojiwo Lumajang juga masuk unggulan kedua nasional setelah Sleman, Yogyakarta.
Kepala Pertanian Dinas pertanian Lumajang, Paiman, mengatakan potensi salak di Lumajang berkembang pesat. Perkembangan salak ini menurutnya tergolong cepat. Dari beberapa tahun lalu yang tidak diperhitungkan, kini sudah dilirik banyak kalangan.
"Bahkan dalam pasar nasional, Salak Pronojiwo mulai dibidik perusahaan di pasar nasional. Di Pronojiwo berada di urutan kedua setelah Sleman," katanya.
Terlebih sejak gunung Merapi di Yogyakarta meletus dan dampak erupsinya membuat kualitas salak Sleman menurun. Sementara salak Pronojiwo terus mengalami perkembangan. Mulai dari rasa, produktivitas, hingga pada pangsa pasar yang terus mengalami perbaikan.
Pihaknya mengakui, meski awalnya mengambil benih dari Sleman, namun saat ini salak Pronojiwo tidak ketinggalan jauh. Bahkan bisa bersaing untuk terus menjadi buah unggulan yang diperhitungkan di tingkat nasional.
"Terbukti dengan banyaknya pesanan salak Pronojiwo yang berdatangan. Mulai dari Surabaya, Malang, bandung dan berbagai daerah lain yang membidik pasar salak khas Lumajang ini untuk diperdagangkan," kata dia.
Pemerintah Lumajang, lanjut dia, bakal terus melakukan pembinaan terhadap kelompok-kelompok tani yang sudah puluhan tahun menanam salak.
Tahun ini, pembinaan salak akan terus diintensifkan, salah satunya dengan cara melakukan sekolah lapang pada petani, yakni pembinaan tentang budi daya tanam, cara menanam, cara memanen, termasuk kapan dipangkas, kapan dipupuk, dan kapan di panen.
"Untuk lebih mengoptimalkan perkembangan salak ini, kampung salak juga mulai dirintis. Selain itu, juga bakal menggandeng sejumlah perusahaan besar seperti perbankan, dan perusahaan lain yang bisa membesarkan potensi Salak Pronojiwo," katanya.
Tidak itu saja, sebagai upaya pembentukan agrowisata salak, pihaknya sudah menyiapkan strategi "Petik Salak", yaitu memetik salak langsung di ladang, sembari melihat langsung puncak Gunung Semeru yang memang terlihat sangat jelas.
Sambil sesekali menyeka keringat, ia tampak serius mengamati dompol-dompol salak yang dipenuhi duri kecil-kecil.
"Ini lho, hanya melihat dan membersihkan sedikit dompol salak saja," ujarnya singkat ketika disapa sembari menyunggingkan senyum dan selalu semangat bercerita tentang pengalamannya sebagai petani.
Namanya Tarimin (55), salah satu warga Desa Sumberurip, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Sejak remaja, rutinitasnya bertani. Pekerjaan itu dilakuinya sepeninggal orang tua dan menjadi pekerjaan turun-temurun.
Bapak dua anak itu lantas mengajak melihat-lihat beberapa rumpun salaknya yang sejenis. Ia mengaku belum lama mengembangkan budidaya salak karena sebelumnya bertani cengkeh dan kopi.
"Semua yang ada di ladang ini sejenis, yakni salak pondoh super. Meski kualitasnya masih kalah dengan pondoh madu, tapi jenis pondoh super sangat diminati dan laku di pasaran," kata dia.
Ia mengaku bangga bisa menjadi petani salak. Apalagi, gara-gara bertanam buah rasa manis-manis asam ini, ia bisa menjabat tangan seorang Presiden.
Ya, pada akhir Juli 2013, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkunjung dan melihat keberhasilan petani salak di desanya.
Tidak itu saja, SBY yang datang ditemani Ibu Negara, Ani Yudhoyono, serta sejumlah menteri pun memborong salak-salak yang dihasilkan dari desa yang berada sekitar 700 meter di atas permukaan air laut tersebut.
