Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo meminta agar kejahatan terorisme dapat diperangi dengan cara-cara yang luar biasa yaitu menggunakan pendekatan keras (hard power) dan lunak (soft power).

"Terorisme adalah kejahatan yang luar biasa, maka juga dihadapi, dilawan, diperangi dengan cara-cara luar biasa. Selama ini fokus perhatian kita lebih banyak pada pendekatan `hard power` dengan lebih mengedepankan penggunaan tindakan," kata Presiden Joko Widodo, dalam rapat terbatas pencegahan dan penanggulangan terorisme, di kantor presiden, Jakarta, Selasa.

Menurut Presiden, pencegahan sebelum aksi teror dilakukan dengan penegakan hukum tegas, keras, dan tanpa kompromi dengan memburu dan membongkar jaringan teroris sampai ke akar-akarnya jelas sangat diperlukan, tapi itu belum cukup.

"Sudah saatnya kita menyeimbangkan dengan pendekatan `soft power` dan saya minta pendekatan `soft power` yang kita lakukan bukan hanya dengan memperkuat progam deradikalisasi kepada mantan narapidana teroris, tapi juga membersihkan lembaga-lembaga mulai dari TK, SD, SMP, SMA, SMK, perguruan tinggi dan ruang-ruang publik, mimbar-mimbar umum dari ajaran-ajaran ideologi terorisme," ujar Presiden.

Langkah preventif dinilai Presiden penting terlebih ketika kita melihat serangan teror bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo pada 13 Mei 2018 lalu yang mulai melibatkan keluarga, perempuan, dan anak-anak di bawah umur.

Baca juga: Cegah radikalisme mulai dari keluarga

"Ini menjadi sebuah peringatan kepada kita semuanya, menjadi `wake up call` betapa keluarga telah menjadi target indoktrinasi terorisme. Sekali lagi saya ingatkan ideologi terorisme telah masuk kepada keluarga kita, ke sekolah-sekolah kita, untuk itu saya minta pendekatan `hard power` dengan `soft power` ini dipadukan," kata Presiden.

Menurut Presiden, kedua pendekatan itu perlu diseimbangkan dan saling menguatkan, sehingga aksi pencegahan dan penanggulangan terorisme berjalan jauh lebih efektif lagi.

"Terorisme adalah kejahatan luar biasa terhadap negara, bangsa, dan juga terhadap kemanusiaan dan hampir semua negara di dunia menghadapi ancaman kejahatan terorisme ini. Ancaman terorisme bukan hanya terjadi di negara-negara yang sedang dilanda konflik, tapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat serta Uni Eropa juga menghadapi ancaman yang sama," kata Presiden.

Hadir dalam rapat terbatas tersebut Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, dan Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu.

Selanjutnya, hadir pula Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Wakil Menteri Luar Neger AM Fachir, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Kemudian, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, Jaksa Agung HM Prasetyo, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius.

Baca juga: Kemenkominfo lakukan verifikasi 19.500 situs radikal

Baca juga: Menristekdikti nyatakan perguruan tinggi harus cegah penyebaran radikalisme

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018