Ini menurut saya bukan ekonomi neoliberal lagi, ini lebih parah dari neolib. Harus ada istilah, ini menurut saya ekonomi kebodohan atau 'the economics of stupidity', itu yang terjadi."
Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal DPP PPP Arsul Sani menilai oposisi dalam sistem demokrasi harus menawarkan konsep yang lebih baik dari yang sudah dijalankan pemerintah, bukan mengeluarkan pernyataan yang menakuti rakyat.

"Di negara demokrasi dimanapun, distingsi atau daya pembeda antara pemerintah dengan oposisi adalah pada konsep yang ditawarkan bukan hanya mengkritisi atau menyalahkan pemerintah," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.

Dia menilai yang ditunjukkan pihak oposisi selama ini hanya pernyataan-pernyataan yang menakuti rakyat misalnya Indonesia akan bubar dan punah serta Indonesia menjalankan sistem ekonomi yang kacau.

Menurut dia seharusnya pihak oposisi menunjukkan dan menawarkan konsep yang berbeda yaitu apa yang menurut mereka benar untuk dijalankan di Indonesia.

Arsul yang merupakan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf itu mencontohkan kalau oposisi selalu mengkritisi soal utang untuk pembangunan, maka harus dijelaskan bagaimana konsep pembangunan tanpa utang.

"Kalau mereka selalu kritisi soal utang untuk pembangunan, kami ingin dengar konsep pembangunan tanpa utang seperti apa. Apakah rakyat akan dimintai iuran tiap hari Jumat atau seperti apa, kami ingin dengar," ujarnya.

Sebelumnya, calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) pada Kamis (11/10) menyampaikan kritiknya atas kondisi ekonomi Indonesia.

Dia menilai sistem ekonomi di Indonesia saat ini tidak berjalan dengan benar dan sudah lebih parah dari paham neoliberalisme yang dianut oleh Amerika Serikat.

Karena itu menurut dia, angka kesenjangan sosial masyarakat Indonesia semakin tinggi bahkan dirinya menyebut Indonesia sedang mempraktikkan sistem ekonomi kebodohan.

"Ini menurut saya bukan ekonomi neoliberal lagi, ini lebih parah dari neolib. Harus ada istilah, ini menurut saya ekonomi kebodohan atau 'the economics of stupidity', itu yang terjadi," ujar Prabowo.

Prabowo memaparkan beberapa indikator untuk menguatkan argumentasinya tersebut, misalnya sejak 1997 hingga 2014, kekayaan Indonesia yang hilang atau dinikmati oleh pihak asing mencapai 300 miliar dollar Amerika Serikat.

Baca juga: Kritikan ekonomi kebodohan justru tunjukkan "kebodohan" berkampanye

Baca juga: Tim Pembela Demokrasi laporkan Prabowo-Fadli ke Bareskrim

Baca juga: Prabowo imbau pendukungnya tidak sebar ujaran kebencian

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018