Manado, Sulawesi Utara (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla di Manado, Senin, mengatakan penetapan calon kepala daerah sebagai tersangka ada untung dan ruginya.

"Ya memang ada baik dan ada akibat negatifnya. Kalau tidak (diumumkan) ya sama saja," kata Jusuf Kalla dalam kunjungan kerja ke Manado, Senin siang.

Menurut JK, mekanisme penggantian calon kepala daerah tersangka akan lebih sulit apabila dia memperoleh suara terbanyak dalam Pilkada.

"Nanti kalau tersangkanya setelah dia menang, (akan) lebih susah lagi prosesnya. Dan hukum itu, apalagi kalau tertangkap OTT (Operasi Tangkap Tangan) lebih susah lagi karena tidak bisa ditunda kalau OTT," sambung JK.

Penggantian calon kepala daerah tersangka tidak diatur dalam undang-undang Pilkada karena UU Nomor 10 Tahun 2016 hanya mengyebutkan calon kepala daerah yang telah ditetapkan sebagai peserta Pilkada oleh KPU tidak dapat mengundurkan diri atau diganti oleh calon lain kecuali berhalangan tetap.

Baca juga: Nasib calon kepala daerah berperkara hukum kini. Bagaimana etikanya?

Sebelumnya, Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan menjelaskan rumitnya proses pemberhentian kepala daerah yang pada saat Pilkada telah berstatus tersangka namun terpilih sebagai kepala daerah.

"Memang dari segi aturan main, regulasi di kita cukup rumit. Kalau kepala daerah terdakwa, di UU mengatakan maka dia harus diberhentikan sementara. Tapi kalau sebagai calon (kepala daerah), itu tidak ada aturannya," kata Djohermansyah.

Mantan dirjen otda itu menjelaskan apabila calon kepala daerah tersangka terpilih, maka dia tidak bisa langsung diberhentikan.

"Diberhentikan juga menunggu dia dilantik dulu. Jadi setelah terpilih, menang, dilantik sebagai kepala daerah, baru proses pemberhentiannya dilakukan," kata dia.

 

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018