Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menjelaskan soal tugas dan fungsinya di bidang pertambangan dan kelistrikan saat diperiksa di KPK.

"Soal tupoksi (tugas pokok dan fungsi), tupoksinya kan tupoksi menteri di bidang pertambangan atau minerba sudah, ada juga tupoksi di bidang kelistrikan," kata Jonan seusai diperiksa di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Ignasius Jonan diperiksa penyidik KPK untuk dua perkara yaitu tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 dengan tersangka mantan direktur utama PT PLN dan dugaan pemberian suap kepada Eni Maulani Saragih oleh pemilik perusahaan PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan.

"Ditanya perananya kementerian itu apa di dalam pertambangan, juga di bidang kelistrikan, juga persetujuannya sampai mana. Mana fungsi kementerian sebagai regulator, mana PLN dan sebagainya," ungkap Jonan.

Pemeriksaan Jonan kali ini adalah yang pertama setelah empat kali tidak menghadiri panggilan yaitu pada 13 Mei, 15 Mei, 20 Mei, dan 27 Mei 2019.

Namun Jonan tidak menjawab apakah ia dikonfrontir dengan Sofyan Basir atau tidak. Sofyan baru menjalani pemeriksaan pada siang ini di KPK.

Jonan juga tidak menjawab soal pemberian uang 10 ribu dolar Singapura ke mantan wakil ketua Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih.

Pada sidang 22 Januari 2019 lalu, Eni mengaku menerima 10 ribu dolar Singapura dari Staf Ahli Bidang Keterbukaan Informasi Kementerian ESDM Hadi Mustofa Djuraid.

"Saya sedang rapat, sedang memimpin rapat di DPR, begitu selesai rapat, stafnya Pak Jonan mengatakan 'Ini dari Pak Jonan ini untuk kegiatan dapil (daerah pemilihan), ya sudah saya terima saja, saya simpan," kata Eni Maulani Saragih dalam sidang 22 Januari 2019 di pengadilan Tipikor.

Eni mengaku tidak menggunakan uang itu.

"Saya terima amplopnya masih utuh sebesar 10 ribu dolar Singapura, setelah saya di-OTT, penyidik tanya apa ada lagi penerimaan lain, lalu saya sampaikan saja soal amplop itu, saya sebenarnya mau mengembalikan utuh dengan amplopnya tapi penyidik mengatakan trasnfer saja, saya pun minta rekening dolar KPK," jelas Eni.

Dalam perkara pertama, mantan Direktur Utama PLN Sofyan Basir diduga membantu bekas anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai 900 juta dolar AS atau setara Rp12,8 triliun.

Sofyan hadir dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh Eni Maulani Saragih, Johannes Kotjo dan pihak lainnya untuk memasukkan proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) PT PLN.

Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), Sofyan diduga telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1 karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.

Sehingga PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam RUPTL PLN. Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.

Sedangkan untuk perkara kedua Jonan dimintai keterangan terkait tersangka pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan diduga memberikan suap untuk Eni sebesar Rp5 miliar.

Suap itu diduga agar Eni membantu permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) yang diakusisi oleh PT BLEM dengan Kementerian ESDM.

Eni Maulani Saragih sebagai anggota DPR di Komisi Energi menyanggupi permintaan bantuan Samin Tan dan berupaya mempengaruhi pihak Kementerian ESDM termasuk menggunakan forum Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian ESDM dimana posisi Eni adalah anggota panitia kerja (panja) Minerga Komisi VII DPR RI.

Pemberian uang dari Samin Tan dilakukan melalui staf dan tenaga ahli Eni di DPR sebanyak dua kali yaitu pada 1 Juni 2018 sebanyak Rp4 miliar dan pada 22 Juni 2018 sebanyak Rp1 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019