supaya anggaran pemadaman kebakaran hutan tersebut juga dialihkan untuk insentif merupiahkan kayu
Jakarta (ANTARA) - Memberi harga atau merupiahkan batang kayu yang tidak dimanfaatkan dapat menjadi solusi mitigasi bencana kabut asap, kata Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Rinekso Soekmadi.

Penyebabnya, kata Rinekso kepada ANTARA saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, kayu pohon yang dianggap tidak bernilai juga menjadi alasan warga membakar kayu, padahal secara umum kebutuhan kayu di Indonesia masih tinggi,

"Kalau saya melihat dari perspektif yang sederhana, masyarakat melakukan pembakaran lahan karena batang kayu  tersebut dianggap tidak punya nilai ekonomi, utamanya kayu berdiameter kecil dan tunggak pohon, padahal secara umum kita masih sangat membutuhkan kayu untuk berbagai peruntukan," katanya.

Rinekso menyebutkan kebutuhan kayu masih sangat tinggi untuk berbagai keperluan seperti kayu pertukangan, perkakas, kayu bakar, maupun kayu untuk bubur kertas. Batang pohon dan kayu berdiameter kecil dari hasil pembukaan lahan tersebut bisa dimanfaatkan untuk keperluan kayu pertukangan tersebut.

Menurut dia, jika tunggak pohon yang dianggap tidak bernilai tersebut dapat dirupiahkan atau dijual  sehingga memiliki nilai ekonomi, maka masyarakat akan sayang untuk membakarnya.

Rinekso mendorong adanya kerja sama berbagai pihak seperti perusahaan besar, masyarakat, pemerintah daerah maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menekan kasus kebakaran hutan dan lahan lewat skema sederhana tersebut yakni menjadikan kayu-kayu tidak termanfaatkan memiliki nilai ekonomi.

Ia menilai langkah solusi ke arah tersebut belum maksimal dilaksanakan. Sementera pemerintah telah menggelontorkan dana miliaran rupiah untuk melakukan upaya pemadaman hutan.

Rinekso memberikan saran supaya anggaran pemadaman kebakaran hutan tersebut dialihkan untuk insentif melalui berbagai skema agar tidak terjadi kebakaran. Salah satunya skema yang membuat kayu tersebut memiliki nilai ekonomi.

"Masyarakat hanya butuh makan yang cukup," kata Rinekso,

Insentif yang diberikan lanjut Rinekso, tidak hanya untuk masyarakat tetapi juga untuk pemerintah daerah dan korporasi atau perusahaan yang serius melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan dengan membagikan penghargaan lewat perlombaan kriteria provinsi yang 'zero karhutla'.

Sedangkan untuk pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh korporasi atau perusahaan, menurut Rinekso, peraturan sudah sangat jelas termasuk sanksi pidananya. Sehingga perlu dilakukan langkah tegas penindakan bagi perusahaan yang melakukan pembakaran secara sengaja untuk membuka lahan.

Selain itu, persoalan kebakaran di korporasi juga ada yang disebabkan oleh masyarakat. Mereka membakar lahan lalu merembet ke lahan perkebunan atau hutan milik korporasi.

"Dengan insentif ini Insha Allah, karhutla dapat ditekan bahkan di-zero-kan 'by design' dengan upaya yang sungguh-sungguh dan konsisten," katanya.

Rinekso mengatakan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan sebagai bencana alam yang disebabkan oleh perilaku manusia.


Baca juga: Pemerintah luncurkan alat identifikasi kayu otomatis
Baca juga: Polisi musnahkan kayu olahan di hutan konservasi
 

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019