Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, memanggil tujuh saksi dalam penyidikan suap terkait dengan penanganan perkara penyalahgunaan izin tinggal di lingkungan Kantor Imigrasi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tahun 2019.

Tujuh saksi tersebut dijadwalkan diperiksa untuk tersangka Direktur PT Wisata Bahagia atau pengelola Wyndham Sundancer Lombok Liliana Hidayat (LIL).

"Hari ini, dijadwalkan pemeriksaan terhadap tujuh orang saksi untuk tersangka LIL terkait dengan tindak pidana korupsi suap penanganan perkara penyalahgunaan izin tinggal di lingkungan Kantor Imigrasi  NTB pada tahun 2019," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Kadiv Keimigrasian NTB diperiksa KPK

Tujuh saksi itu, yakni tiga orang pengacara masing-masing Antonius Zaremba, Burhanuddin, dan Ainuddin, Manajer Hotel Wyndham Sundancer Lombok Joko Haryono, pengawas proyek PT Wisata Bahagia Indonesia Komang Ary Juliantara, Wahyu Nursasangko berprofesi sebagai mechanical electrical plumbing, dan Fuad, seorang karyawan swasta.

Selain Liliana, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Kurniadie (KUR) dan Kepala Seksi Intelejen dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Yusriansyah Fazrin (YRI).

Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa PPNS di Kantor Imigrasi Kelas I Mataram mengamankan dua WNA dengan inisial BGW dan MK yang diduga menyalahgunakan izin tinggal.

Mereka diduga masuk menggunakan visa sebagai turis biasa tetapi ternyata diduga bekerja di Wyndham Sundancer Lombok. PPNS lmigrasi setempat menduga dua WNA ini melanggar Pasal 122 Huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Merespons penangkapan tersebut, Liliana perwakilan Manajemen Wyndham Sundancer Lombok diduga mencoba mencari cara melakukan negosiasi dengan PPNS Kantor lmigrasi Kelas I Mataram agar proses hukum dua WNA tersebut tidak berlanjut.

Kantor Imigrasi Kelas I Mataram telah menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) untuk dua WNA tersebut pada tanggal 22 Mei 2019. Yusriansyah kemudian menghubungi Liliana untuk mengambil SPDP tersebut.

Baca juga: KPK perpanjang penahanan tiga tersangka suap imigrasi NTB

Permintaan pengambilan SPDP itu diduga sebagai kode untuk menaikkan harga untuk menghentikan kasus.

Liliana kemudian menawarkan uang sebesar Rp300 juta untuk menghentikan kasus tarsebut. Namun, Yusriansyah menolak karena jumlahnya sedikit. Dalam proses komunikasi terkait dengan biaya mengurus perkara tersebut, Yusriansyah berkoordinasi dengan atasannya, Kurnidie.

Selanjutnya, diduga terjadi pertemuan antara Yusriansyah dan Liliana untuk kembali membahas negosiasi harga.

Dalam OTT itu, KPK mengungkap modus baru yang digunakan Yusriansyah, Liliana, dan Kurniadie dalam negosiasi uang suap, yaitu menuliskan tawaran Liliana di atas kertas dengan kode tertentu tanpa berbicara, kemudian Yusriansyah melaporkan kepada Kurniadie untuk mendapat arahan atau persetujuan.

Akhirnya disepakati jumlah uang untuk mengurus perkara dua WNA tersebut adalah Rp1,2 miliar. ***2***

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019