Jakarta (ANTARA News) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyebutkan eksploitasi seksual anak masih marak, terbukti dalam sebulan terakhir ada beberapa kasus perdagangan anak --sebut saja Bunga (16)-- asal Kota Bekasi yang di jual ke Papua.

Kemudian (nama samaran) Lu (15) dan Le (16), asal Kabupaten Malang dengan tujuan Papua juga, terakhir Tu (15) yang dieksploitasi ibu kandungnya untuk tujuan prostitusi di Blitar.

Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi KPAI, Ai Maryati Solihah, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu mengatakan tujuan menjual gadis ke Papua patut dipertanyakan kepada para pelaku, sebab dua peristiwa di atas harus mampu menjelaskan bahwa trend daerah tujuan ke Papua tergolong baru untuk trafficking dengan tujuan prostitusi.

"Hal ini menandakan ada pergeseran pemesanan dari yang biasanya kota besar menjadi daerah yang jauh dan sulit dijangkau transportasi seperti pada umumnya," kata dia.

Untuk kasus Luna dan Leni KPAI mengapresiasi Polda Papua yang telah sigap dalam mengamankan korban dan mengembalikannya ke Kabupaten Malang.

Untuk itu KPAI juga meminta adanya perhatian khusus pada Kepolisian Papua untuk meningkatkan pelayanan pada perlindungan anak korban trafficking di Papua.

Dalam kasus Bunga (16) asal Kota Bekasi, keluarga belum bertemu anaknya sampai saat ini karena pemulangan masih belum jelas. Padahal keluarga sangat mengharapkan kepolisian dan Gugus Tugas Trafficking Jawa Barat segera mengambil langkah untuk pengembalian Bunga.

"Dari keterangan Kepolisian, yang sudah mengamankan Korban dan Pelaku, gadis-gadis ini memang berniat bekerja sebagai pramusaji di cafe melalui informasi teman dan kenalannya," kata dia.

Namun, niat mereka kandas ketika harus menjadi pemandu lagu di tempat-tempat karaoke dan berakhir dengan harus melayani nafsu para hidung belang.

Dia mengatakan Luna dan Leni menjadi contoh nyata mereka melarikan diri dari lokasi prostitusi dan mengadu kepada pihak berwajib untuk segera kembali ke kampung halaman.

Oleh sebab itu dalam mencegah terjadinya perdagangan yang menyasar gadis muda ini harus diawali oleh informasi yang benar tentang tempat bekerja, pastikan tidak ada rekayasa dokumentasi yang justru akan menyulitkan diri sendiri.

Dia mengimbau masyarakat harus lebih berhati-hati dan mewaspadai apabila pada usia anak ada yang merekrut atau mengajak bekerja yang menyebutkan menjadi pemandu lagidi tempat-tempat hiburan demi untuk mencegah hal yang tak diinginkan sedini mungkin.

Peristiwa memilukan di Blitar dimana ibu kandung menjual anak gadisnya berkali-kali untuk kepentingan ekonomi harus segera ditindak.

"Orang tua akan mendapatkan pemberatan hukuman karena sebagai ibu sejatinya memberikan perlindungan dan mendidik anak-anaknya bukan sebaliknya menjadikannya budak seksual," kata dia.

Dalam hal ini orang tua berhadapan dengan UU Nomor 35/2014 tentang Perlindungan anak dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda 200 juta rupiah.

Menurut dia kemiskinan kerap menjadi alasan terjadinya praktik eksploitasi hingga dilakukan oleh keluarga sendiri yang tega mengorbankan anak sendiri, padahal tidak ada alasan apapun yang membenarkan itu sehingga penegakkan hukum adalah jalan yang tetap harus ditegakkan demi keadilan dan perlindungan khusus pada korban anak.

KPAI meminta agar anak segera direhabilitasi baik fisik dan psikologisnya agar mendapat perlindungan secara optimal, karna pasti tidak mudah melewati penderitaan panjang dan diakhiri kehilangan keluarga yang harus mendekam dijeruji besi.

Untuk langkah selanjutnya KPAI akan melaksanakan pengawasan pada daerah tersebut di atas sebagai upaya memastikan upaya perlindungan anak dan pemenuhan keadilan pada anak.

Pewarta: Aubrey Fanani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018