Tidak harus ke negara ketiga, Australia, Kanada atau Amerika Serikat. Kami butuh negara yang dapat memberi kebebasan kepada kami, ucapnya
Tanjungpinang (ANTARA) - Sekitar 200 orang pencari suaka asal Afghanistan, Sudan, Pakistan dan Somalia kembali menggelar demonstrasi di Kantor Organisasi Internasional untuk Migrasi (International Organization for Migration/IOM) Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Rabu.

Aksi ini ketiga kalinya mereka lakukan. Sama seperti aksi sebelumnya, aksi kali ini juga tidak membuahkan hasil. Tidak ada pertemuan antara pengurus Badan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR) Tanjungpinang dengan para pengungsi.

"Rencananya lima hari kami unjuk rasa," kata Alzobier, salah seorang pencari suaka yang mahir menggunakan bahasa Indonesia.

Ia meminta unjuk rasa ini jangan disalahartikan oleh Pemerintah Indonesia. Selama ini, kata dia Pemerintah Indonesia dan masyarakat Pulau Bintan (Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan) sudah bersikap baik, dan mau menerima mereka seperti bagian dari keluarga.

Baca juga: Ratusan pencari suaka tuntut percepatan penempatan

Namun pencari suaka membutuhkan kebebasan untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan. Pembatasan ruang gerak dan waktu beraktivitas selama tinggal di Hotel Badra, Bintan menjadi permasalahan besar karena mereka tidak ingin menghabiskan waktu dengan hal yang kurang bermanfaat.

Pencari suaka merasa ada harapan besar untuk menjadi anak bangsa negara tertentu, dapat bekerja, memiliki pendidikan dan hidup dalam kondisi aman.

"Kami bukan pelaku kejahatan. Kami ini meninggalkan negara kami yang sedang berkonflik. Kami kehilangan keluarga," katanya.

Sebagian para pencari suaka sudah tujuh tahun berada di Bintan tanpa kepastian kapan akan diberangkatkan ke negara ketiga.

Jhon, pencari suaka lainnya, mengaku rindu dengan anak dan istrinya di Afghanistan.

"Anak saya masih kecil, cantik. Saya ingin berkumpul dengan keluarga saya," ucapnya.

Baca juga: Indonesia dorong UNHCR selesaikan masalah pengungsi

Ia mengatakan, mimpi yang ingin dicapai pertama adalah tinggal di negara yang menjamin kehidupannya, bisa bekerja dan hidup aman. Kemudian ia akan membawa keluarganya ke negara itu.

"Tidak harus ke negara ketiga, Australia, Kanada atau Amerika Serikat. Kami butuh negara yang dapat memberi kebebasan kepada kami," ucapnya.

Sebelumnya, Kasat Intelkam Polres Bintan AKP Yudiarta Rustam mengatakan, tuntutan para pengungsi tidak mungkin terealisasi jika negara ketiga seperti Australia, Amerika Serikat dan Kanada tidak membuka diri.

Para pencari suaka itu mengetahui kondisi saat ini. "Dipaksa sekali pun tidak akan ada solusi sepanjang negara ketiga tidak menerima para pengungsi," ujarnya.

Yudi melakukan negosiasi dengan berbagai para pengungsi. Berbekal pengalamannya menangani para pengungsi tersebut, Yudi berhasil melakukan negosiasi.

"Selama delapan tahun saya menangani permasalahan pengungsi. Jadi sangat memahami permasalahan ini," ujarnya.

Baca juga: Pencari suaka di Bintan tuntut keadilan

Yudi meminta para pengungsi melakukan cara-cara yang diplomatis dalam menyampaikan aspirasi.

Sementara itu, Kepala Misi IOM, Dejan Mecavski memberi klarifikasi terhadap pemberitaan yang dinilainya menyudutkan IOM.

IOM bekerja sama dengan UNHCR. Tetapi tidak mempunyai andiI dalam memberikan masukan maupun pengambilan keputusan yang berkenaan dengan proses penempatan pengungsi ke negara ketiga. Organisasi ini tidak, menyelenggarakan wawancara untuk Penentuan Status Pengungsi (PSP).

Walaupun IOM menyediakan penerjemah untuk membantu staf UNHCR dalam melakukan tugas-tugasnya, melakukan identifikasi dan mengajukan pengungsi untuk dipertimbangkan dalam proses penempatan ke negara ketiga, berpartisipasi dalam kasus deportasi.

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019