Bila proses revisi terlalu lama, kami mohon Presiden mengajukan Perppu (UU Terorisme)."
Surabaya (ANTARA News) - Terkait peristiwa ledakan bom di tiga lokasi berbeda di Kota Surabaya, Jatim, Minggu, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengusulkan adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) menggantikan UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Bila proses revisi terlalu lama, kami mohon Presiden mengajukan Perppu (UU Terorisme)," kata Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian di RS Bhayangkara Surabaya, Minggu sore.

Kapolri menyampaikan hal tersebut terkait dengan keinginan Polri untuk dapat memberantas sel-sel teroris yang belum melakukan tindak pidana. Revisi UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang memakan waktu pembahasan revisi lebih dari 1 tahun, dinilai terlalu lama.

"Kami sebenarnya tahu sel-sel mereka, tapi tidak bisa menindak kalau mereka belum melakukan aksi. UU No 15/2003 sangat responsif jadi kita baru bisa bertindak kalau mereka telah melakukan aksi atau jelas ada barang buktinya," ungkap Kapolri seraya menambahkan bahwa para penegak hukum ingin lebih dari itu.

"Salah satunya, negara atau institusi pemerintah atau insitusi hukum seperti pengadilan menetapkan JAD dan JAT (Jamaah Anshar Daulah dan Jamaah Ansharut Tauhid) sebagai organisasi teroris, lalu ada pasal yang menyebut kalau bergabung dengan organisasi teroris ini bisa diproses pidana, itu akan lebih mudah bagi kita," jelas Kapolri.

Ia memohon dukungan anggota DPR agar revisi UU Terorisme tidak berlarut-larut karena korban sudah banyak berjatuhan.

"Negara membutuhkan dukungan lebih, terutama masalah pasal-pasal seperti mereka yang kembali dari Suriah ada 500 orang termasuk keluarga (pelaku bom Surabaya) ini, diduga. Kita tidak bisa berbuat apa-apa kalau tidak melakukan pidana, kalau mereka menggunakan paspor palsu kita bisa proses hukum, tapi kalau mereka tidak melakukan apa-apa ya tidak bisa," tambah Kapolri.

Polri menduga pelaku serangan bom di tiga gereja di Surabaya adalah berasal dari satu keluarga dengan kepala keluarga adalah Dita Sopriyanto yang merupakan Ketua JAD Surabaya.

"Tim sudah bisa identifikasi pelaku. Pelaku diduga satu keluarga yang melakukan serangan. Seperti di Gereja Pantekosta di Jalan Arjuno yang menggunakan mobil Avanza diduga adalah bapaknya bernama Dita Prianto," kata Kapolri saat merilis peristiwa itu di Rumah Sakit Bhayangkara Mapolda Jatim.

Tito melanjutkan, sebelum melakukan aksi di Gereja Pantekosta, pelaku terlebih dahulu menurunkan istri yang bernama Puji Kuswati dan dua anak perempuan bernama Fadila Sari (12) dan Pamela Riskita (9). Sementara pelaku di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela adalah dua orang laki-laki yang diduga anak Dita.

Satunya adalah Yusuf Fadil usia 18 tahun dan Firman Halim berusia 16 tahun. Semuanya adalah jenis bom bunuh diri namun jenis bomnya berbeda.

Dijelaskannya, pelaku bom di Gereja Pantekosta meletakkan di dalam mobilnya. Setelah itu Dita menabrakkan mobilnya karena merasa terdesak. Sedangkan di GKI Jalan Diponegoro, tiga bom diletakkan di pinggang. Itu terlihat karena baik ibu dan anak mengalami luka dan rusak di bagian perut. Sementara atas dan bawah masih utuh.

"Kalau di gereja di Ngagel menggunakan bom yang dipangku. Kita belum paham bom apa ini. Ini bom pecah dengan efeknya yang besar dibawa dengan sepeda motor," ucapnya.

Sampai saat ini, tim Laboratorium Forensik Polda Jatim masih menyelidiki bahan peledak apa yang dipakai.

"Kelompok tak lepas dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) yang merupakan pendukung utama ISIS di Indonesia yang dipimpin oleh Aman Abdurahman," kata Tito.

Untuk motifnya, Tito mengemukakan, saat ini ISIS tengah ditekan dan dalam keadaan terpojok. Dalam tekanan itu, ISIS memerintahkan jaringannya menyerang di seluruh dunia termasuk di Indonesia.


Evakuasi Jenazah

Sementara itu, Tim Laboratorium Forensik Mabes Polri Cabang Surabaya melakukan olah tempat kejadian perkara di sekitar Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jalan Raya Arjuno.

Pantauan di lokasi, puluhan anggota Tim Labfor menyisir tak hanya di bagian dalam gereja, tapi juga di luar, termasuk di radius hingga sekitar 100 meter dari titik ledakan.

Sejumlah puing-puing sisa kendaraan juga masih tampak berserakan, bahkan potongan besi mobil berada di dekat pohon yang tidak jauh dari SPBU meski jaraknya sekitar 100 meter.

Puing-puing tersebut kemudian diamankan oleh petugas dan dimasukkan kantong untuk dijadikan bahan penyelidikan lebih lanjut.

Sementara itu, Kapolsek Sawahan Kompol Dwi Eko mengaku proses olah TKP dilakukan untuk mengetahui terkait insiden tersebut, termasuk meminta keterangan dari sejumlah saksi mata di dekat lokasi kejadian.

