Semarang, 18/9 (Antara) - Dekan Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang Suparmin mengatakan gaji polisi di Indonesia paling rendah dibandingkan negara tetangga.
"Gaji terendah yang diterima polisi di Indonesia atau setingkat bintara sekitar Rp2,3 juta," katanya di Semarang, Rabu, menanggapi penilaian KPK yang menyebut Polri salah satu lembaga terkorup.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja menyebut bahwa Polri dan DPR sebagai lembaga terkorup di Indonesia. Hal ini didasarkan kepada hasil survei Transparansi Internasional.
Purnawirawan polisi berpangkat terakhir ajun komisaris besar polisi (AKBP) itu menjelaskan besaran gaji terendah itu relatif kecil jika dibandingkan negara tetangga, seperti Thailand dan Malaysia.
Gaji terendah polisi di Thailand, kata dia, berkisar Rp5 juta/bulan, kemudian di Singapura lebih tinggi yakni Rp16 juta/bulan, apalagi dibandingkan Malaysia yang menggaji polisinya Rp30 juta/bulan.
Dengan gaji yang relatif rendah dibandingkan negara tetangga, kata dia, polisi di Indonesia memiliki tanggung jawab yang lebih berat dengan keterbatasan jumlah personel dalam melayani masyaraat.
"Idealnya, perbandingan polisi dengan masyarakat adalah 1:400. Kondisi yang dihadapi sekarang ini masih 1:1.200-1.300 sehingga tugas dan tanggung jawab yang ditanggung polisi lebih besar," katanya.
Meski dengan keterbatasan jumlah personel dan gaji yang relatif rendah, kata penulis buku "Model Polisi Pendamai" itu, anggota Polri selama ini mampu menjalankan tugasnya dengan relatif baik.
"Lihat saja, kondisi keamanan selama ini cukup terjaga. Padahal, kualitas pekerjaan yang dibebankan pada polisi luar biasa dengan rasio personel yang belum ideal dan gaji yang rendah," katanya.
Menanggapi penilaian bahwa Polri sebagai salah satu lembaga terkorup, ia mengatakan secara kelembagaan dan regulasi untuk mencegah tindak korupsi di lingkup jajaran Polri sebenarnya sudah bagus.
"Korupsi, pungli, dan sebagainya dilarang. Misalnya, dalam Peraturan Kapolri Nomor 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian," katanya.
Secara kelembagaan, kata dia, Polri sudah menyiapkan jajarannya untuk mengutamakan pelayanan, kejujuran, dan menjaga kode etik yang diatur dalam regulasi dan seharusnya ditaati seluruh anggota.
"Ke depan, sosialisasi atas aturan-aturan itu harus gencar dilakukan. Jangan hanya orang-orang tertentu yang tahu, misalnya anggota Propam. Semua anggota kepolisian harusnya tahu," katanya.
Selain itu, ia mengatakan masyarakat dan budaya juga ikut memengaruhi terjadinya korupsi, termasuk rekan kerja kepolisian, seperti advokat dan pengacara sehingga semuanya harus berbenah diri.
"Polisi itu, ibaratnya kaki kiri masuk kuburan, kaki kanan masuk Propam. Salah sedikit bisa celaka. Memang risikonya berat. Percayalah, bahwa banyak sekali polisi yang baik dan jujur," kata Suparmin.
"Gaji terendah yang diterima polisi di Indonesia atau setingkat bintara sekitar Rp2,3 juta," katanya di Semarang, Rabu, menanggapi penilaian KPK yang menyebut Polri salah satu lembaga terkorup.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja menyebut bahwa Polri dan DPR sebagai lembaga terkorup di Indonesia. Hal ini didasarkan kepada hasil survei Transparansi Internasional.
Purnawirawan polisi berpangkat terakhir ajun komisaris besar polisi (AKBP) itu menjelaskan besaran gaji terendah itu relatif kecil jika dibandingkan negara tetangga, seperti Thailand dan Malaysia.
Gaji terendah polisi di Thailand, kata dia, berkisar Rp5 juta/bulan, kemudian di Singapura lebih tinggi yakni Rp16 juta/bulan, apalagi dibandingkan Malaysia yang menggaji polisinya Rp30 juta/bulan.
Dengan gaji yang relatif rendah dibandingkan negara tetangga, kata dia, polisi di Indonesia memiliki tanggung jawab yang lebih berat dengan keterbatasan jumlah personel dalam melayani masyaraat.
"Idealnya, perbandingan polisi dengan masyarakat adalah 1:400. Kondisi yang dihadapi sekarang ini masih 1:1.200-1.300 sehingga tugas dan tanggung jawab yang ditanggung polisi lebih besar," katanya.
Meski dengan keterbatasan jumlah personel dan gaji yang relatif rendah, kata penulis buku "Model Polisi Pendamai" itu, anggota Polri selama ini mampu menjalankan tugasnya dengan relatif baik.
"Lihat saja, kondisi keamanan selama ini cukup terjaga. Padahal, kualitas pekerjaan yang dibebankan pada polisi luar biasa dengan rasio personel yang belum ideal dan gaji yang rendah," katanya.
Menanggapi penilaian bahwa Polri sebagai salah satu lembaga terkorup, ia mengatakan secara kelembagaan dan regulasi untuk mencegah tindak korupsi di lingkup jajaran Polri sebenarnya sudah bagus.
"Korupsi, pungli, dan sebagainya dilarang. Misalnya, dalam Peraturan Kapolri Nomor 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian," katanya.
Secara kelembagaan, kata dia, Polri sudah menyiapkan jajarannya untuk mengutamakan pelayanan, kejujuran, dan menjaga kode etik yang diatur dalam regulasi dan seharusnya ditaati seluruh anggota.
"Ke depan, sosialisasi atas aturan-aturan itu harus gencar dilakukan. Jangan hanya orang-orang tertentu yang tahu, misalnya anggota Propam. Semua anggota kepolisian harusnya tahu," katanya.
Selain itu, ia mengatakan masyarakat dan budaya juga ikut memengaruhi terjadinya korupsi, termasuk rekan kerja kepolisian, seperti advokat dan pengacara sehingga semuanya harus berbenah diri.
"Polisi itu, ibaratnya kaki kiri masuk kuburan, kaki kanan masuk Propam. Salah sedikit bisa celaka. Memang risikonya berat. Percayalah, bahwa banyak sekali polisi yang baik dan jujur," kata Suparmin.