Dhaka, Bangladesh (ANTARA) - Tahap kedua pembicaraan antara delegasi tingkat tinggi dari Myanmar dan wakil Rohingya berakhir di Bangladesh dengan kebuntuan mengenai hak kewarganegaraan.

"Mereka (pemerintah Myanmar) masih belum sepakat untuk mengubah Hukum Kewarganegaraan 1982, yang kontroversial, untuk memberi hak kewarganegaraan buat Rohingya dan mereka ingin kami pulang sebagai migran baru atau pendatang baru," kata seorang dari 35 wakil Rohingya yang ikut dalam dialog tersebut.

Dialog dua-hari antara delegasi Myanmar, yang dipimpin oleh Sekretaris Permanen Urusan Luar Negerinya U Myint Thu, dan wakil Rohingya diselenggarakan di Kabupaten Cox's Bazar di Bangladesh Selatan pada Sabtu (27/7).

Pertemuan selama tiga-jam tersebut pada hari pertama dialog berakhir tanpa terobosan, kata Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad malam. Dialog dilanjutkan pada Ahad selama tiga-setengah jam, tapi tak ada kesepakatan yang dapat dicapai mengenai hak kewarganegaraan.

Baca juga: Keselamatan jadi aspek utama repatriasi Rohingya

"Kami tak ingin tanpa harapan. Tim delegasi Myanmar berkomitmen untuk mengadakan dialog dengan warga Rohingya di Bangladesh mengenai masalah yang menggantung setelah konsultasi dengan pemerintah mereka," kata Komisaris Pemulangan dan Bantuan Pengungsi di Bangladesh (RRRC) Abul Kalam Azad kepada Anadolu setelah pembicaraan tersebut.

Ia menambahkan delegasi itu mencatat semua tuntutan Rohingya dalam pertemuan tersebut. "Mereka akan meninggalkan Bangladesh menuju Myanmar hari ini dan membahas dengan para pemimpin mereka mengenai tuntutan Rohingya. Mereka akan datang lagi untuk melanjutkan dialog."

Namun, wakil Rohingya, tanpa memperoleh hak kewarganegaraan dan jaminan keamanan dengan kehadiran masyarakat internasional, tak satu pun dari mereka siap pulang ke negara mereka.

Baca juga: ASEAN diminta ambil langkah berarti terkait hak Rohingya

"Delegasi tersebut telah meyakinkan kami bahwa kami akan diberi keamanan dan akses ke lokasi kami dulu. UNFPA (United Nations Population Fund) dan UNDP (United Nations Development Program) bekerja di sana dan kami akan dijamin di sana," ia menambahkan.

"Tapi tanpa hak kewarganegaraan, jaminan semacam itu tidak cukup buat kami pulang ke Myanmar," katanya. Ia menambahkan tim itu mengusulkan untuk menyediakan warga Rohingnya kartu yang mengidentifikasi mereka sebagai pendatang baru atau migran baru.

"Itu bukan sesuatu yang baru buat kami, Jika kami menyetujui usul ini, berarti kami sekali lagi jadi korban pemerintah Myanmar," katanya.

Baca juga: Solusi Indonesia untuk perdamaian abadi di Rakhine State

Sumber: Anadolu Agency

Penerjemah: Chaidar Abdullah
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019