Mataram (ANTARA News) - Pada 7 Januari 2019, penyidik Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat, melimpahkan ke penuntut umum kasus seorang guru berinisial ER yang terlibat peredaran narkoba di wilayah Narmada, Kabupaten Lombok Barat.

Saat menangkap ER bersama suami dan dua kurir, penyidik kepolisian mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain lima paket sabu-sabu dengan berat total 1,5 gram, satu timbangan elektrik, perangkat alat isap sabu-sabu, uang diduga hasil penjualan sabu-sabu sebanyak Rp3,8 juta, dan tiga handphone.

Perkara itu menunjukkan betapa mirisnya peredaran narkoba di pulau yang dahulunya di sebut bagian dari Sunda Kecil. Seorang guru yang notabene harus menjadi panutan bagi siswa siswinya namun harus terjebak dalam kubangan narkoba.

Hanya satu kata yang bisa publik sampaikan, yakni, lawan peredaran narkoba. Jangan sampai generasi muda di tanah Lombok menjadi budak benda laknat tersebut. Hingga aparat kepolisian harus berani menindak tegasnya disamping tetap peranan dari tokoh masyarakat ulama dan pemerintah terkait, memberikan sosialisasi akan bahayanya narkoba.

Kepala Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Mataram Nur Rachmat mencatat, jumlah pasien rehabilitasi narkoba dari Januari hingga Desember 2018 sebanyak 165 orang atau meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 145 orang.

"Peningkatan itu menjadi satu indikasi bahwa jumlah orang yang sadar terhadap penyalahgunaan narkoba semakin baik, bukan karena terjadi peningkatan kasus," katanyanya.

Sebanyak 165 orang pasien yang direhabilitasi di Klinik Pratama BNNK Mataram itu adalah mereka yang datang dengan sukarela dan memiliki keinginan kuat untuk sembuh dan lepas dari penyalahgunaan narkoba.

Meskipun, dalam perjalanan proses rehabilitasi masih ada sebagian dari mereka yang ternyata belum begitu serius dan memiliki keinginan yang kuat untuk sembuh.

Hal itu, katanya, bisa dilihat dari jumlah pasien yang berhasil menyelesaikan program rehabilitasi sebanyak 65 orang dari 165 orang pasien yang ada.

"Sedangkan jumlah pasien yang tidak patuh atau drop out dalam proses rehabilitasinya tercatat 45 orang atau 28,5 persen," ujarnya.

Di samping itu, terdapat 19 pasien masih direhabilitasi dan 34 orang dirujuk ke tempat rehabilitasi rawat inap.

Mereka dirujuk ke beberapa rumah sakit yang telah bekerja sama dalam program rehabilitasi penyalahgunaan narkoba diantaranya dirujuk ke Rumah Sakit Mutiara Sukma sebanyak 14 orang, RSUD Mataram, RSUP NTB, Rumah Sakit Islam, dan ada juga 8 orang yang dirujuk ke Lido, Jawa Barat.

Dikatakan, aktivitas penyalahgunaan narkoba di kota ini seperti fenomena gunung es, sehingga keberhasilan dapat dilihat dari upaya-upaya pencegahan dan peningkatkan pemberdayaan masyarakat.

Karenanya, dalam upaya pemberantasan BNNK Mataram menjalin kerja sama dan bersinergi dengan seluruh komponen masyarakat guna memperkokoh barisan untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba.

"Selain itu kami berkonsentrasi melakukan pemberantasan peredaran gelap narkoba, dan perkembangan narkoba jenis baru juga menjadi perhatian serius kami," katanya.



Taman Udayana

Taman Udayana yang berada di Kota Mataram sempat menjadi perhatian publik setelah Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Mataram menyebutkan Taman Udayana menjadi salah satu lokasi terindikasi prospektif dilakukan penyalahgunaan narkoba bagi kalangan generasi muda.

Pernyataan itu bukan sembarang pernyataan melainkan berdasarkan hasil temuan dari kegiatan skrining dan intervensi lapangan (SIL) yang dilakukan tim pada sejumlah lokasi di Kota Mataram.

