Jakarta (ANTARA News) - Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargen menilai pemerintah dan masyarakat jangan menganggap spele persoalan informasi bohong atau hoaks yang selama ini beredar, karena menyangkut stabilitas negara.

"Saya selalu bilang hati-hati, ini masuk keamanan Pemilu. Hoaks jangan dianggap sebagai persoalan sepele," kata Boni dalam diskusi Merawat KeIndonesiaan Seri Diskusi Ke-XVIII bertajuk Memilih Melampaui Hoaks, di Jakarta, Jumat.

Dia menilai persoalan hoaks seperti isu tujuh kontainer yang membuat surat suara tercoblos merupakan persoalan serius karena menyangkut stabilitas negara.

Boni menduga kasus hoaks tujuh kontainer bertujuan merusak citra dan integritas KPU sehingga apabila kandidat tertentu kalah maka yang disalahkan adalah KPU.

"Yang mau dicapai adalah merusak citra dan integritas KPU sehingga apabila kandidat tertentu kalah maka yang disalahkan adalah KPU, seolah-olah ada kecurangan," ujarnya.

Dia juga menilai demokrasi digital saat ini munculkan istilah kebebasan berbicara yang benar namun bebas bicara yang bohong.

Menurut dia, kebebasan demokrasi yang kebablasan tersebut karena praktek politik di Indonesia yang mencerminkan oligarki dan kartel sehingga memunculkan "tembok" pemisah dengan masyarakat.

"Kepercayaan menurun karena praktik korupsi, keadaan ekonomi sulit, kondisi sosial terpuruk lalu memunculkan ketidakmatangan. Bagi pecundang itu merupakan peluang, kelompok ini ingin meraih kekuasaan," katanya.

Boni menilai hoaks yang berkembang di masyarakat adalah didesain sehingga kebebasan demokrasi menjadi ruang bagi kelompok-kelompok tidak bertanggung jawab bergerak.

Menurut dia, masyarakat memiliki tanggung jawab moral untuk menangkal hoaks yang telah mengarah pada ancaman negara untuk mengembalikan ke arah yang benar.

Baca juga: LPI duga hoaks dijadikan skenario politik

Baca juga: Tersangka tidak dapat tunjukkan sumber hoaks surat suara

Baca juga: Polisi tangkap satu lagi tersangka hoaks surat suara

 

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019