Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita mata uang asing dari "safe deposit box" milik salah satu pejabat di Kementerian PUPR dalam penyidikan kasus suap suap pelaksanaan proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).

"Valuta-valuta asing itu kami sita dari "safe deposit box" salah satu pejabat di Kementerian PUPR setelah kami menemukan bahwa ada uang-uang lain yang diduga didapatkan terkait dengan proyek SPAM di Kementerian PUPR," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat.

Untuk diketahui, KPK sampai akhir Maret 2019 telah menyita uang dari 75 orang dalam penyidikan kasus tersebut.

"Terkait perkembangan penanganan perkara sampai akhir Maret 2019 ini, selama proses penyidikan KPK telah menyita uang dari 75 orang termasuk di antaranya dari 69 orang telah mengembalikan uang ke KPK," ucap Febri.

Uang yang disita tersebut, kata Febri, diduga diterima oleh para pejabat di Kementerian PUPR dalam rupiah dan berbagai bentuk mata uang asing, yaitu
Rp33.466.729.500, 481.600 dolar AS, 305.312 dolar Singapura, 20.500 dolar Australia, 147.240 dolar Hong Kong, 30.825 euro.

Selanjutnya, 4.000 poundsterling, 345.712 ringgit Malaysia, 85.100 yuan China, 6.775.000 won Korea, 158.470 bath Thailand, 901.000 yen Jepang, 38.000.000 dong Vietnam, dan 1.800 shekel Israel.

"KPK menduga pembagian uang pada pejabat Kementerian PUPR terjadi massal pada puluhan pejabat di sana terkait proyek Sistem Penyediaan Air Minum," ungkap Febri.

KPK pun, kata dia, sangat menyesalkan seolah-olah saat penerimaan suap itu terjadi pengawasan internal di Kementerian PUPR tidak berjalan.

"Kami harap ini juga bisa jadi pelajaran bagi instansi yang lain agar memaksimalkan pengawasan dan pengendalian internal agar hal-hal seperti ini tidak perlu terjadi sampai aliran dana itu mengalir pada puluhan orang pejabat di sana," tuturnya.

KPK juga mengidentifikasi bahwa diduga masih ada pejabat lainnya di Kementerian PUPR yang sudah pernah menerima aliran dana terkait dengan proyek SPAM itu.

"Kami ingatkan kembali agar bersikap kooperatif dan mengembalikan uang tersebut segera ke KPK karena sikap kooperatif itu pasti akan lebih baik dan juga dapat menjadi faktor yang meringankan di dalam hukum," ucap Febri.

KPK total telah menetapkan delapan tersangka terkait kasus tersebut. Diduga sebagai pemberi, yakni Dirut PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto (BS), Direktur PT WKE Lily Sundarsih (LSU), Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP) Irene Irma (IIR), dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo (YUL).

Empat orang tersebut saat ini dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Sedangkan diduga sebagai penerima, yaitu Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung Anggiat Partunggal Nahot Simaremare (ARE), PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah (MWR), Teuku Moch Nazar (TMN), dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin (DSA).

Anggiat Partunggal Nahot Simaremare, Meina Woro Kustinah, Teuku Moch Nazar, dan Donny Sofyan Arifin diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait proyek pembangunan SPAM Tahun Anggaran 2017-2018 di Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1, dan Katulampa.

Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.

Untuk proyek tersebut, mereka menerima masing-masing sebagai berikut.

Anggiat Partunggal Nahot Simaremare menerima Rp350 juta dan 5.000 dolar AS untuk pembangunan SPAM Lampung. Selanjutnya, Rp500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur.

Meina Woro Kustinah Rp1,42 miliar dan 22.100 dolar Singapura untuk pembangunan SPAM Katulampa. Teuku Moch Nazar Rp2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, dan Donny Sofyan Arifin Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019