Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan kasus polusi udara dengan mengabulkan sebagian gugatan para penggugat kepada pemerintah pusat dan Provinsi DKI. 

Ketua Majelis Hakim Saifuddin Zuhri, saat membacakan putusannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, menyatakan menghukum pemerintah untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Majelis hakim menilai pemerintah pusat dan DKI Jakarta telah melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan ketentuan dari segala peraturan perundang-undangan terkait. 

"Mengadili, mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian. Menyatakan tergugat I, tergugat II, tergugat III, tergugat IV, dan tergugat V telah melakukan perbuatan melawan hukum," kata Saifuddin.yang didampingi Hakim Anggota Duta Baskara dan Hakim Anggota Tuty Haryati.

Gugatan polusi udara di Jakarta ini diajukan oleh 30 orang warga, yaitu Melanie Soebono, Elisa Sutanudjaja, Tubagus Soleh Ahmadi, Nur Hidayati, Adhito Harinugroho, Asfinawati, dan 24 orang lainnya dengan diwakili oleh penasihat hukum Arif Maulana pada 4 Juli 2019.

Dalam permohonannya, para penggugat memohon agar para tergugat dinyatakan terbukti melanggar hak asasi manusia, karena lalai dalam hal pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Mereka menggugat pemerintah pusat, yakni presiden, menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menteri Dalam Negeri, menteri Kesehatan dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Majelis hakim dalam putusannya ini meminta presiden untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Baku mutu udara ambien adalah kadar zat, energi, dan/atau komponen lain yang ada di udara bebas.

Majelis hakim juga meminta menteri LHK untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat, dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat.

Selanjutnya terhadap menteri Dalam Negeri, majelis hakim meminta untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kinerja tergugat V (Gubernur DKI Jakarta) dalam pengendalian pencemaran udara.

Sedangkan terhadap menteri Kesehatan, majelis hakim meminta untuk melakukan penghitungan penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di Provinsi DKI Jakarta yang perlu dicapai sebagai dasar pertimbangan gubernur DKI Jakarta dalam penyusunan strategi dan pengendalian pencemaran udara," kata hakim Saifuddin pula.

Sementara terhadap Gubernur DKI Jakarta dihukum untuk melakukan 4 hal, yaitu:
A. Melakukan pengawasan setiap orang terhadap ketentuan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup, yaitu:
1. Melakukan uji emisi berkala terhadap kendaraan depo lama.
2. Melaporkan evaluasi penataan ambang batas emisi gas buang dalam kendaraan bermotor lama.
3. Menyusun rekapitulasi sumber pencemar tidak bergerak yang kegiatan usahanya mengeluarkan emisi dan memiliki izin lingkungan dan pembuangan emisi dari Gubernur DKI Jakarta.
4. Mengawasi ketaatan standar dan atau spesifikasi bahan bakar yang ditetapkan.
5. Mengawasi ketaatan larangan pembakaran sampah di ruang terbuka yang mengakibatkan pencemaran udara.

B. Menjatuhkan sanksi pada setiap orang yang melakukan pelanggaran perundangan di bidang pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup, termasuk bagi:
1. Pengendara kendaraan bermotor yang tidak di baku mutu emisi sumber bergerak depo lama.
2. Usaha dan atau kegiatan yang tidak memenuhi baku emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan atau suatu kegiatannya.

C. Menyebarkan evaluasi pengawasan dan penjatuhan sanksi berkaitan pengendalian pencemaran udara kepada masyarakat.

D. Menetapkan baku mutu udara ambien daerah untuk Provinsi DKI Jakarta yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem termasuk kesehatan populasi berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Menghukum tergugat V untuk melakukan inventarisasi terhadap mutu udara potensi sumber pencemaran udara, kondisi meteorologis dan geografis serta tata guna tanah dalam mempertimbangkan penyebaran emisi sumber pencemaran yang melibatkan populasi," ujar hakim Saifuddin.
Baca juga: PN Jakarta Pusat akan gelar sidang perdana gugatan polusi udara
Baca juga: Jelang sidang polusi, kualitas udara di Jakarta kategori tidak sehat


Selanjutnya, Gubernur DKI Jakarta juga diminta untuk menetapkan status mutu udara ambien daerah tiap tahun dan mengumumkan ke masyarakat serta menyusun dan mengimplementasikan strategi rencana aksi pengendalian pencemaran udara, dengan mempertimbangkan penyebaran emisi sumber pencemaran secara terfokus tepat sasaran dan melibatkan organisasi publik.

"Menolak gugatan penggugat untuk sebagian dan selebihnya. Menghukum para tergugat untuk membayar perkara sejumlah Rp4,255 juta," kata hakim Saifuddin.

Baca juga: LBH Jakarta harap tergugat hadir semua dalam sidang gugatan polusi
Baca juga: Kuasa hukum: Pemerintah DKI 'diam-diam' jalankan gugatan udara bersih

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021