Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu atas vonis 7 tahun penjara terhadap terdakwa Lucas yang merupakan advokat.

"KPK menghormati putusan pengadilan hari ini untuk terdakwa Lucas, terutama untuk pertimbangan-pertimbangan hakim yang menerima argumentasi dan bukti yang diajukan KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari atas putusan tersebut.

"Kami akan mempertimbangkan selama waktu tujuh hari ini. Analisis JPU juga akan disampaikan pada pimpinan KPK untuk menentukan sikap KPK berikutnya," kata Febri.

Sementara itu, Lucas langsung menyatakan banding atas putusan tersebut.

"Namun, jika pihak terdakwa banding, KPK memastikan akan menghadapi," ucap Febri.

KPK juga mengimbau pada pihak-pihak lain agar perkara ini menjadi pelajaran untuk menghormati proses hukum dan tidak berupaya menghalang-halangi atau menghambat penanganan perkara yang dilakukan KPK, Polri ataupun Kejaksaan.

"Karena khusus dalam kasus korupsi, ada ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Imbauan ini kami harap dipahami terkait semua perkara agar tidak perlu ada lagi advokat, pejabat ataupun pihak swasta yang terjerat pasal tersebut," tuturnya.

Majelis Hakim memutuskan Lucas terbukti bersalah dan divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan dalam perkara merintangi penyidikan Eddy Sindoro.

Vonis itu diputuskan majelis hakim yang terdiri atas Franky Tumbuwun, Emilia Djajasubagdja, Zaifuddin Zuhri, Agus Salim dan M Idris M Amin berdasarkan dakwaan pasal 21 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP tentang perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang perkara korupsi.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai bahwa Lucas terbukti menyarankan agar bekas petinggi Lippo Group Eddy Sindoro yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap kepada panitera pengadilan negeri Jakarta Pusat tapi berada di luar negeri untuk tidak pulang ke Indonesia.

"Terdakwa menyarankan Eddy Sindoro tidak kembali ke Indonesia karena akibat atau damage-nya besar sekali, akan ribut, dan pasti James Riady ikut terbawa-terbawa terus, sehingga menjadi tambah ramai ," kata anggota majelis hakim Emilia.

Lucas lalu mengatur agar saat Eddy mendarat di bandara Soekarno Hatta langsung dapat melanjutkan penerbangan keluar negeri tanpa melalui proses pemeriksaan Imigrasi. Lucas menghubungi Dina Soraya untuk mengatur hal tersebut. Dina lalu menghubungi Dwi Hendro Wibowo alias Bowo.

Bowo dan Duty Executive PT Indonesia Air Asia Yulia Shintawati lalu menjemput Eddy, Jimmy dan Michael Sindoro di depan pesawat menggunakan mobil AirAsia langsung menuju Gate U8 terminal 3 tanpa melalui pemeriksaan imigrasi dan Ridwan telah mempersiapkan "boarding pass" mereka.

Setelah Eddy Sindoro berhasil meninggalkan Indonesia, Bowo memberikan sebagian uang dari Lucas kepada orang-orang yang telah membantunya.

Akibat perbuatan Lucas, menurut hakim, penyidik menjadi terintangi dalam melakukan penyidikan, yakni tidak dapat memantau perlintasan Eddy Sindoro masuk atau keluar Indonesia, karena sarana untuk memantau perlintasan seseorang masuk/keluar Indonesia adalah data perlintasan dari tempat pemeriksaan imigrasi di bandara atau pelabuhan.

"Dengan tidak terpantaunya perlintasan Eddy Sindoro, maka penyidik tidak dapat dengan pasti mengetahui keberadaan Eddy Sindoro sehingga tidak dapat melakukan pemeriksaan dan tindakan hukum lainnya terhadap Eddy Sindoro selama kurang lebih dua tahun sejak Eddy Sindoro ditetapkan sebagai tersangka," tambah hakim Agus Salim.

Terkait perkara ini Eddy Sindoro sudah divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.

Baca juga: Advokat Lucas divonis 7 tahun penjara
Baca juga: Pengacara Lucas bantah adanya percakapan dengan Eddy Sindoro

 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019