Gorontalo (ANTARA) - Warga Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, meminta pemerintah serius menangani  persoalan sengketa lahan lokasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tomilito berkekuatan 2x50 Mega Watt di Kecamatan Tomilito yang dikerjakan PT Gorontalo Listrik Perdana.

Herman Adam, salah satu tokoh pemuda setempat di Gorontalo, Kamis, mengungkapkannya di ruang sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam agenda rapat dengar pendapat yang digelar komisi gabungan.

Herman menegaskan, pemerintah tidak boleh main-main dalam pengambilan keputusan terkait sengketa lahan tersebut.

"Campur tangan pemerintah khususnya pemerintah daerah sangat penting dalam rangka memediasi agar persoalan ini tidak berlarut-larut," katanya.

Baca juga: Satu mesin PLTU Anggrek mulai beroperasi
Baca juga: Indonesia masih butuhkan pembangkit listrik batu bara


Beberapa persoalan yang perlu segera diselesaikan, kata Herman, yaitu adanya dugaan surat palsu yang ditandatangani bupati untuk keabsahan proses pembayaran ganti rugi lahan oleh pihak perusahaan.

"DPRD diharapkan lebih transparan menelusuri dugaan surat palsu tanpa kop pemerintah daerah tersebut, mengingat ada dugaan salah bayar kepada warga bukan pemilik, memicu warga selaku pemilik terpaksa mempersoalkannya di ranah hukum, termasuk mengadukannya ke DPRD untuk meminta keadilan," ungkapnya.

Hal penting lainnya, kata Herman, yakni dugaan gratifikasi yang dilakukan perusahaan melalui pemerintah desa dan kecamatan, termasuk pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) wilayah Gorontalo Utara, mengingat pembayaran ganti rugi lahan terkesan dipaksakan tanpa pegangan dokumen resmi.

Terdapat nama salah satu honorer di pemerintahan daerah yang namanya tercantum sebagai salah satu pemilik lahan tanpa sepengetahuan yang bersangkutan.

Menurut Herman, ada dugaan keteledoran pihak BPN setempat mengingat sertifikat hak guna bangunan (HGB) yang diajukan pihak perusahaan, tetap diterbitkan padahal pihak keluarga yang mengklaim selaku pemilik lahan telah menyampaikan atau melaporkan surat resmi kepada pihak BPN terkait sengketa lahan tersebut. Bahkan menandai lokasi dengan memancangkan baliho lahan bersengketa.

Baca juga: Seekor lumba-lumba mati dekat proyek PLTU Bengkulu
Baca juga: HNSI Batang ingatkan nelayan tidak terprovokasi pembangunan PLTU


Warga lainnya, Nanang Latif yang juga menjadi juru bicara keluarga Lasimpala selaku pelapor persoalan itu di DPRD, mengatakan, sengketa lahan PLTU perlu disikapi serius mengingat ada kepentingan pembangunan berskala nasional.

"Kami sangat mendukung program strategis nasional ini, namun jangan menyisakan sengketa agar rakyat tidak dirugikan," ujarnya.

Ia pun berharap DPRD dalam memediasi penyelesaian sengketa itu agar tuntutan warga dipenuhi, seperti pembatalan HGB oleh pihak BPN mengingat sertifikat diterbitkan di tanah bersengketa.

Penyelesaian pembayaran ganti rugi agar dilakukan pihak perusahaan kepada pemilik yang sah.

"DPRD pun diharapkan membentuk panitia khusus (pansus) agar lebih fokus memediasi persoalan tersebut," katanya.

Baca juga: Sembilan pekerja asal China lari saat razia imigrasi di PLTU Bengkulu
Baca juga: KPK yakin bukti pada persidangan Sofyan solid


Sementara itu, Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PDIP, Djafar Ismail mengatakan, pihaknya akan meminta pertanggungjawaban pihak BPN setempat. Jika terbukti ada prosedur penerbitan HGB yang dilanggar. DPRD pun menjamin hak-hak rakyat terhadap persoalan tersebut.

"Kami mendapat mandat dari rakyat untuk menerima dan menyelesaikan persoalan tersebut, maka berupaya mengoptimalkan waktu untuk memediasi penyelesaiannya yang sementara ditangani komisi gabungan, yaitu Komisi I dan III," ujar Djafar.

DPRD pun akan menelusuri adanya dugaan surat palsu, yaitu surat bertandatangan bupati, dengan tulisan tangan tanpa kop surat pemerintah daerah setempat.
"Kita akan menelusuri dan menyeriusi temuan tersebut," ujarnya.

Pewarta: Susanti Sako
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019