Jakarta (ANTARA) - Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah menegaskan bahwa pemerintah terus berkomitmen untuk mengurangi pekerja anak, terutama pada bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.

"Pemerintah serius dan tegas dalam melakukan berbagai upaya konkret untuk mengurangi pekerja anak di Indonesia," ujar Menaker Ida dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Wujud komitmen itu ditandai dengan ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 dan Nomor 182 dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 dan Undang-Undan Nomor 1 Tahun 2000.

Selain itu, pemerintah memasukkan substansi teknis kedua yang ada dalam konvensi ILO tersebut ke dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.

Baca juga: Menteri PPPA: Pandemi tingkatkan risiko bertambahnya pekerja anak

Baca juga: ILO gelar lomba lari virtual gaungkan gerakan hapus pekerja anak


Menaker Ida menambahkan,
pemerintah telah menyusun Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (RAN-PBPTA) melalui Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002. RAN-PBPTA ini sebagai acuan dalam penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak tersebut.

"Kita telah selesai melaksanakan RAN-PBPTA Tahap I dan Tahap II. Untuk saat ini kita sedang melaksanakan RAN-PBPTA Tahap III," ujarnya saat menjadi pembicara kunci dalam webinar nasional tentang "Pencegahan dan Perlindungan Pekerja Anak di Indonesia", Rabu.

Dalam menghapus bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, ia menyampaikan Kemenaker telah melakukan lima upaya nyata.

Pertama, meningkatkan pemahaman melalui sosialisasi kepada dunia usaha dan masyarakat tentang bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk Anak.

Kedua, melakukan upaya pencegahan dan penghapusan pekerja anak dari BPTA melalui berbagai program antara lain Program Zona/ kawasan Bebas 8 Pekerja Anak, dan Kampanye Menentang Pekerja Anak.

Ketiga, pada tahun 2008 hingga 2020, Kemenaker telah melaksanakan Program Pengurangan Pekerja Anak dan telah berhasil menarik pekerja anak dari tempat kerja sebanyak 143.456 anak.

Menurutnya, tujuan program ini guna mengurangi jumlah pekerja anak dari rumah tangga miskin (RTM) yang putus sekolah untuk ditarik dari tempat kerja melalui pendampingan di selter dalam rangka memotivasi dan mempersiapkan anak kembali ke dunia pendidikan.

"Program ini dapat berhasil dengan didukung oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun non pemerintah, termasuk masyarakat," kata Menaker.

Keempat, penguatan kapasitas penegak hukum norma Pekerja Anak dan BPTA melalui perluasan pendidikan dan pelatihan, seperti Bimtek pengawasan norma kerja anak

Kelima, pelaksanaan kebijakan untuk pencegahan dan penanggulangan Pekerja Anak dan BPTA baik secara pre-emptif, preventif dan represif oleh Pengawas Ketenagakerjaan melalui sosialisasi kepada stakeholder, pemeriksaan ke perusahaan yang diduga mempekerjakan anak dan penyidikan.

"Semua langkah yang diambil tersebut mencerminkan kerja sama dan sinergi dengan unsur-unsur pentahelix yang ada dan akan terus semakin ditingkatkan di masa depan," ujarnya.

Ia juga mengemukakan bahwa salah satu langkah sinergi pentahelix yang akan dilaksanakan dalam Mencegah Pekerja Anak Indonesia, yaitu Kemenaker bekerja sama dengan berbagai pihak, terutama dunia usaha untuk melaksanakan Pencanangan Indonesia Bebas Pekerja Anak Tahun 2022 di Karawang International Industry City (KIIC), Modern Cikande 10 Industrial Estate (MCIE) di Karawang.

Kemudian, Kawasan Industri Makasar (KIMA), Modern Cikande Estate (MCIE) di Banten, dan Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) di Banten.*

Baca juga: Satpol PP DKI tutup hotel RedDoorz Tebet terkait prostitusi daring

Baca juga: Permudah penanganan kasus anak, pekerja sosial dibekali aplikasi baru

 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021