Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Tiga dosen Informatics and Business Institute (IBI) Darmajaya yang berkolaborasi melakukan penelitian bertajuk "Pencarian Citra Berbasis Pengenalan Wajah untuk Mendeteksi Kriminalitas dan Kebohongan", telah dipresentasikan sampai Hongkong, dan terus disempurnakan aplikasinya.

"Hasil penelitiannya sudah ada, software tersebut sudah diseminarkan hingga ke Hongkong, dengan kemampuan merekam wajah dan suara yang bisa mendeteksi kebohongan dan sedang dalam tahap penyempurnaan, sehingga ke depan diharapkan dapat dimanfaatkan oleh instansi kepolisian dan kejaksaan," ujar Dr Suhendro Yusuf Irianto, dosen pascasarjana, bersama dua dosen peneliti "lie detector" versi IBI Darmajaya lainnya, M Said Hasibuan SKom MKom, dan Sekretaris Jurusan Sistem Komputer sekaligus dosen Sistem Komputer Dodi Yudo SSi MTI, di Bandarlampung, Sabtu.

Penelitian yang memakan waktu selama dua tahun dan telah dipresentasikan hingga ke Hongkong dalam forum Asosiasi Perguruan Tinggi Informatika dan Komputer (Aptikom) ini, juga telah menarik perhatian Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sehingga penelitian tersebut berhasil memenangkan Hibah Bersaing Dikti 2011 senilai lebih dari Rp81 juta.

Menurut Suhendro, meskipun saat ini telah banyak alat atau aplikasi dibuat oleh para pengembang dari dalam negeri atau pun luar negeri, namun kebanyakan masih berupa aplikasi-aplikasi yang bersifat umum untuk bidang bisnis dan administrasi secara umum.      

Hanya sedikit aplikasi yang dibuat pengembang Indonesia untuk tujuan khusus, seperti deteksi penyakit kanker, identifikasi DNA, dan deteksi tindak pelaku kriminalitas.

"Untuk itu, penelitian ini sangat diharapkan dapat membuat suatu sistem aplikasi yang dapat membantu memecahkan isu-isu tersebut," kata dia lagi.

Selama ini, menurut dia, deteksi kebohongan dilakukan dengan menggunakan mesin kebohongan ("lie detector") yang mempunyai efek samping, yaitu dapat membahayakan kesehatan manusia karena meletakkan alat itu di tubuh manusia untuk mendeteksi denyut nadi, detak jantung yang berlebihan, atau kelenjar keringat.

Sedangkan penelitian untuk menciptakan deteksi kebohongan tanpa membahayakan atau menimbulkan risiko kesehatan adalah dengan menggunakan foto atau citra wajah manusia, atau video realtime ketika interogasi atau persidangan berlangsung, yaitu dengan melihat raut wajah seperti pergerakan bola mata, alis, pipi dan mulut, kata dia menerangkan.

Adapun penelitian ini menggunakan citra wajah yang dipadatkan (compressed domain) atau citra dengan format JPEG, sehingga dengan citra tersebut dapat menghemat storage dan mempercepat waktu transfer data citra.

Selain itu, ujar dia pula, bisa mempercepat perhitungan pada proses pengenalan wajah.

"Keuntungan penting lainnya adalah tidak perlu adanya rekonstruksi dari citra yang biasanya memakan waktu dan biaya yang mahal," kata Suhendro.

Penelitian ini menggunakan teknik pencarian citra wajah (fase based image retrieval) dalam pengenalan wajah untuk mengidentifikasi pelaku kriminal dan deteksi kebohongan.

"Deteksi atau identifikasi seseorang berkata bohong atau jujur berdasarkan analisa fitur-fitur citra wajah yang dapat diambil termasuk di dalamnya wajah yang tertutup dengan penghalang," kata Said Hasibuan menambahkan.

Dia menjelaskan, untuk mendeteksi pelaku tindakan kriminal yang terjadi, citra wajah dicocokkan dengan citra yang di dalam database.

Kegiatan penelitian tersebut dilakukan dalam dua tahun, yaitu pada tahun pertama untuk identifikasi pelaku kriminalitas dan tahun kedua untuk deteksi kebohongan.

Sistem dibangun dengan menggunakan Visual NET dan MatLab dengan platform Windows.

Menurut Dodi Yudo, extraordinary crime yang marak saat ini, seperti tindak pidana korupsi, tidak jarang membuat khawatir kalangan masyarakat.    

Beberapa masalah yang dihadapi para penegak hukum dalam mendeteksi dan menentukan pelaku tindak kejahatan tersebut, kata dia, termasuk berkata bohong dalam interogasi dan persidangan yang merupakan hambatan dalam identifikasi pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia.

Masalah yang dihadapi adalah bagaimana dapat menentukan atau mengidentifikasi pelaku kejahatan, dan ditentukan sebagai terdakwa secara cepat dengan akurasi yang tinggi, ujar dia lagi.

Kepala Lembaga Penelitian, Pengembangan Pembelajaran, dan Pengabdian Masyarakat (LP4M) IBI Darmajaya, Dr Anuar Sanusi SE MSi menambahkan, seiring dengan semakin meningkat kegiatan penelitian IBI Darmajaya pada setiap tahunnya merupakan bentuk pengaplikasian dalam menjalankan Tri Darma Perguruan Tinggi yang meliputi Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian pada Masyarakat.

"Dengan adanya kegiatan pelatihan dan pendampingan penyusunan penelitian dari tim Dikti secara rutin dan berkelanjutan, bisa menambah wawasan mengenai penelitian yang dilakukan para dosen sehingga kinerja penelitian dosen pun semakin baik," ujar Anuar.

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024