Jakarta (ANTARA) - Peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Rivan Lee Ananda, mengatakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu bukan menjadi alasan bagi pemilih pemula memilih menjadi golput.

Menurut dia saat dijumpai di Kantornya, Jakarta, Selasa, hal ini karena mereka tidak mengalami saat peristiwa pelanggaran HAM terjadi.

"Memang benar mereka tidak mengalami peristiwa 65, reformasi 98, dan Timor Leste, jadi untuk mengetahui kejadian terkait pelanggaran HAM masa lalu mereka enggak tahu," kata Rivan. 

Rivan mengatakan, kecenderungan pemilih pemula untuk golput berdasarkan asosiasi pada dirinya.

Asosiasi yang dimaksudkan adalah apa yang menarik dan sesuai keinginannya si pemilih pemula, jika kecenderungannya agama maka si pemilih akan cenderung memilih hal yang ada kaitannya dengan agama, jelas Rivan. 

Rivan dalam kesempatan tersebut juga menyatakan kekecewaan terhadap partai politik peserta pemilu maupun calon presiden dan wakil presiden yang cenderung mengabaikan soal pelanggaran HAM masa lalu.

Rivan menegaskan bahwa pilihan golput pada setiap penyelenggaraan Pemilu tidak melanggar hukum selagi tidak menyalahi Undang-Undang (UU) yang berlaku. 

"Perlu digaris bawahi bahwa golput bukan tindakan kriminal, kecuali bertentangan dengan UU Pasal 308 UU No. 8 Tahun 2012," katanya.

Pewarta: Muhammad Adimaja
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019