Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil masih sangat tinggi, maka energi listrik bisa menjadi salah satu jawaban untuk mengatasi masalah tersebut.

"Kalau kita mampu mengubah energi yang kita butuhkan berasal dari listrik, misalnya mobil listrik, kompor listrik, maka yang dinamakan Migas itu makin lama makin berkurang," ujar Arcandra saat menjadi pembicara dalam acara Bincang Bisnis Energi 2 di Wisma Bank Mandiri Syariah, Jakarta, Sabtu.

Menurutnya, kebutuhan minyak Indonesia saat ini mencapai 1,4 juta barel per hari. Sementara produksi dari blok-blok yang sudah ada kurang dari 800 ribu barel per hari. Artinya, Indonesia harus mengimpor defisit sebesar 600 ribu barel dari luar negeri.

Guna mengurangi defisit Migas ini selain dengan upaya pemerintah yang terus mengeksplorasi potensi Migas di Indonesia, cara lainnya dengan pengoptimalan energi listrik.

Menurut dia, banyak potensi sumber daya alam yang bisa jadi sumber listrik seperti pemanfaatan panas bumi (Geothermal), angin, ombak, dan surya. Apabila dioptimalkan maka akan membantu mengurangi ketergantungan akan impor Migas.

"Listrik itu mampu kita hasilkan dalam negeri. Kalau kita mampu menghasilkan listrik maka kedaulatan energi Insya Allah akan tercapai tanpa terganggu oleh pergolakan politik regional dan internasional," kata dia.

Potensi penghematan dari sektor tersebut pun tinggi. Ia mengasumsikan apabila harga minyak dunia 60 dolar AS per barel sementara kebutuhan impor Indonesia 600 ribu barel per hari, maka dalam satu tahun harus mengeluarkan 10 miliar dolar AS.

Apabila energi listrik berhasil dikembangkan maka akan menghemat 10 persen dari 10 miliar dolar AS yang dikeluarkan Indonesia untuk mengimpor minyak pertahun.

"Kita hemat 10 persen saja dengan menggantikan dengan listrik itu satu miliar dolar per year. Angka itu mampu membangun satu Car Manufakturing dengan menghemat 10 persen saja impor kita," katanya.

Maka dari itu, ia mendorong pengusaha dan perbankan dalam negeri untuk menginvestasikan dalam sisi pengembangan energi terbaharukan.

Pasalnya sebelum menuju pengembangan energi listrik, infrastruktur harus dibangun terlebih dahulu sebagai pondasi awal menuju Indonesia yang berdaulat dalam energi.

"Infrastruktur harus dibantu, 10 miliar (dolar) tadi yang harus kita tutup dulu kebocoran-kebocoran impor. Kemudian infrastrukturnya kita bangun," kata dia.

Baca juga: Impor minyak mentah Pertamina turun 50 persen

Baca juga: BI sebut defisit transaksi berjalan meningkat akibat impor minyak

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019