Jakarta (ANTARA News) - Direktur PT Java Trade Utama Johannes Richard Tanjaya saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, menyatakan dia mendapatkan informasi bahwa "SN Grup" mendapat upah tujuh persen dalam proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-e).

"Kalau fee saya tidak mengetahui langsung, saya dapat info dari Bobby mengenai SN Grup. Ketika itu, Jimmy mengatakan bahwa Irvanto pernah cerita 'Senayan' dapat tujuh persen, Grup SN," kata Johannes, yang menjadi saksi dalam lanjutan sidang perkara korupsi KTP-e dengan terdakwa mantan Ketua DPR Setya Novanto.

Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby merupakan pegawai PT Java Trade Utama, sedangkan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo adalah keponakan Setya Novanto.

Ketika Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi meminta konfirmasi mengenai SN Grup kepada Johannes, dia mengatakan "Saya tidak tahu."

"SN tuh Setya Novanto?" Jaksa KPK bertanya lagi.

"Tidak tahu. Agak rancu juga, pokoknya Bobby bilang Senayan Grup, SN Grup," kata Johannes.

Dan ketika jaksa bertanya apakah dia mengenal Irvanto, mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera itu, ia mengatakan: "Kenal tidak, tahu iya. Saya pernah datang ke kantor PT Murakabi."

PT Java Trade Utama merupakan anggota konsorsium dari PT Murakabi Sajehtera dalam proyek pengadaan KTP-e.

Dalam perkara ini Setya Novanto diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-e.

Dia didakwa menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun Made Oka Masagung, rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang berada di Singapura.

Jam tangannya, diterima Setnov dari pengusaha Andi Agustinus dan direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar proses penganggaran. Total kerugian negara akibat korupsi dalam proyek tersebut mencapai Rp2,3 triliun.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018