di Malang masih tinggi perkawinan usia muda, 45 persen kawin di bawah 19 tahun
Malang (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hasto Wardoyo meminta kepada para guru di Sekolah Siaga Kependudukan untuk memberikan materi pendidikan kesehatan reproduksi pada siswanya.

"Harapan saya Sekolah Siaga Kependudukan untuk memasukkan materi kesehatan reproduksi agar mereka tahu, karena banyak hal yang kecil sederhana tapi mereka tidak tahu," kata Hasto saat meresmikan SMAN 1 Kepanjen Malang di Kabupaten Malang, Rabu, sebagai Sekolah Siaga Bencana.

Dalam Sekolah Siaga Kependudukan diberikan materi mengenai kesehatan reproduksi, bonus demografi, struktur kependudukan, dan lainnya yang akan berdampak pada pembangunan dan perekonomian Indonesia.

Sekolah Siaga Kependudukan mengintegrasikan pendidikan kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga ke dalam beberapa mata pelajaran dan atau muatan lokal khusus kependudukan.

Para guru diberikan bekal materi dan modul sebagai acuan materi tentang kependudukan termasuk edukasi kesehatan reproduksi yang diselipkan di mata pelajaran tertentu.

Hasto mengatakan siswa penting untuk memahami isu kependudukan agar bisa membantu menciptakan penduduk yang tumbuh seimbang dari segi kuantitas dan berkualitas guna meningkatkan SDM.

Menurut Hasto, membangun SDM Indonesia berkualitas ke depan harus dimulai dari siswa sekolah dengan memahami berbagai isu kesehatan yang akan berdampak pada pertumbuhan pendudukan berkualitas atau tidak.

Hasto mengingatkan pada remaja tentang bahaya perkawinan dini yang bisa menimbulkan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya, bahkan hingga kematian.

Dia mencontohkan angka kematian ibu di Indonesia yang masih tinggi, yaitu 305 kematian tiap 100 ribu proses persalinan.

Tingginya kasus kematian ibu ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya akibat dari perkawinan dini.

"Di Malang masih tinggi perkawinan usia muda, 45 persen kawin di bawah 19 tahun. Jadi setiap 100 perkawinan di Kabupaten Malang, 45 kawin di bawah 19 tahun. Sehingga angka kematian ibu masih terjadi," kata Hasto.

Dia berpendapat, memberikan pendidikan kesehatan reproduksi berbeda dengan pendidikan seks.

Edukasi kesehatan reproduksi menerangkan bagaimana berbagai risiko gangguan kesehatan bisa muncul apabila seorang anak sudah melakukan hubungan seksual di bawah umur.

Berbagai risiko gangguan kesehatan seperti kanker mulut rahim, kecerdasan anak yang dilahirkan rendah, komplikasi saat persalinan, hingga kematian ibu bisa terjadi akibat dari perkawinan usia dini.

Baca juga: Pendidikan Kesehatan Reproduksi Untuk Melindungi Remaja
Baca juga: RUU Penghapusan Kekerasan Seksual disebut penting untuk lindungi perempuan
Baca juga: Pendidikan Kesehatan Reproduksi Hindari Penyimpangan Remaja


Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019