Cara berfikir hikmah ini merupakan cara berfikir cendekiawan yang perlu dikembangkan ketika konflik atau dinamika di negeri ini begitu kental akan cara berfikir politik parsial.
Surabaya (ANTARA) - Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indoensia Wilayah Jawa Timur menyerukan  rekonsiliasi elit bangsa sebelum penetapan rekapitulasi hasil perolehan suara Pemilu Legislatif dan Presiden 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum RI pada 22 Mei mendatang.

"Melihat situasi yang terjadi di negeri ini, perlu ada cara berfikir hikmah, solutif, dan bijaksana yang mencerahkan, tanpa melibatkan kepentingan jangka pendek," kata Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) wilayah Jawa Timur, Ismail Nachwu di Surabaya, Minggu.

Menurut dia, cara berfikir hikmah ini merupakan cara berfikir cendekiawan yang perlu dikembangkan ketika konflik atau dinamika di negeri ini begitu kental akan cara berfikir politik parsial.

"Kita khawatir kalau cara berfikir politik parsial ini yang mengemuka, maka konflik akan terjadi dan bisa mengancam disintegrasi bangsa. Saat ini masyarakat sudah terpecah ada blok ini dan itu, ada blok 01 dan blok 02," ujarnya.

Untuk itu, perlu  cara berfikir hikmah yang mencerahkan tanpa melibatkan kepentingan jangka pendek. Ia menjelaskan cara berfikir agama itu adalah hikmah.

"Kalau dalam Al Qur an surat Al Imron 159 disebutkan jika ada konflik maka perlu tabayun atau rekonsiliasi. Begitu juga bagi pihak yang menang, maka jangan menang-menangan dan bagi yang kalah jangan ngambek-ngambekan. Ayo ketemu gimana enaknya," katanya.

Saat ditanya soal pengumuman hasil rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2019, Ismail mengatakan agar semua pihak mengikuti prosedur yang telah ditetapkan KPU-RI.

"Jika ada yang tidak puas dengan hasil pemilu, maka ada mekanisme yang harus dilalui. Kalau memang ke MK (Mahkamah Konstitusi), ya harus dikawal ke MK. Saya tidak sependapat kalau jauh-jauh sudah tidak percaya dengan MK," ujarnya.

Megenai adanya warga Jatim yang akan mengikuti "people power" (pengerahan massa) saat pengumuman KPU di Jakarta pada 22 Mei, Ismail mengatakan itu merupakan ekspresi dari masyarakat yang tidak bisa dicegah dalam kontek demokrasi. Hanya saja, itu jangan dilakukan dengan cara kekerasan.

"Sebelum berangkat niatnya ditata dulu, jangan sampai ada niat jahat," katanya.

Baca juga: Masyarakat Kulon Progo diimbau menolak gerakan "people power"

Baca juga: Akbar Tandjung: "People power" tidak relevan

 

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019