Makin banyak karbondioksida yang dihasilkan oleh sebuah negara, maka makin besar kontribusinya bagi kerusakan alam.
Jember (ANTARA News) - Sejumlah peneliti Universitas Jember (Unej) bersama peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) menjajaki kerja sama penelitian jejak karbon (carbon footprint).

Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB Dr Nunung Nuryartono, Selasa, mengatakan penelitian jejak karbon yang dilakukannya mengukur jumlah karbondioksida (CO2) yang dihasilkan di Indonesia, khususnya oleh kalangan rumah tangga.

"Seperti diketahui, makin banyak karbondioksida yang dihasilkan oleh sebuah negara, maka makin besar kontribusinya bagi kerusakan alam," ujarnya di Jember

Padahal, ada asumsi makin maju sebuah negara, maka semakin sedikit karbondioksida yang dihasilkan karena kebijakan ekonomi yang dijalankan sudah mempertimbangkan kelestarian alam dan masyarakatnya pun sudah sadar lingkungan.

"Apalagi saat ini ada tuntutan kebijakan ekonomi sebuah negara wajib memperhatikan aspek lingkungan, sehingga kajian-kajian kebijakan ekonomi yang berwawasan lingkungan pun makin berkembang," katanya.

Peraih nobel ekonomi tahun 2018 diraih oleh William Nordhaus dan Paul Romer yang dikenal sebagai pakar ekonomi berwawasan lingkungan, namun sayangnya belum banyak peneliti di Indonesia yang mau menekuni penelitian jejak karbon.

"Data karbondioksida yang dihasilkan oleh Indonesia diantara negara-negara di dunia  sempat naik turun," katanya.

Pada tahun 2010, Indonesia menduduki peringkat ke-12, namun tahun 2012 naik ke posisi ke-5, dan kemudian turun kembali ke posisi 12 pada tahun 2015.

"Dalam penelitian yang kami lakukan, penurunan karbondioksida yang dihasilkan oleh Indonesia pada tahun 2015 ternyata dipengaruhi oleh kebijakan pencabutan subsidi BBM yang dilakukan oleh pemerintah, kampanye sadar hemat energi, dan makin membaiknya transportasi umum," katanya.

Kemudian hasil penelitian itu dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan ekonomi yang akan dijalankan.

Ajakan Dekan FEM IPB tersebut mendapatkan sambutan positif dari dosen program studi biologi Fakultas MIPA Unej Hari Sulistyowati yang mengatakan pihaknya tertarik dengan penelitian jejak karbon itu karena Unej juga sudah melaksanakan program mitigasi bencana berbasis lahan yang salah satu kegiatannya adalah menghitung berapa karbon yang diserap oleh tanaman yang telah ditanam di lahan rehabilitasi Taman Nasional Meru Betiri.

"Jadi, penelitian jejak karbon yang dilakukan Dekan FEM IPB lebih ke ranah sosial ekonomi, yang dapat saling melengkapi dengan penelitian yang dilakukan dosen Unej," katanya.

Ketertarikan untuk mengadakan kolaborasi penelitian juga dilontarkan oleh dosen Program Studi Teknik Likungan Fakultas Teknik Fahir Hasan yang mengaku tertarik dengan hasil penelitian yang menyebutkan bidang pertanian dan industri pertanian juga menjadi penyumbang karbondioksida di Indonesia.

"Data tersebut dapat digunakan untuk mencari solusi bagaimana pertanian dan industri pertanian yang ramah lingkungan. Kebetulan kami di Program Studi Teknik Lingkungan Unej memiliki fokus pada permasalahan lingkungan di wilayah pertanian, agroindustri, pertambangan, dan pariwisata," katanya.

Rintisan kerja sama itu dimulai dengan kegiatan sesi berbagi antara Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB yang juga peneliti jejak karbon dengan para peneliti lintas disiplin di Unej di gedung Pascasarjana pada Senin sore (22/10).

Kegiatan bertema Inequality Carbon Footprint In Indonesia yang difasilitasi oleh Program Studi Pascasarjana Unej bersama Kelompok Riset SDGs itu, selain dihadiri para peneliti di Kampus Tegalboto, kegiatan diskusi juga menggunakan fasilitas video conference sehingga bisa diikuti oleh peneliti dari perguruan tinggi, dan lembaga lainnya. (KR-ZUM).*

 

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018