"Ternyata menjabat tangannya presiden seperti itu dan mantab kalau bersalaman. Pundak saya juga sempat ditepuk-tepuk, meski tidak lama. Rasanya seperti mimpi bisa ditemui dan bersalaman dengan orang besar di negeri ini," ucapnya sembari menunjukkan telapak tangannya yang sudah bersalaman dengan SBY.
Tamirin mengaku baru sekali ini desanya dikunjungi pejabat, apalagi sekelas orang nomor satu di Indonesia. Ia mengaku terharu karena kerja kerasnya selama ini bersama warga desa setempat mampu membuat bangga sekaligus "memaksa" presiden turun gunung meninjau pertanian salak.
Di Lumajang tercatat ada 14 kecamatan sebagai daerah penghasil salak. Yakni, Kecamatan Pronojiwo produktivitasnya 167,70 persen, Tempursari 634,43 persen, Candipuro 698,59 persen, Yosowilangun 392 persen, dan Randuagung 375,18 persen.
Selain, Senduro 225,13 persen, Kedungjajang 291, 25 persen, Kecamatan Tekung 200 persen, Tempeh 160,26 persen, Kunir 122,67 persen, Klakah 256,25 persen, Pasrujambe 40 persen, Rowokangkung 197,42 persen, serta Kecamatan Sukodono 206,90 persen.
Pasar Khusus Salak
Suami Tumini (48) tersebut bercerita bahwa presiden mendoakan petani salak di Pronojiwo pada khususnya dan Lumajang pada umumnya, mampu mengembangkan pertanian lebih maju dan berkembang tidak hanya di dalam negeri, namun sampai mancanegara.
"Saya mengapresiasi khusus bagi para petani di Pronojiwo telah mengembangkan dan memiliki kualitas dan mutu yang lebih baik sehingga peminat semakin tinggi secara terus menerus. Nanti, Menteri Perdagangan dan Gubernur Jatim yang akan dibuatkan pasar khusus salak untuk meningkatkan kesejahteraan petani," kata Tarimin menirukan pesan Presiden SBY.
Tidak itu saja, yang membuat Tarimin serta petani lainnya bangga karena SBY memborong sekitar 4 kuintal salak dan dijadikan sebagai menu buka puasa. Kebetulan saat itu, 30 Juli 2013, memasuki Bulan Ramadhan 1434 Hijriah.
Sebelum berbudidaya salak, dia adalah petani cengkeh dan kopi. Akibat minimnya untung dan perawatan yang tidak mudah, ia dan petani lainnya membuat terobosan menanam tanaman jenis lain.
"Kalau dulu susah tanamnya hingga pemasarannya. Belum lagi anggaran yang harus dikeluarkan tidak kecil, padahal keuntungan tidak besar. Karena itu semua beralih dan menemukan salak sebagai alternatif bertani hingga seperti sekarang ini," katanya.
Melalui salak, penghasilannya mampu mencapai Rp50 juta per tahun per hektare. Penghasilan ini hampir lima kali lipat dari bertanam kopi dengan waktu dan besaran ladang yang sama.
Sebelum beralih bertanam Salak, awalnya Tarimin dan sejumlah petani lainnya berkeliling Jawa, dari satu daerah ke daerah lain, dengan tujuan mencari tahu jenis pertanian yang cocok untuk kawasannya. Hingga akhirnya sampai ke Kabupaten Sleman di Jawa Tengah dan mendapat bibit salak.
Melalui beberapa kali uji coba, tak disangka hasil panen salak manis dan disukai. Sejak itu, dari berbagai penjuru Pulau Jawa, Bali dan sejumlah provinsi dari Indonesia berdatangan, pemesanan pun terus mengalir.