Selain itu, Tim Inafis Satreskrim Polrestabes Surabaya mengevakuasi empat jenazah yang menjadi korban ledakan bom di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jalan Raya Arjuna.

"Evakuasi terhadap korban meninggal dunia baru bisa dilakukan karena menunggu olah TKP," ujar Kapolsek Sawahan Komisaris Polisi Dwi Eko.

Empat jenazah yang belum diketahui identitasnya tersebut diduga satu orang pelaku, dua orang petugas gereja dan satu orang lainnya pengendara yang kebetulan melintas di depan lokasi kejadian.

"Saat ini korban akan diotopsi dan ada enam jemaat lainnya yang mengalami luka-luka dan dirawat di rumah sakit," ucapnya.

Proses evakuasi dipimpin langsung oleh Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Rudi Setiawan, termasuk evakuasi puing-puing puluhan sepeda motor yang hangus terbakar menggunakan kendaraan alat berat.

Polisi juga menggunakan kendaraan alat berat jenis "forklift" untuk mengangkat puing mobil yang diduga ditumpangi pelaku untuk melakukan aksi bom bunuh diri.

"Mobilnya diidentifikasi jenis Avanza warna hitam. Petugas kepolisian sempat melihat mobil itu masuk dan langsung meledak. Polisi yang berjaga pagi tadi juga sempat terlempar, tapi tidak sampai terluka serius," ucap Kapolsek.


Akademisi

Dari kalangan akademisi juga mengutuk hal tersebut. Rektor ITS, Prof Joni Hermana mengatakan sebagai bagian dari masyarakat akademik, ITS menyesalkan dan mengutuk keras segala bentuk tindakan teror, apapun motifnya karena hal itu bertentangan dengan ajaran agama manapun.

"Mari kita bersama-sama mendukung penuh segala upaya aparat keamanan dalam mengusut secara cepat dan mengambil tindakan pencegahan dengan tidak menyebarkan foto maupun gambar apapun yang berkaitan dengan korban, karena hal itu akan menjadi bentuk kampanye dari upaya-upaya tindakan para teroris tersebut," ujarnya.

Ia meminta, masyarakat Surabaya dan Jatim untuk menggalang solidaritas seluruh warga melalui berbagai cara, sebab kemerdekaan bangsa telah dibangun oleh perjuangan kepahlawanan Arek-arek Suroboyo.

"Jangan biarkan Surabaya dicederai dan dijajah kembali oleh kepentingan kelompok tertentu yang ingin memecah-belah bangsa. Mari kita galang solidaritas seluruh masyarakat Surabaya bahwa kita tidak takut terorisme," katanya, dalam keterangan persnya

Sementara itu, Forum Rektor Indonesia (FRI) mengutuk keras peledakan bom di tiga rumah ibadah yang berada di Kota Surabaya itu.

"FRI mengecam dan mengutuk keras segala tindakan kebiadaban, kekerasan, radikalisme, dan terorisme, apapun motif dan tujuan yang mendasarinya. Agama apapun tidak mengajarkan perilaku sadisme, teror, menyebar kebencian, dan kekerasan. Semua agama di muka bumi ini cinta akan perdamaian dan keselamatan untuk seluruh umat manusia, bahkan alam," Wakil Ketua Dewan Pertimbangan FRI, Prof Asep Saifuddin.

Dia menambahkan peristiwa peledakan tiga bom di gereja tersebut dan juga serangan di Mako Brimob menandakan radikalisme masih ada di Tanah Air.

Padahal, perilaku sadis atas dalih apapun sangat merusak hubungan kemanusiaan dan keluar dari perilaku bangsa Indonesia yang beradab.

"FRI menyampaikan turut berbela sungkawa yang sangat mendalam kepada keluarga korban atas musibah yang sedang dialami. Semoga keluarga, kerabat, dan kita semua diberi ketabahan dan kesabaran dalam menerima cobaan berat ini."

FRI juga mendorong penuh agar aparat keamanan bertindak tegas tanpa pandang bulu dalam mengusut tuntas sampai ke akar-akarnya perilaku biadab itu secara komprehensif, cepat dan tuntas.

Dia juga meminta agar penghentian gerakan radikalisme secara intensif dari pelbagai pihak.

"FRI siap untuk bekerja sama dengan semua pihak yang menginginkan perdamaian, ketenangan, dan keselamatan NKRI."

Selain itu, dia juga meminta semua pemuka agama, tokoh masyarakat dan pimpinan kampus untuk selalu menabur benih dan mengajarkan kebaikan, perdamaian, serta toleransi. Menjauhi perilaku tercela, keras, dan benci karena adanya perbedaan.

"Ingat bahwa perbedaan adalah rahmat. Ingat Indonesia mempunyai ideologi Pancasila yang baik untuk hubungan dengan Tuhan secara vertikal dan hubungan dengan sesama manusia secara horizontal. Ingat bahwa semua manusia adalah bersaudara," imbuh dia.

FRI juga mengimbau warga perguruan tinggi selalu mendahulukan kebersamaan dalam berbangsa dan bernegara, tetap bersatu dalam perdamaian, saling menolong untuk kebaikan, keselamatan, keamanan, kemaslahatan, dan ketenteraman hidup sebagai anggota civitas akademika dan warga negara yang baik.

Warga kampus harus menjadi teladan dalam kehidupan politik, sosial, budaya dalam koridor NKRI.

Pewarta: Chandra Hamdani Noor
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018