Pontianak (ANTARA News) - "Planning, planning, planning," demikian bunyi senandung yang dilantunkan Retno Mandasari, di studio rekaman Radio Republik Indonesia (RRI) Pontianak, Kamis (15/12), tempatnya bekerja selama beberapa tahun terakhir.

Ia tidak sendirian, ada sejumlah jurnalis lain yang ikut rekaman di studio lembaga penyiaran publik milik pemerintah itu.

Mereka adalah jurnalis yang tergabung dalam Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Provinsi Kalimantan Barat. Secara kelembagaan, organisasi ini berafiliasi dengan IPKB Pusat yang kini masih diketuai oleh Bambang Sadono, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah.

Rekaman itu sendiri mengangkat isu tentang generasi berencana dengan sasaran kalangan muda yang ingin menikah agar mereka merencanakan sebaik-baiknya. "Tidak hanya tentang pernikahan itu sendiri, melainkan juga tentang menyiapkan setelah pernikahan. Misalnya anak berapa, bagaimana pengaturannya agar pola asuh maksimal, dan bagaimana pertimbangan sebelum menikah," kata Eiva Rade Sitio, jurnalis dari Radio Sonora Pontianak yang juga menulis naskah "fragmen" radio tersebut.

Menikah, lanjut dia, tidak hanya siap secara fisik belaka namun juga mental. "Karena pernikahan merupakan tidak sekedar bertemunya dua fisik yang berbeda, tetapi juga sikap, mental serta tingkah laku yang berbeda pula," ujar dia.

Menyampaikan isu tentang program KB dan kependudukan melalui drama radio bukan pertama kali dilakukan IPKB Provinsi Kalbar. Sebelum ini mereka juga pernah melakukan hal serupa dengan isu yang berbeda.

"Kami semua mencoba untuk tetap serius dan memahami serta mengerti mengenai isu-isu yang diangkat," kata Dina Prihatini Wardoyo, jurnalis dari Harian Equator Pontianak.

Menurut Dina, panggilan akrabnya, setidaknya mereka menjadi lebih mengerti masalah-masalah kependudukan dan KB yang tidak hanya sebuah isu lokal. "Tetapi kalau ini dibiarkan akan menjadi masalah secara nasional hingga dunia," kata Dina.

Harmanta, anggota IPKB dari RRI Pontianak menambahkan, isu kependudukan berkaitan dengan masalah pangan, ketersediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan publik, yang harus dibiayai negara.

"Subsidi negara membengkak kalau ini tidak ditangani dengan baik," kata Harmanta. Kurniati, wartawati Harian Berita Khatulistiwa Pontianak mengatakan, Kalbar masih mempunyai banyak lahan kosong dengan kepadatan penduduk yang rendah. "Tetapi bukan berarti dapat semena-mena harus banyak anak tanpa memikirkan masa depan generasi berikutnya," kata dia menegaskan.


Isu Nasional

Sementara di tingkat nasional, saat rapat kerja nasional di Batam, Kepulauan Riau beberapa waktu lalu, IPKB Provinsi Kalbar gencar mendorong kepedulian daerah terhadap pembangunan kependudukan dan keluarga berencana serta antisipasi dampaknya di masa mendatang.

"Dari berbagai daerah, masih ada yang belum memberi perhatian terhadap masalah kependudukan dan KB," kata Wakil Ketua IPKB Provinsi Kalbar, Pranowo Adi yang mengikuti Rakernas IPKB tersebut.

Menurut dia, padahal masalah kependudukan dan KB dapat menjadi bom waktu kalau tidak ditangani sejak awal dan tepat.

Sebelumnya, Ketua IPKB Pusat, Bambang Sadono mengaku prihatin masih adanya adanya pemerintah kabupaten maupun kota yang belum memiliki perhatian serius terhadap pembangunan kependudukan dan KB.

Ia mencontohkan di Provinsi Jawa Tengah masih ada pemerintah kabupaten dan kota yang hanya mengalokasikan sebesar Rp200 juta di dalam pembangunan kependudukan dan KB.

"Jelas dana tersebut tidak sesuai dengan kompleksitas persoalan kependudukan dan KB," kata Bambang Sadono yang juga Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah itu.

