Kupang, NTT (ANTARA News) - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr Ahmad Atang, berpendapat, politik uang selalu ada dalam setiap perhelatan politik.

"Politik uang selalu marak dalam setiap perhelatan politik, tidak saja di pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah atau pemilu legislatif, akan tetapi ada di setiap seting sosial yang memiliki potensi kekuasaan," kata Atang, di Kupang, Rabu.

Dia mengemukakan hal itu, menjawab pertanyaan seputar peluang politik uang dalam Pilkada NTT 2018, dan upaya yang harus dilakukan penyelenggara untuk mencegahnya.

Pada tahun 2018 ini, di provinsi berbasis kepulauan itu akan menggelar pilkada serentak di sepuluh kabupaten, termasuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur NTT periode 2018-2023.

Ke-10 kabupaten yang akan menggelar pilkada bersamaan dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur itu adalah Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Sikka, Alor, Ende, Manggarai Timur, Nagekeo, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, dan Rote Ndao.

"Politik uang memang merupakan bagian dari beroperasinya `black marketing` atau ekonomi pasar gelap sehingga ada tetapi seperti tidak ada," katanya.

Menurut dia, mencegah terjadinya politik uang menjadi dilema karena apakah dimulai dari hulu yakni para elit atau aktor politik yang memulai menebar uang untuk mendapatkan suara rakyat agar mereka dapat berkuasa.

Atau harus mencegah mulai dari hilir yakni masyarakat sebagai penerima karena suaranya mahal sehingga kemahalan itulah yang barus dihargai dengan uang, katanya dalam nada tanya.

Terlepas dari itu, antara politisi dan masyarakat sama-sama berfikir pragmatis sehingga terbuka ruang terjadinya transaksi politik, katanya menambahkan.

Karena itu, uang menjadi instrumen kunci dalam setiap perebutan kekuasaan dan hal ini mnjadi berbahaya apabila uang menjadi kultur demokrasi.

Jika itu yang terjadi maka demokrasi dalam bahaya karena telah dibajak oleh ekonomi kapitalis.

Sungguhpun begitu, kata dia, tidak semua masyarakat berperilaku pragmatis dalam politik. Ada masyarakat yang idealis sehingga selalu menolak uang.

"Oleh karena itu, dalam pilkada mendatang bagi saya yang beroperasi bukan politik uang tetapi dalam kasus NTT, lebih pada politik identitas," katanya. Masyarakat kuat pada politik identitas, sulit untuk terpengaruh dengan politik uang.

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018