Jakarta (ANTARA) - Jaksa Agung HM Prasetyo memastikan tidak akan ada komando terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berasal dari kejaksaan, menanggapi desakan jaksa harus mengundurkan diri saat mendaftar menjadi calon pimpinan KPK.

"Tidak ada itu (komando). Selama ini bahkan jaksa yang di sana tidak dikomando kok, apalagi pimpinan KPK," tutur Prasetyo di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Jumat.

Menurut dia, selama ini jaksa yang bertugas sebagai penyidik di KPK tidak pernah diberikan komando apa pun, hanya diperintahkan untuk bekerja dengan baik dan benar.

Baca juga: 11 pati Polri dapat rekomendasi ikuti seleksi capim KPK

Bahkan saat terdapat jaksa yang ingin kembali mengabdi kepada Korps Adhyaksa karena sudah merasa cukup bertugas di lembaga antirasuah, Prasetyo melarang dan menginstruksikan agar terus bekerja mendukung KPK.

"Saya nyatakan di sini, ketika mereka nampaknya ingin pulang ke rumahnya sendiri--memang sudah cukup tugas di sana, saya katakan jangan. Tetap tugas di situ untuk mendukung keberhasilan KPK," ucap Prasetyo.

Baca juga: Bersihkan Indonesia dorong pansel KPK seleksi capim korupsi sektor SDA

Ia pun mempertanyakan dasar adanya desakan untuk mundur apabila jaksa mendaftar sebagai calon pimpinan KPK lantaran tidak ada aturan yang mengharuskan untuk mundur dari lembaga asal.

Sebagai sesama ujung tombak pemberantasan korupsi di Tanah Air, kata dia, kejaksaan dan KPK tidak boleh diadu, apalagi setelah terjadi operasi tangkap tangan dua jaksa oleh KPK.

Baca juga: KPK: lima capim dari Kejaksaan Agung telah laporkan kekayaan

"Jangan sampai situasi hari ini kejaksaan diadu dengan KPK, jangan," ucap Prasetyo.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak perwira Polri dan jaksa yang mendaftarkan diri menjadi calon pimpinan KPK untuk mundur dari institusinya. "Bagi pihak-pihak yang mendaftarkan sebagai calon pimpinan KPK yang berasal dari institusi tertentu, yang bersangkutan seharusnya mundur terlebih dahulu dari institusinya, baru mendaftar sebagai calon pimpinan KPK," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana.

Pewarta: Dyah Dwi
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019