Bogor (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Novianto Bambang mengatakan, perburuan liar menjadi salah satu ancaman terbesar yang menyebabkan kepunahan satwa di Indonesia.

"Terjadi trend penurunan populasi satwa-satwa di Indonesia dan terancam punah karena berkurangnya atau kerusakan habitat serta perburuan liar," kata Novianto dalam Workshop Global Species Managemen Planning (GSMP) di Royal Taman Safari Garden, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin.

Indonesia disinyalir merupakan negara dengan tingkat keterancaman terhadap kepunahan spesies dan genetik yang sangat tinggi. Salah satunya tiga jenis satwa, banteng Jawa, babirusa dan anoa.

"Banteng di Jawa Timur seringkali diburu masyarakat karena dianggap merusak lahan pertanian dan perkebunan yang berada di sekitar Taman Nasional. Anoa diburu untuk dikonsumsi dagingnya," katanya.

Ia mengatakan, pada rencana kerja lima tahun, Pemerintah menargetkan untuk menaikkan populasi 25 spesies satwa yang terancam punah menjadi 10 persen. Termasuk banteng Jawa, babirusa dan anoa.

"Setahap demi setahap, tiga jenis satwa ini bagian yang menjadi prioritas, termasuk juga gajah, harimau sumatera, bekantan, elang jawa, dan tapir, total ada 25 jenis," katanya.

Novianto menyebutkan, upaya penting dalam mencegah kepunahan satwa endemik Indonesia perlu terus dilakukan, dengan menetapkan status perlindungan berbagai jenis satwa yakni melalui udang-undang dan peraturan perundang-undangan.

Upaya konservasi lainnya, kata dia, juga harus dilakukan melalui kegiatan yang sistematik, baik "in-situ" (di dalam habitat) maupun "ex-siti" (di luar habitat).

Konservasi "ex-situ" difokuskan melalui program "breeding" (penangkaran/pengembangbiakan) bagi spesies prioritas di lembaga konservasi dan kebun binatang untuk "back up" populasi di habitat alami.

"Upaya konservasi untuk ketiga jenis satwa banteng Jawa, babirusa, dan anoa melibatkan Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKSBI), juga dilaksanakan secara global melalui GSMP dengan melibatkan perhimbunan kebun binatang di Eropa, Amerika Utara, dan IUCN," katanya.

Ia mengatakan, Indonesia tidak bisa bekerja sendiri, karena bagian dari negara global, dapat belajar dan transfer informasi dengan negara-negara yang sudah melakukan upaya konservasi "ex-situ" secara global, seperti Brazil, Australia, dan Eropa dan Amerika.

"Karena di negara-negara yang melaksanakan GSMP ini juga terdapat satwa yang ingin kita tingkatkan populasinya dan kemurnian genetiknya. Akan memudahkan untuk transfer hewan tersebut, yang pasti harus melalui manajemen transfer agreement (MTI) atau perjanjian luar negeri untk kerja samanya," kata dia.

Sekjen PKSBI, Tony Sumampau mengatakan, keterlibatan Kebun Binatang Indonesia dalam pengelolaan satwa di luar habitatnya sebagai bentuk kontribusi nyata terhadap upaya pelestarian satwa Indonesia yang terancam punah.

"Dari 62 kebun raya yang ada di Indonesia, 56 adalah anggota PKSBI, sebagian besar telah menjalan upaya konservasi dengan penangkaran seperti Banteng, Babirusa dan Anoa. TSI Cisarua behasil menangkarkan Banteng dan mengembalikan populasinya ke alam. Tetapi ada juga yang belum bisa karena standar kandang yang belum memadai," katanya.

Ia berharap kedepan, kebun binatang di Indonesia dapat meningkatkan sarana dan prasarannya untuk membantu upaya konservasi satwa dilindungi, sehingga dapat meningkatkan populasinya dan menjaga keaslian genetiknya.

"Untuk mengembangbiakkan tidaklah sulit, kesulitan utama kita adalah mempertahankan genetiknya, harus betul-betul teliti, jangan sampai bercampur. Selain itu sarana dan prasaran yang membutuhkan kandang ukuran besar serta tenaga ahli. Harapannya, ada intervensi dari pemerintah," katanya.

Tony menambahkan, melalui GSMP target untuk meningkatkan populasi satwa endemik Indonesia sebesar 10 persen dapat tercapai. Karena pengalaman selama ini di negara-negara yang sudah bergabung, berhasil melakukan upaya konservasi "ex-situ" secara global.

"Seperti enam jenis satwa di dunia yang dikonservasi melalui program GSMP ini berhasil ada di Brazil untuk jenis kera Golden Lion Tamarins. Indonesia juga sudah ada, seperti Harimau sumatera dan badak," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016