Seringkali timbul permasalahan baru terkait bantuan internasional ini karena menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan,
Jakarta, (ANTARA News) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjelaskan bahwa tanpa perlu dinyatakan sebagai bencana nasional, penanganan terhadap gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), skalanya sudah nasional.

Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan pemerintah pusat terus mendampingi dan memperkuat pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota.

"Perkuatan itu seperti bantuan anggaran, pengerahan personil, bantuan logistik dan peralatan, manajerial dan tertib administrasi," ujarnya.

Sutopo menjelaskan, wewenang penetapan status bencana ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa penentuan status keadaan darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan tingkatan bencana.

Untuk tingkat nasional ditetapkan oleh Presiden, tingkat provinsi oleh Gubernur, dan tingkat kabupaten/kota oleh Bupati/Wali kota.

Sutopo menambahkan, penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah didasarkan pada lima variabel utama yakni jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Namun indikator itu saja tidak cukup, karena ada hal yang mendasar indikator yang sulit diukur yaitu kondisi keberadaan dan keberfungsian Pemerintah Daerah, apakah collaps atau tidak.

"Kepala daerah beserta jajaran di bawahnya masih ada dan dapat menjalankan pemerintahan atau tidak," katanya.

Pemerintah berkaca pada tsunami Aceh 2004 yang ditetapkan sebagai bencana nasional karena pemerintah daerah, baik provinsi dan kabupaten/kota termasuk unsur pusat di Aceh seperti Kodam dan Polda collaps atau tak berdaya.

Risikonya, lanjut dia, semua tugas Pemerintah Daerah diambil alih pusat termasuk pemerintahan umum. Bukan hanya bencana saja.

"Dengan adanya status bencana nasional maka terbukanya pintu seluas-luasnya bantuan internasional oleh negara-negara lain dan masyarakat internasional membantu penanganan kemanusiaan. Ini adalah konsekuensi Konvensi Geneva. Seringkali timbul permasalahan baru terkait bantuan internasional ini karena menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan," ujar Sutopo.

Jadi, katanya, ada konsekuensi jika menetapkan status bencana nasional. Sejak tsunami Aceh 2004 hingga saat ini belum ada bencana yang terjadi di Indonesia dinyatakan bencana nasional.

"Bangsa Indonesia banyak belajar dari pengalaman penanganan tsunami Aceh 2004. Yang utama adalah penanganan terhadap dampak korban bencana. Potensi nasional masih mampu mengatasi penanganan darurat bahkan sampai rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana nanti," katanya.

Karen itu, lanjut Sutopo, tanpa ada status bencana nasional pun penanganan bencana saat ini skalanya sudah nasional.

"Dana cadangan penanggulangan bencana sebesar Rp 4 trilyun yang ada di Kementerian Keuangan dengan pengguna oleh BNPB siap dikucurkan sesuai kebutuhan. Jika kurang Pemerintah siap akan menambahkan dengan dibahas bersama DPR RI. Kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa Lombok diperkirakan lebih dari Rp 7 trilyun juga akan dianggarkan oleh Pemerintah Pusat," katanya.

Bahkan Presiden akan mengeluarkan Instruksi Presiden tentang percepatan penangan dampak gempa Lombok. Pemerintah pusat total memberikan dukungan penuh bantuan kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan kota serta tentu saja yang paling penting kepada masyarakat.

"Pesiden terus memantau perkembangan penanganan gempa Lombok. Bahkan Presiden telah hadir ke Lombok dan memberikan arahan penanganan bencana. Jadi, tidak usah berpolemik soal status bencana nasional," demikian Sutopo Purwo Nugroho.*


 

Baca juga: Status gempa Lombok tidak dinaikkan jadi bencana nasional

Baca juga: Marc Marquez sampaikan doa untuk korban gempa Lombok



 

Pewarta: Arief Mujayatno
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018