"Tapi kami masih belum bisa memasarkannya ke luar negeri. Ini yang menjadi harapan kami, semoga mampu dipasarkan di mancanegara dan menjadi buah khas Indonesia," katanya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Kecamatan setempat, Sutoto, mengaku nama Salak Pronojiwo merupakan sebutan spontan dan nama dipakai saat menjajakan hasil panen perdana.
Ada tiga jenis salak yang berhasil dibudidayakan dan menjadi produk unggulan masyarakat petani di Kabupaten Lumajang, yakni Pondoh Madu, Pondoh Super dan Gula Pasir.
Jenis Pondoh Madu bibitnya berasal dari Sleman. Harga jual antara Rp20-30 ribu. Untuk jenis Pondoh Super, bibitnya juga berasal dari Sleman dengan harga jualnya Rp2.500 sampai Rp7.500. Berikutnya, jenis Gula Pasir yang bibitnya dari Bali.
Perawatannya tidak rumit, setelah pohon salak berbunga, dilakukan pembungkusan, terbaru dilakukan dengan menggunakan botol plastik air mineral yang dipotong separuh dan sejajar. Tujuannya, agar bunga bakal buah salak tidak tertetes atau teraliri air secara langsung.
Cara itu dilakukan agar proses penyerbukan bisa berlangsung sempurna dan buah yang dihasilkan bisa maksimal, besar dan rasanya enak. Setelah lebih dari 30 hari, botol plastik pembungkus buah bisa dibuka, tujuannya agar cepat besar. Akhirnya, panen buahnya pun bisa dilakukan setiap seminggu sekali.
Perawatannya pun tergolong tidak sulit. Setelah ditanam, langsung diberi pupuk kompos sekali saja tanpa ramuan lain seperti pupuk pabrik yang mengandung pestisida.
Di umur di atas tiga bulan, tanaman ini sudah mendatangkan hasil, yakni tunas baru anak-anakan yang bisa dicabut dan bisa dijual untuk bibit. Selebihnya, pelepahnya juga bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak.
Jembatan Petani-Supermarket
Tentang potensi salak di Lumajang itu, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB) Malang Prof Sumeru Ashari MAgrSc PhD mengaku optimistis budidaya salak pronojiwo khas Lumajang bisa mewakili Jawa Timur atau bahkan Bangsa Indonesia di dunia internasional sebagai buah yang layak dikonsumsi.
"Salak pronojiwo dan sejumlah buah lainnya di Jatim sangat potensial diekspor ke luar negeri. Khas buah-buah di sana sudah tidak diragukan," katanya kepada Antara per telepon.
Hanya saja, pihaknya berharap pemerintah daerah berperan dalam hal pemasaran. Pemerintah, kata dia, wajib menjembatani antara petani dengan pihak supermarket, yakni pihak penjualan.
Sumeru Ashari menilai pemerintah selama ini hanya berbicara teknis tentang proses budidaya pertaniannya saja, namun belum menyentuh perihal marketing/pemasarannya.
"Akan lebih baik jika pemerintah langsung yang meminta pihak supermarket untuk titip produk. Semisal, Bupati setempat selaku raja kecil di daerah untuk mengintervensi supermarket agar mau menjualkan produk khas daerah," katanya.
Menurut dia, pasar yang cocok sudah tentu akan menguntungkan petani. Buah yang dibeli dari petani harus sesuai dengan harga yang dijual pengusaha kecil atau pedagang, sebab fakta yang terjadi buah yang sudah dibeli pedagang atau pengusaha dari petani, dijual dengan harga yang jauh lebih mahal.
Apalagi, keberhasilan mengembangkan budidaya salak Pronojiwo membuat kagum kalangan pertanian tingkat nasional. Tahun ini, masyarakat yang berada di Lereng Semeru itu boleh bangga karena prestasi yang diraihnya.
