Jakarta (ANTARA) - ASEAN Contemporary Dance Festival (ACDF) yang diselenggarakan di kampus Sanata Dharma Yogyakarta, Sabtu, berupaya mengembangkan tarian-tarian tradisional di negara-negara ASEAN.

Pimpinan proyek sekaligus koregrafer tari kolaborasi ACDF Santi Dwisaputri mengatakan tari kontemporer kerap diasosiasikan dengan tarian dari Barat, namun dalam festival tersebut para penari negara-negara ASEAN mencoba mengembangkan tarian tersebut dengan tetap berpijak pada budaya tradisi.

Pengembangan ini, kata dia, dimaksudkan untuk menjadi edukasi untuk para generasi muda bahwa tarian klasik juga dapat tampil secara modern.

"Ini isu seluruh negara ASEAN cukup sulit mencari generasi muda untuk menari tarian klasik, makanya kami munculkan festival agar generasi muda ASEAN mempunyai gambaran bahwa tari kontemper tidak hanya bentuk tarian Barat, tetapi budaya lokal juga bisa dibuat menjadi lebih modern," kata Santi.

Pada acara tersebut masing-masing delegasi negara ASEAN akan membawakan tarian individual dan ditutup dengan tarian kolaborasi.

Tarian kolaborasi berdurasi 20 menit ini menjadi inti dari acara tersebut, yang menurut Santi, para penari ini hanya punya waktu satu hari untuk menyelaraskan gerakan dan tarian.

Meski demikian, katanya, waktu singkat tersebut tidak menjadi halangan karena para penari ASEAN mempunyai visi dan misi dalam menciptakan tarian tersebut.

Menurut Santi dalam proses kolaborasi tidak boleh ada elemen-elemen dari salah satu negara yang menonjol, semuanya harus sama rata.

"Jadi jangan mentang-mentang acara ini diadakan di Indonesia maka tarian Indonesia yang lebih terlihat sementara tarian lain tidak, semuanya harus berimbang dan merata," kata dia.

Sementara itu koordinator tari dari Laos Saveng Seng Aphay mengatakan untuk menyatukan penari dalam kolaborasi sebenarnya tidak sulit.

"Karena konsepnya kontemporer tidak sulit karena semua penari menciptakan gerakan baru ," kata dia.

Dia mengatakan dalam tarian tersebut tidak ada lagi terlihat perbedaan satu negara dengan negara yang lain, yang menonjol hanyalah ASEAN.

Menurut dia acara ini sangat bagus untuk mempererat tali persaudaraan negara-negara ASEAN, dan lebih memperkenalkan ASEAN kepada masyarakat dunia.

Dia berharap acara serupa dapat terus dilakukan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain secara bergiliran, agar semua negara ASEAN bisa saling mengenal bentuk-bentuk budaya dari masing-masing negara.

ASEAN Contemporary Dance Festival merupakan acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Sekretariat ASEAN.

Sementara itu Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadjamuddin Ramly mengatakan kegiatan itu adalah ajang unjuk tari dan dialog mengenai dunia tari kontemporer tingkat regional dengan melibatkan 10 delegasi negara ASEAN, antara lain Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.

Menurut dia kebudayaan merupakan salah satu pilar yang penting dalam upaya negara-negara anggota ASEAN untuk memperkuat solidaritas dan meningkatkan kesalingpahaman sebagai satu komunitas bersama.

Melalui festival ini, seluruh peserta delegasi dari 10 negara ASEAN dapat saling bertukar wawasan dan pengalaman dalam pengembangan tari kontemporer di negara masing-masing.

Tari kontemporer di wilayah ASEAN diharapkan tetap berpijak pada kekuatan budaya yaitu mengembangkan budaya yang sudah ada di setiap negara dalam bentuk karya tari yang lebih modern.

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019