Ini menyebabkan dolar AS yang lebih lemah, saham yang lebih baik...
Sydney (ANTARA) - Saham-saham Asia menguat pada awal perdagangan Senin pagi, sementara dolar goyah setelah laporan data penggajian AS untuk Mei yang ditunggu-tunggu dengan cemas menunjukkan pemulihan di jalurnya, tetapi tidak terlalu panas sehingga mungkin mendorong kebijakan tapering (pengurangan pembelian obligasi) dari Federal Reserve (Fed).

Investor penasaran untuk melihat bagaimana saham perusahaan-perusahaan teknologi besar akan bereaksi terhadap kesepakatan G7 tentang tarif pajak perusahaan global minimum sedikitnya 15 persen, meskipun mendapatkan persetujuan dari seluruh negara G20 bisa menjadi hal yang sulit.

Sejauh ini reaksi tersebut diredam dengan indeks berjangka Nasdaq dan S&P 500 sedikit berubah.

Yang juga menarik adalah pergumulan atas rencana infrastruktur yang diusulkan Presiden AS Joe Biden senilai 1,7 triliun dolar AS dengan Gedung Putih menolak tawaran terbaru Partai Republik.

Baca juga: Saham Asia melemah ikuti Wall Street ketika inflasi AS diprediksi naik

Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang naik 0,3 persen dan tampaknya akan menghentikan kerugian tiga sesi beruntun. Indeks Nikkei Jepang naik 1,0 persen menyentuh level tertinggi dalam hampir sebulan, dan Indeks KOSPI Korea Selatan naik 0,7 persen.

Sementara kenaikan 559.000 dalam angka penggajian AS meleset dari perkiraan, itu masih sangat melegakan setelah laporan April yang sangat lemah, sementara tingkat pengangguran di 5,8 persen menunjukkan masih ada jalan panjang untuk mencapai tujuan pekerjaan penuh The Fed.

"Data itu sempurna untuk prospek risiko tipe goldilocks: tidak terlalu panas untuk membawa kekhawatiran tapering Fed yang lebih cepat, dan tidak terlalu dingin untuk mengkhawatirkan prospek pemulihan," kata Ahli Strategi NatWest Markets, John Briggs.

"Ini menyebabkan dolar AS yang lebih lemah, saham yang lebih baik, memperkuat tawaran sebelumnya pada komoditas-komoditas dan mendorong pasar negara-negara berkembang."

Perhatian sekarang akan beralih ke laporan harga konsumen AS pada Kamis (10/6/2021) di mana risikonya adalah angka tinggi lainnya, meskipun The Fed masih berpendapat lonjakan itu bersifat sementara.

Baca juga: Nilai tukar dolar jatuh, seiring redupnya harapan pengetatan The Fed

Briggs menduga pejabat Fed mungkin membuka pintu untuk berbicara tentang tapering pada pertemuan kebijakan Juni, dengan mulai dilakukan pada awal 2022 dan kenaikan suku bunga tidak sampai 2024.

Bank Sentral Eropa mengadakan pertemuan kebijakan pada Kamis (10/6/2021) dan secara luas diperkirakan akan mempertahankan langkah-langkah stimulusnya dengan prospek tapering yang masih jauh.

Imbal hasil pada obligasi pemerintah AS 10-tahun AS sedikit lebih tinggi pada 1,567 persen, setelah menyelam 7 basis poin pada Jumat (4/6/2021) dan kembali ke bagian bawah kisaran perdagangan tiga bulan terakhir.

Penurunan itu, dikombinasikan dengan peningkatan selera risiko, menempatkan dolar pada posisi defensif. Indeks dolar terakhir di 90,100 terhadap sekeranjang mata uang, setelah tergelincir dari puncak 90,629 pada Jumat (4/6/2021).

Baca juga: Harga emas bangkit naik 18,7 dolar, dipicu data pekerjaan AS rendah

Euro bertahan di 1,2170 dolar AS, setelah memantul dari palung tiga minggu di 1,2102 dolar AS pada Jumat (4/6/2021), sementara dolar kembali ke 109,52 yen dari tertinggi 110,33 yen.

Kemunduran dolar membantu emas stabil di 1.890 dolar AS per ounce, naik dari level terendah 1.855 dolar AS pada Jumat (4/6/2021).

Harga minyak stabil setelah Brent mencapai 72 dolar AS per barel untuk pertama kalinya sejak 2019 pekan lalu, ketika disiplin pasokan OPEC+ dan pemulihan permintaan melawan kekhawatiran tentang peluncuran vaksinasi COVID-19 global yang tidak merata.

Brent naik 6 sen menjadi 71,92 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS naik 9 sen menjadi 69,71 dolar AS per barel di perdagangan Asia pagi.

Baca juga: Harga minyak naik, Brent tembus 72 dolar ditopang prospek permintaan

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021