Setelah mendapat pujian SBY, tim penilai dari Kementerian RI turun langsung memotret pelayanan publik yang diberikan Pemkab Lumajang melalui Dinas Pertanian, khususnya pada Klinik Konsultasi Agrobisnis di Kecamatan Pronojiwo yang menjadi nominasi unggulan peraih peghargaan.
Bupati Lumajang, Sjahrazad Masdar, mengungkapkan daerahnya saat ini merupakan salah-satu daerah potensial di Jawa Timur yang mayoritas masyarakatnya hidup dari sektor pertanian.
"Tidak salah Presiden sangat terkesan hingga menyempatkan diri berkunjung selama dua hari penuh. Ini harus dipertahankan, bahkan lebih dimajukan hingga berkembang ke luar negeri," katanya.
Sementara, penilaian Tim UKPP Kementerian Pertanian RI ini dilakukan sebagai upaya memacu kualitas pelayanan publik di Kabupaten Lumajang seiring dengan semangat reformasi birokrasi. Penilaian yang akan dilakukan berdasarkan standar pelayanan sebagaimana amanat UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik.
"Untuk itu, bukan menang atau penghargaannya yang menjadi tujuan utama, namun pelayanan kepada masyarakat yang terbaik yang menjadi perhatian kami. Ini juga sebagai pengungkit jajaran Dinas Pertanian untuk semakin menggiatkan kegiatan Konsultasi Agrobisnis di UPT Pertanian Kecamatan yang lainnya," kata Masdar.
Selain nominator Adi Bhakti Tani 2013 dari pemerintah tingkat nasional, produk pertanian Lumajang, terutama Salak Pronojiwo Lumajang juga masuk unggulan kedua nasional setelah Sleman, Yogyakarta.
Kepala Pertanian Dinas pertanian Lumajang, Paiman, mengatakan potensi salak di Lumajang berkembang pesat. Perkembangan salak ini menurutnya tergolong cepat. Dari beberapa tahun lalu yang tidak diperhitungkan, kini sudah dilirik banyak kalangan.
"Bahkan dalam pasar nasional, Salak Pronojiwo mulai dibidik perusahaan di pasar nasional. Di Pronojiwo berada di urutan kedua setelah Sleman," katanya.
Terlebih sejak gunung Merapi di Yogyakarta meletus dan dampak erupsinya membuat kualitas salak Sleman menurun. Sementara salak Pronojiwo terus mengalami perkembangan. Mulai dari rasa, produktivitas, hingga pada pangsa pasar yang terus mengalami perbaikan.
Pihaknya mengakui, meski awalnya mengambil benih dari Sleman, namun saat ini salak Pronojiwo tidak ketinggalan jauh. Bahkan bisa bersaing untuk terus menjadi buah unggulan yang diperhitungkan di tingkat nasional.
"Terbukti dengan banyaknya pesanan salak Pronojiwo yang berdatangan. Mulai dari Surabaya, Malang, bandung dan berbagai daerah lain yang membidik pasar salak khas Lumajang ini untuk diperdagangkan," kata dia.
Pemerintah Lumajang, lanjut dia, bakal terus melakukan pembinaan terhadap kelompok-kelompok tani yang sudah puluhan tahun menanam salak.
Tahun ini, pembinaan salak akan terus diintensifkan, salah satunya dengan cara melakukan sekolah lapang pada petani, yakni pembinaan tentang budi daya tanam, cara menanam, cara memanen, termasuk kapan dipangkas, kapan dipupuk, dan kapan di panen.
"Untuk lebih mengoptimalkan perkembangan salak ini, kampung salak juga mulai dirintis. Selain itu, juga bakal menggandeng sejumlah perusahaan besar seperti perbankan, dan perusahaan lain yang bisa membesarkan potensi Salak Pronojiwo," katanya.
Tidak itu saja, sebagai upaya pembentukan agrowisata salak, pihaknya sudah menyiapkan strategi "Petik Salak", yaitu memetik salak langsung di ladang, sembari melihat langsung puncak Gunung Semeru yang memang terlihat sangat jelas.