Pihaknya telah menggagas dibentuknya Perda tentang Kependudukan dan KB yang implementasinya berupa adanya Badan Kependudukan dan KB Daerah (BKKBD).

Pranowo Adi lantas mengutip pernyataan Kepala BKKBN Pusat Sugiri Syarif yang mengisyaratkan turunnya Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dari peringkat 108 menjadi 124 dari 187 negara.

Hal itu menunjukkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang masih rendah. Kondisi tersebut merupakan akumulasi dari masih perlunya perhatian dalam pembangunan kependudukan di Indonesia.

Ia melanjutkan, ada tiga komponen penting yang menjadi perhatian dalam pembangunan kependudukan yakni kuantitas, kualitas dan migrasi penduduk. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dan membutuhkan penanganan yang serius. Sementara terbitnya UU No 52 Tahun 2009 membawa konsekuensi pada penanganan masalah kependudukan dan KB secara menyeluruh serta berkesinambungan di semua lini.

Sekretaris Utama BKKBN Pusat Sudibyo Alimuso menilai perlunya dukungan media dalam upaya mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pentingnya KB. Menurut Sudibyo, media merupakan ujung tombak bagi BKKBN dalam memasyarakatkan program KB.


Upaya Kalbar

Ketua IPKB Provinsi Kalbar, H Yasmin Umar mengatakan, kepedulian IPKB Provinsi Kalbar terkait isu-isu kependudukan dan KB telah cukup lama dikenal banyak pihak. Ia mengungkapkan, beberapa tahun lalu Kalbar menjadi provinsi yang paling banyak mengangkat isu mengenai dua hal itu ke media massa.

"Hadiahnya, berkunjung ke Kuching, Malaysia. Tidak hanya sekedar berkunjung, tetapi juga bagaimana melihat negeri jiran itu terhadap isu-isu kependudukan dan KB," kata Yasmin Umar.

Pada tahun 2010, IPKB Provinsi Kalbar juga berkunjung ke Kepulauan Riau. Pertimbangannya, Kepri dan Kalbar sama-sama daerah perbatasan, mempunyai wilayah kepulauan serta tengah berkembang menjadi wilayah yang semakin maju.

Di Kepri, mereka melihat betapa pembiayaan untuk publik lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan. "Dana pemerintah akhirnya banyak disedot untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat sementara sektor lain untuk mengurangi kemiskinan dan mendorong pertumbuhan semakin kewalahan," kata dia.

Batam, lanjut Yasmin Umar yang baru kembali dari Tanah Suci itu, menjadi contoh yang baik tentang isu kependudukan dan program KB. Dengan luas lahan yang terbatas, Batam sebenarnya mempunyai batasan jumlah maksimal penduduk untuk menempati wilayah itu.

Bahkan pernah ada aturan yang mewajibkan pendatang untuk mempunyai uang jaminan atau penjamin agar mereka tidak terlantar dan menciptakan masalah sosial ke depannya meski kini tidak jelas pemberlakuannya karena pertimbangan masih satu wilayah NKRI sehingga tidak perlu ada pembatasan.

"Kita tidak ingin menghadapi masalah itu sehingga IPKB Provinsi Kalbar terus mencari langkah dan ide agar isu kependudukan, program KB, terus menggema," kata Yasmin Umar.

IPKB Provinsi Kalbar juga pernah mengikuti pelayaran menyusuri Sungai Kapuas bersama BKKBN Provinsi Kalbar untuk mengetahui seperti apa program KB di daerah aliran sungai pada Desember 2010.

Ternyata, banyak warga di sepanjang aliran Sungai Kapuas yang belum mengetahui program KB atau hanya mengetahui satu jenis alat kontrasepsi saja.

"Disini kita melihat bahwa belum semua daerah memahami dengan baik tentang masalah kependudukan dan program KB, ini menjadi catatan IPKB maupun BKKBN Kalbar," ujar dia.

Program pemerintah untuk pelayanan KB di daerah kepulauan, terpencil maupun aliran sungai akhirnya lebih mendapat perhatian. (T011/M009)

Oleh Teguh Imam Wibowo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011