Kita ini negara hukum yang menganut sistem azas praduga tidak bersalah. Kita tidak akan mengambil keputusan sebelum ada putusan dari pengadilan yang sifatnya mengikat,"
Makassar (ANTARA News) - DPD Partai Hanura Sulawesi Selatan menunggu putusan akhir pengadilan sebelum memberikan sanksi terhadap kadernya yang duduk di DPRD Makassar dan berstatus tersangka kasus korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) Pemprov senilai Rp8,8 miliar.

"Kita ini negara hukum yang menganut sistem azas praduga tidak bersalah. Kita tidak akan mengambil keputusan sebelum ada putusan dari pengadilan yang sifatnya mengikat," ujar Ketua DPD I Partai Hanura Sulsel, Ambo Dalle di Makassar, Rabu.

Ia menegaskan, pemberian sanksi pasti dilakukan oleh partai dan salah satu sanksi terberat yang akan diberikan kepada Mustagfir Sabry yakni pemecatan dari partai jika memang terbukti benar melakukan tindakan melawan hukum seperti korupsi.

Namun sebelum adanya keputusan dari pengadilan, meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan itu, dia masih akan tetap sabar menunggu keputusan akhir tersebut.

"Pemberhentiannya sebagai anggota dewan bergantung pengadilan. Kalau memang diputuskan bersalah, maka secara otomatis itu harus diterimanya. Jadi bukan keputusan DPP sepenuhnya," tegasnya.

Sebelumnya, penetapan tersangka terhadap Mustagfir Sabry alias Moses itu serta tiga orang lainnya yakni Adil Patu mantan anggota DPRD Sulsel, politisi Golkar Kahar Gani serta mantan anggota DPRD Makassar Mujiburrahman itu karena adanya fakta dan bukti yang kuat.

Fakta dan bukti ditemukan saat sidang untuk mantan terpidana Anwar Beddu yang pernah menjabat sebagai Bendahara Pengeluaran Pemprov Sulsel serta mantan Sekda Sulsel Andi Muallim yang saat ini sedang menjalani sidang di PN Tipikor Makassar.

Dalam sidang yang telah berlalu untuk mantan terpidana dan terdakwa itu, sebagian besar saksi yang mencairkan langsung "bonggol cek" di Bank Sulsel itu menyebut peran keempat tersangka hingga akhirnya Kejati Sulsel menetapkan mereka.

Ia mengatakan, dari beberapa persidangan yang digelar dengan menghadirkan ratusan saksi-saksi, bukan cuma keempat orang tersangka ini yang dapat dibuktikan tetapi masih ada beberapa legislator lainnya lagi yang sering disebut serta dibuktikan dengan alat bukti-bukti yang telah disita.

Mengenai penetapan keempat orang legislator ini, dirinya mengaku jika dari beberapa nama yang disebut dalam persidangan, hanya mereka yang mempunyai alat bukti yang cukup kuat yang kemudian ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka.

"Kasus ini tidak berhenti pada mereka saja, tetapi masih akan dilanjutkan lagi sesuai dengan komitmen kita untuk menuntaskannya. Hanya saja, kenapa baru empat, karena memang dari beberapa nama itu mereka sudah memenuhi unsur dan punya alat bukti yang cukup untuk ditingkatkan statusnya," katanya.

Pada persidangan terdakwa Bansos Sulsel, Andi Muallim yang digelar di ruang sidang utama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar, Senin, 14 Juli 2014, dihadapan majelis hakim yang diketuai oleh Maxi Sigarlaki, legislator dari PDK, Adil Patu membantah juga terlibat dan keciprat dana bansos tersebut.

"Tidak ada LSM yang menerima dana itu yang saya ketahui. Semua lembaga yang menerima dana bansos itu saya tidak ketahui. Saya tidak pernah mengembalikan uang karena saya tidak pernah menerima. Saya juga tidak pernah meminta kepada Andi Muallim untuk mencairkannya," ungkapnya.

Kepala Bidang Penerangan dan Hukum, Rahman Morra menyatakan, penetapan keempat legislator itu karena sebelumnya terdapat ketidaksesuaian hasil penyidikan dan fakta persidangan yakni salah satunya, pada hasil penyidikan, penyidik hanya menemukan potongan cek atau bonggol cek.

Sementara pada persidangan yang dijadikan sebagai barang bukti adalah lembaran cek yang berhasil disita dari Bank BPD Sulsel. Namun sekarang, tim penyidik berhasil menemukan ratusan cek pencairan oleh keempat orang tersangka itu.
(KR-MH/F003)

Pewarta: Muh Hasanuddin
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014