Pemulihan ekonomi tak bisa berjalan cepat bila pengendalian COVID-19 tidak tertangani dengan baik dan cepat
Jakarta (ANTARA) - Pemulihan ekonomi di masa pandemi dinilai tidak berdiri sendiri karena tergantung pada bekerjanya dua faktor yang lain yakni penanganan kesehatan dan jaring perlindungan sosial.

Koordinator Staf Khusus Presiden yang juga Sekjen Pengurus Pusat KAGAMA AAGN Ari Dwipayana di Jakarta, Senin, mengatakan Presiden Jokowi telah menggunakan strategi besar tersebut secara seimbang yakni, antara penanganan masalah kesehatan, memperkuat jaring perlindungan sosial, dan menyiapkan stimulus pemulihan ekonomi, yang diibaratkan seperti pergerakan gas, rem, dan kopling secara terukur.

“Pemulihan ekonomi tak bisa berjalan cepat bila pengendalian COVID-19 tidak tertangani dengan baik dan cepat,” ujarnya.

Penanganan kesehatan, kata Ari, jelas menjadi prioritas utama pemerintah di sisi lain yang sama, pemerintah juga mengeluarkan jaring perlindungan sosial dengan memberikan bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak.

“Ekstensifikasi berbagai skema bantuan sosial terutama yang bersifat transfer tunai akan mendorong konsumsi rumah tangga dan menggerakkan sisi permintaan,” katanya.

Skema perlindungan sosial kata Ari, merupakan salah satu cara untuk mempertahankan daya beli mulai dari skema bantuan PKH, Bansos Tunai, BLT Dana Desa, Kartu Pra Kerja, subsidi Gaji, Bansos Produktif, Program Padat Karya Tunai, dan sebagainya.

Menurut dia, hal ini penting juga untuk menjaga jaring pengaman sosial, supaya masyarakat tercukupi dulu kebutuhannya, yang harapannya turut meningkatkan konsumsi.

Bersamaan dengan itu pemerintah menyiapkan skema stimulasi ekonomi. Ketiganya harus berjalan simultan dengan takaran yang cukup terukur dan keseimbangan terjaga.

Untuk menjalankan strategi besar ini dibutuhkan manajemen yang dinamis. Ari mencontohkan permasalahan di isu kesehatan, yang fokus menggunakan strategi testing, tracing, treatment, dan isolasi. Menurutnya, hal ini bisa menjadi strategi besar untuk menghasilkan rumusan penanganan COVID-19 dalam skala lokal.

“Setiap daerah seharusnya mempunyai informasi yang kuat mengenai perkembangan kasus dan berusaha mencari cara untuk mengendalikannya. Sebuah pengendalian dilakukan di skala lokal harus berbasis data scientific,” ungkap alumnus Departemen Politik dan Pemerintahan UGM ini.

Pengendalian di skala lokal kata Ari, ada dua mekanisme yang secara simultan bekerja di dalamnya, seperti edukasi publik.

Masyarakat diimbau tidak hanya sekadar mematuhi protokol kesehatan saja, tetapi menjadikan protokol kesehatan ini sebagai bentuk adaptasi kebiasaan baru.

“Sebab, dalam situasi pandemi saat ini dan pascapandemi sudah selayaknya dibentuk mekanisme kebiasaan baru, termasuk perilaku sosial masyarakat harus berubah beradaptasi dengan situasi pandemi. Cara-cara edukatif itu memang perlu kita dorong dengan melibatkan sosiolog, antropolog, budayawan, agamawan,” ujarnya.

Baca juga: CIPS: Indonesia perlu fokus pada pemulihan ekonomi
Baca juga: Komite PC-PEN bahas pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020