Jakarta (ANTARA) - Empat orang ditetapkan sebagai tersangka terkait tindak pidana korupsi dalam pengadaan perangkat transportasi informasi terintegrasi atau "Backbone Coastal Surveillance System" pada Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Tahun 2016.

Kasus tersebut merupakan pengembangan perkara tindak pidana korupsi suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla Tahun Anggaran 2016.

"Dalam pengembangan perkara kali ini, KPK menemukan fakta-fakta adanya dugaan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaan perangkat transportasi informasi terintegrasi pada Bakamla RI Tahun 2016," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Baca juga: KPK bekukan Rp60 miliar dalam rekening terkait PT Merial Esa

Baca juga: KPK tetapkan korporasi PT Merial Esa sebagai tersangka korupsi

Baca juga: Fahmi Darmawansyah divonis 3,5 tahun penjara


Penyalahgunaan kewenangan itu dilakukan Bambang Udoyo (BU) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Bakamla RI, Leni Marlena (LM) selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan, Juli Amar Ma'ruf (JAM) selaku anggota unit layanan pengadaan, dan Rahardjo Pratjihno (RJP) selaku Direktur Utama PT CMI Teknologi (PT CMIT) yang menguntungkan diri sendiri dan/atau pihak lain dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp54 miliar.

PT CMIT sendiri merupakan rekanan pelaksana dalam pengadaan "Backbone Coastal Surveillance System" pada Bakamla RI Tahun 2016.

Leni Marlena dan Juli Amar Ma'ruf disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun Bambang Udoyo dalam kasus ini ditangani oleh Polisi Militer TNI AL dikarenakan pada saat menjabat selaku PPK yang bersangkutan adalah anggota TNI AL. Hal tersebut juga diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Dalam Pasal 9 ayat 1 huruf a disebutkan bahwa seseorang yang berstatus sebagai prajurit harus diadili oleh pengadilan militer ketika melakukan tindak pidana.

​​​Sedangkan Rahardjo Pratjihno disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sebelumnya, dalam pokok perkara yang diawali tangkap tangan pada 14 Desember 2016, KPK mengamankan empat orang, yaitu Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla RI Eko Susilo Hadi, Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah serta dua orang dari pihak swasta Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta.

"Pengembangan kasus ini juga membawa PT ME (Merial Esa) menjadi korporasi tersangka kompsi dalam suap pengadaan satelit dan "drone" Bakamla. PT ME diduga secara bersama sama atau membantu memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait proses pembahasan dan pengesahan RKA-K/L dalam APBN-P Tahun Anggaran 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla RI," ucap Alexander.

Ia menyatakan bahwa proses pengadaan satelit monitoring itu berbarengan dengan pengadaan "long range camera" beserta tower, instalasi, dan pelatihan untuk personel Bakamla dan pengadaan "Backbone Coastal Surveillance System" yang terintegrasi dengan "Bakamla Integrated Information System" (BIIS) pada Tahun Anggaran 2016.

"Ketiga proyek pengadaan tersebut ditandatangani oleh BU (Bambang Udoyo) selaku PPK Bakamla. BU sendiri sebelumnya sudah divonis hukuman penjara 4 tahun 6 bulan di Pengadilan Tinggi Militer Jakarta karena terbukti bersalah dalam kasus suap dalam pengadaan satelit monitoring di Bakamla," ujar Alexander.

Baca juga: KPK kembali tetapkan satu tersangka kasus satelit monitoring Bakamla

Baca juga: Deputi Bakamla divonis penjara 4 tahun 3 bulan

Baca juga: KPK sudah periksa Kepala Bakamla

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019