Posisi generasi milenial sangat diperhitungkan pada tahun politik ini, menyongsong Pemilihan Umum Presiden 2019 maupun Pemilu Legislatif yang akan dilaksanakan bersamaan pada 17 April 2019..
Oleh Berlian Helmy *)

Dalam tataran teori politik, campur tangan partai politik atau parpol dianggap sebagai alternatif yang pas untuk membuat representasi politik dalam berdemokrasi.

Generasi milenial atau anak muda era sekarang kelahiran awal 1980-an hingga awal 2000 ini dalam gejolak perpolitikan masa kini secara nyata banyak berpreferensi kepada demokrasi seperti menjadikan keterbukaan, akuntabilitas publik dan kebebasan, sangat terlihat bahwa generasi milenial atau anak muda secara nyata dengan maksud berpartisipasi ingin memperbaiki sistem demokrasi.

Salah satu opsi yang mungkin dan layak jika anak muda ikut dalam kepentingan politik, hal ini salah satunya terlihat jelas ketika anak muda bersemangat untuk berjuang didalam tubuh partai.

Oleh karena itu melalui jalur partai politik tersebut semangat membara yang meracuni generasi milenial atau anak-anak muda masa kini untuk mulai berpolitik.

Banyaknya politikus-politikus muda yang tergabung dalam partai politik dengan maksud melakukan perubahan dan reformasi sistem politik secara signifikan, kemudian menghasilkan kader-kader yang kelak akan menjadi wakil rakyat dan pejabat publik.

Namun kenyataannya apatisme masih terlihat, masih kurangnya tanggapan-tanggapan dan respons positif terhadap penyelesaian problematika yang ada dalam ranah masyarakat. Artinya, masih kurang berhasil menghasilkan wakil rakyat atau pemimpin sekalipun dari kalangan generasi milenial atau anak muda masa kini.

Dari berbagai latar belakang anak-anak muda yang tergabung dalam ranah politik dan berbagai motif tertentu yang mendorong sekaligus membuat mereka bersemangat untuk berpolitik atau terjun ke dunia politik.

Ini merupakan salah satu yang harus menjadi apresiasi bagi bangsa dan negara ini.

Latar belakang diri politikus muda tersebut sangat beragam, mulai dari anak-anak muda kalangan biasa hingga anak-anak muda kalangan pebisnis atau pengusaha.

Memanasnya dunia perpolitikan di Indonesia saat ini membuat generasi milenial bergegas mengikuti dan bergabung dalam jejak dunia politik.

Generasi milenial atau anak muda semangat berpartisipasi dalam menyuarakan ide dan gagasanya sekaligus mempunyai hak memilih dan dipilih.

Generasi milenial identik dengan usia 17 tahun ke atas yang tegolong dalam pemilih muda yang mempunyai daya pikir masih curam.

Tetapi sekarang ini banyak anak muda khususnya pebisnis muda yang tergabung dalam partai politik yang berambisi kuat masuk dalam ranah perpolitikan dan ingin menjadi kader-kader pemimpin muda.

Posisi generasi milenial saat ini sangat diperhitungkan pada tahun politik era sekarang ini menyongsong Pemilihan Umum Presiden 2019 maupun Pemilu Legislatif (Pileg) yang akan dilaksanakan bersamaan pada 17 April 2019.

Jika dilihat posisi anak muda pada masa sekarang merupakan anak muda yang penuh dengan inisiatif, pergerakan dan lebih pragmatis.

Akan tetapi dengan semangat generasi milenial tersebut banyak yang mengandung isu negatif seperti halnya bahwa anak muda sekarang masuk menjadi kader partai politik dengan maksud menghadirkan perubahan.

Tetapi kenyataannya masih banyak anak muda yang tergabung dalam politik sekarang ini karena memiliki motif tertentu dan mudahnya terprovokasi, yang membuat mereka tertarik sehingga ketika sudah tergabung kebanyakan mereka hanya menjadi boneka-boneka yang dimainkan oleh elite-elite politik untuk dijadikan pancingan sehingga muncullah konfik dan isu-isu politik yang mengakibatkan kehancuran.

Generasi milenial menyumbang suara cukup banyak dalam menyukseskan pemilu, khususnya pada pesta demokrasi 2019 nanti.

Artinya, generasi milenial yang dimaksud merupakan generasi pemuda, yang jika dalam politik pesta demokrasi (pemilu), mereka merupakan pemilih pemula dan muda, dilihat dari data pemilih milenial mencapai 70 juta - 80 juta jiwa dari 193 juta pemilih.

Sekitar 40-50 persen memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu dan akan menentukan siapa pemimpin pada masa mendatang untuk memimpin dan memajukan bangsa beberapa tahun ke depan.

Dalam hal ini, partisipasi politik generasi milenial tentu sangat substansial karena dari persentase jumlah pemilih, generasi milenial menyumbang suara cukup banyak dalam menyukseskan pemilu.

Untuk itu generasi milenial saat ini dituntut untuk lebih memahami perilaku pemilih mereka terlebih dahulu.

Jika dalam hal ini, generasi milenial disebut dengan pemilih pemula dan muda yang ikut berpartisipasi dalam menyukseskan pemilu, lantas bagaimana dengan generasi milenial yang tergabung dalam politik dan ingin menjadi politisi muda dengan latar belakang dan motif yang beragam.

Banyaknya fakta yang terjadi terkait majunya para pemuda menjadi kader pemimpin sekarang ini tidak ada yang membawa perubahan signifikan dan menjadikan akuntabilitas normal pada sebuah negara.

Namun, yang terlihat hanya kesenangan semata. Artinya bahwa generasi milenial seharusnya untuk maju dalam dunia politik harus mempunyai komitmen dari dalam diri dan konsisten akan apa yang dikerjakan agar tercipta generasi pemimpin milenial yang berintegritas dan bermatabat.

*) Penulis adalah Direktur Pengkajian Ideologi Dan Politik, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI

Baca juga: Indonesia menuju Politik 4.0
Baca juga: Peta politik AS pasca-Pemilu Sela 2018

 

Pewarta: -
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2018