Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Islandia tengah menyusun UU antipornografi, baik cetak maupun online, demi melindungi anak-anak dari serbuan konten seksual.

Rancangan yang diusulkan Menteri Dalam Negeri Ogmundur Jonasson ini mengundang kritik pihak oposisi yang menyebut manuver ini bisa mencipta rezim otoriter dan meruntuhkan reputasi negara di Eropa Utara itu sebagai benteng kebebasan berpendapat.

"Ketika seorang bocah 12 tahun memasukkan kata 'porno' ke Google, maka dia tak berusaha mencari foto-foto wanita telanjang, namun gambar-gambar jorok dan kekerasan yang brutal," kata Halla Gunnarsdottir, penasihat politik Menteri Dalam Negeri Islandia.

"Ada hukum dalam masyarakat kita. Apa alasannya hukum itu tidak berlaku terhadap internet?," sambung dia seperti dilaporkan koran Inggris, The Guardian.

Gunnarsdottir menjamin, RUU yang dirancang sebuah komisi para pakar ini tak akan melahirkan pembatasan-pembatasan, sebaliknya malah memperkuat ketentuan yang sudah ada.

Pornografi sudah lama dilarang di Islandia, namun batasannya tak pernah jelas sehingga hukum tak bisa ditegakkan.

Majalah-majalah dewasa seperti Playboy dan Penthouse tetap dijual bebas, sementara toko-toko alat bantu seks tetap berjualan, bahkan sejumlah saluran TV digital menyiarkan film porno.

Pemerintah Islandia yang kini dikuasai kelompok kiri menyatakan tak berkeinginan membredel majalah-majalah porno atau mensensor konten seks.  Larangan ini hanya memberi batasan pronografi mana yang mengandung kekerasan atau konten rendahan.

Tapi tetap saja proposal ini ditentang para aktivis kebebasan internet. "Secara teknis ini mustahil dilakukan," kata Smari McCarthy dari LSM Modern Media Institute.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013