Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil delapan saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Damanhuri Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun Anggaran 2017.

"Hari ini dijadwalkan pemeriksaan terhadap delapan saksi untuk tersangka Donny Witono," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan empat tersangka, yakni Bupati Hulu Sungai Tengah 2016-2021 Abdul Latif, Direktur Utama PT Putra Dharma Karya Fauzan Rifani, Direktur Utama PT Sugriwa Agung Abdul Basit dan Direktur Utama PT Menara Agung Donny Witono.

Delapan saksi yang dipanggil antara lain dua PNS pada Pemkab Hulu Sungai Tengah dengan Unit Kerja di RSUD Damanhuri Ferozi Faizal dan Rudi Yushan Nafarin, tiga anggota pengadaan pekerjaan pembangunan Ruang Perawatan Kelas I, II, VIP dan Super VIP di RSUD Damanhuri Tahun Anggaran 2017 Drajat Tri Widyanto, Elfha Yunia Rahman dan Noorliandi.

Selanjutnya, Direktur RSUD Damanhuri Barabai Bakhri, Sekretaris pengadaan pekerjaan pembangunan Ruang Perawatan Kelas I, II, VIP dan Super VIP di RSUD Damanhuri Tahun Anggaran 2017 Nove Pipin Surya, Ketua Pokja pengadaan pekerjaan pembangunan Ruang Perawatan Kelas I, II, VIP, dan Super VIP di RSUD Damanhuri Tahun Anggaran 2017 Pajaruddin.

KPK telah menetapkan empat tersangka terkait kasus itu pada 5 Januari 2018.

Diduga sebagai pihak penerima, yaitu Abdul Latif, Fauzan Rifani, dan Abdul Basit. Sedangkan diduga sebagai pihak pemberi, Donny Witono.

Diduga pemberian uang sebagai "fee" proyek pembangunan ruang perawatan Kelas I, II, VIP, dan super VIP di RSUD Damanhuri, Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Dugaan komitmen "fee" proyek itu adalah 7,5 persen atau sekitar Rp3,6 miliar.

Untuk melancarkan realisasi pembayaran "fee" proyek RSUD maka sempat dijanjikan akan ada proyek besar lain tahun 2018, di antaranya pembangunan UGD.

Salah satu kode realisasi sudah dilakukan adalah digunakannya kalimat "udah seger, kan?".

Dugaan realisasi pemberian "fee" proyek itu antara lain pemberian pertama dalam rentang September sampai Oktober 2017 sebesar Rp1,8 miliar, dan pemberian kedua pada 3 Januari 2018 sebesar Rp1,8 miliar.

Selanjutnya sebagai komisi, Donny Witono melakukan transfer ke Fauzan Rifani sejumlah Rp25 juta.

Tim KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti, yakni rekening koran atas nama PT Sugwira Agung dengan saldo Rp1,825 miliar dan Rp1,8 miliar, uang dari brankas di rumah dinas Abdul Latif sebesar Rp65,65 juta serta uang dari tas Abdul Latif di ruang kerjanya sebesar Rp35 juta.

Sebagai pihak yang diduga penerima Abdul Latif, Fauzan Rifani dan Abdul Basit disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan diduga pihak pemberi Donny Witono disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018