Pemerintah Indonesia siap menjadi kampiun dan perintis pembangunan rendah karbon, termasuk dalam memelopori kota berkelanjutan dan energi hijau
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan penurunan daya dukung lingkungan dalam suatu negara akan menghambat pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
   
"Kegiatan pembangunan harus mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan yang menyeimbangkan antara aspek ekonomi, sosial,maupun lingkungan, termasuk pembangunan perkotaan. Kita tahu penurunan daya dukung lingkungan akan menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara," ujar Bambang dalam acara the 24th Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change atau COP24 dengan topik “Investing in Low Carbon Development: Sustainable Cities and Green Energy” yang berlangsung di Katowice, Polandia, sebagaimana keterangan resmi yang diterima Antara di Jakarta, Selasa.
   
Bambang menuturkan, saat ini populasi penduduk yang tinggal di kota terus meningkat dengan cepat. Dalam dua dekade terakhir, penduduk perkotaan Indonesia meningkat dua kali lipat,yaitu dari 77,9 juta pada 1997 menjadi 144,3 juta pada 2017.

Dengan tingkat pertumbuhan rata-rata penduduk perkotaan 4,1 persen, diperkirakan 68 persen penduduk Indonesia akan tinggal di kota pada 2025.
     
"Tidak dapat dipungkiri kota adalah penggerak pertumbuhan ekonomi. Setiap satu persen peningkatan populasi penduduk perkotaan telah meningkatkan pendapatan per kapita negara-negara Asia Timur Pasifik sebesar 2,5-3 persen per tahun, China 2,7 persen per tahun, dan sementara Indonesia 1,4 persen per tahun," kata Bambang.
     
Selain berdampak terhadap ekonomi, pertumbuhan kota juga berdampak terhadap kualitas lingkungan. Mengonsumsi lebih dari dua pertiga energi total, kota juga dikenal sebagai penyumbang 70 persen emisi Gas Rumah Kaca (GRK).  

Kegiatan produksi dan konsumsi penduduk perkotaan, terutama untuk makanan, energi, air bersih, dan transportasi juga memberikan tekanan terhadap lingkungan.
   
Pemerintah Indonesia sendiri telah mengintegrasikan prinsip Agenda Baru Perkotaan atau New Urban Agenda (NUA) yang dirilis UN-Habitat pada 2016 ke dalam Perpres No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dan menempatkan tiga misi pembangunan kota-kota di Indonesia antar alain aspek sosial yaitu inklusif dengan meningkatkan akses universal terhadap layanan dasar, aspek ekonomi yaitu pertumbuhan berkelanjutan ditopang masyarakat makmur, produktif, dan kompetitif, dan aspek lingkungan, yaitu lebih hijau,efisien menggunakan sumber daya alam, dan tangguh memiliki lingkungan yang aman dan sehat. 
   
"Dalam konteks ini, Pemerintah Indonesia siap menjadi kampiun dan perintis pembangunan rendah karbon, termasuk dalam memelopori kota berkelanjutan dan energi hijau," kata Bambang.
   
Saat perhelatan IMF-World Bank Annual Meeting di Balipada Oktober 2018 lalu, Pemerintah Indonesia juga merilis Pembangunan Karbon Rendah Indonesia atau Low Carbon Development Indonesia (LCDI).

Sebagai platform baru pembangunan masa depan, PRK bertujuan untuk mempertahankan pembangunan sosial-ekonomi melalui kegiatan rendah emisi dan meminimalkan eksploitasi SDA. 
     
Sebagai bagian proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Kementerian PPN/Bappenas sedang berupaya mengarusutamakan kerangka PRK ke dalam rancangan teknokratis tersebut.   
   
"Tidak perlu ada trade-off antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan sosial-ekonomi termasuk pembangunan perkotaan. Kota-kota yang berkelanjutan dan layak huni hanya dapat dicapai apabila kita menerapkan PRK melalui kegiatan rendah emisi dan meminimalkan eksploitasi sumber daya alam," ujar Bambang.

Hasil New Climate Economy (NCE) Report menunjukkan semakin banyak kota yang lebih padu, saling terhubung, dan terkoordinasi yang menerapkan pembangunan kota rendah karbon, menghemat 17 triliun dolar AS pada 2050. 
   
Meskipun untuk menuju hal tersebut, lanjut Bambang, pemerintah butuh investasi dalam jumlah besar, kepemimpinan yang baik di tingkat nasional dan regional, dan kemitraan yang kuat dari semua pemangku kepentingan. 
   
"Untuk itu, skema dan sumber pembiayaan yang tepat untuk setiap jenis proyek harus ditemukenali, termasuk pembiayaan inovatif dan kreatif seperti blended finance hingga green bonds," kata Bambang.

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018