"Lokasi tersebut meliputi tempat nongkrong Taman Udayana, komunitas pemuda Ampenan, tempat karaoke, tempat ngopi, asrama atau indekos mahasiwa, pelajar SMA/SMK dan pelajar SMP di Mataram," kata Nur Rachmat.

Menurut dia, dari kegiatan SIL yang dilakukan oleh petugas pada beberapa tempat tersebut, terdapat 372 orang yang dilakukan skrining dan ditemukan 55 orang atau 14,8 persen yang prospektif untuk dirujuk ke tempat rehabilitasi narkoba.

"Zat yang digunakan antara lain, sabu, obat-obatan medis yang disalahgunakan, rokok dan alkohol. Rokok dan alkohol menjadi pintu masuk penyalahgunaan narkoba," katanya.

Dikatakan, kegiatan SIL ini merupakan kegiatan baru dari BNNK Mataram sebagai upaya jemput bola dalam melakukan penjaringan terhadap indikasi penyalahgunaan narkoba yang diuji coba mulai bulan Maret 2018.

Dimana tim yang diturunkan ke titik-titik yang dianggap memiliki potensi penyalahgunaan narkoba berbasis masyarakat umum, dengan jumlah tiga sampai empat orang pada satu titik.

"Masyarakat yang peduli dan mau menjadi anggota SIL, silakan datang ke kami dan sebelum turun kita terlebih dahulu memberikan pelatihan agar mampu menemukan prospektif penyalahgunaan narkoba," katanya.

Program SIL ini, tambahnya, dibentuk mengingat kondisi saat ini permasalahan narkoba di Mataram mengalami peningkatan yang diindikasikan dengan semakin banyaknya korban penyalahgunaan narkoba dari semua kalangan terutama generasi muda.

"Oleh karena itu, kami berharap pemerintah kota dapat terus meningkatkan pengawasan pada titik-titik yang terindikasi menjadi potensi penyalahgunaan narkoba, serta aktif melakukan sosialisasi tentang P4GN. Jangan sampai narkoba menjadi gaya hidup," katanya menutup.

Menanggapi pernyataan dari BNNK Mataram tersebut, Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, akan memperketat pengawasan di Taman Udayana sebagai upaya antisipasi aktivitas penyalahgunaan narkoba.

"Indikasi temuan yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNNK) Mataram terhadap kasus penyalahgunan narkoba di Udayana akan menjadi atensi kami untuk meningkatkan pengawasan," kata Wakil Wali Kota Mataram Mohan Roliskana.

Mohan mengakui Udayana kini menjadi salah satu pusat keramaian di Kota Mataram dan aktivitas masyarakat di kawasan tersebut telah dibatasi sampai pukul 22.00 WITA, bahkan pada malam Jumat tetap diberlakukan tidak boleh ada aktivitas apapun termasuk aktivitas ekonomi di kawasan tersebut.

"Tetapi, hal itu tidak bisa sepenuhnya kami bisa melakukan pengawasan terhadap aktivitas masyarakat selama 24 jam, karena keberadaan aparat di kota ini juga sangat terbatas," katanya.

Oleh karena itu, untuk dapat mengawasi aktivitas masyarakat di kawasan tersebut, pemerintah kota akan mencoba menggandeng pedagang kaki lima (PKL) di Taman Udayana.

Pedagang dinilai efektif menjadi pengawas berbagai aktivitas masyarakat di kawasan itu, karena mereka selalu ada di kawasan tersebut. "Jadi PKL bisa sepenuhnya melakukan pengawasan terhadap berbagai indikasi penyalahgunaan narkoba," katanya.

Untuk dapat melakukan pengawasan secara maksimal, pemerintah kota tentunya akan berkoordinasi dengan BNNK Mataram agar dapat memberikan edukasi tentang indikasi penyalahgunaan narkoba.

"Dengan demikian, apabila pedagang menemukan ada indikasi, mereka bisa langsung berkoordinasi dengan petugas BNNK maupun aparat hukum," ujarnya.*


Baca juga: NTB darurat narkoba

Baca juga: Penyidik Polda NTB tidak temukan bukti suap Rp10 miliar


Baca juga: Krimsus Polda NTB gelar ratas pelarian Dorfin
 

Pewarta: Riza Fahriza dan Dhimas Budi Pratama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019